Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Babad Ikhwan Mistis: Quo Vadis Kritisisme dan Cendeketiak

31 Juli 2020   17:00 Diperbarui: 31 Juli 2020   16:58 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Pixabay/geralt

Mula-mula bale membuka diskusi santai itu dengan sebuah pernyataan penuh kekesalan dan gugatan yang ia sampaikan secara lugas dan bernas.

"Hari ini kita menyaksikan kondisi negara bangsa tengah berada di depan lonceng kematian, yang apabila berdenting satu kali, negara kita akan luluh lantak, dan pada dentingan kedua, masyarakat tak lagi jelas arah hidupnya, dan pada dentingan ketiga kita tak bisa berharap lagi apakah saat itu kita masih ada atau menjadi entah apa. Maraknya kasus yang merugikan bukan hanya secara materil tetapi juga secara moril telah menistakan dari berdirinya negara bangsa ini sendiri, hal tersebut telah mengingkari konsesus atas adanya negara. Namun, saat kegentingan ini tejadi dan semakin menjadi, intelektual tak lagi banyak yang buka suara, mereka banyak berlindung di balik jubah dan almamater kebanggaannya, diam dan bersiap menimbun pikirannya demi nama baik dan keselamatan pribadi. Lantas benarkah hal tersebut memang terjadi? Kalau benar mengapa? Dan bagaimana untuk menyikapinya".

Beberapa detik setelah Bale menutup prolognya yang luar biasa, arena diskusi yang digelar di bawah pohon rindang itu sontak menjadi riuh, apalagi beberapa akhwat yang memang sejak dulu menaruh rasa terhadap Bale, mereka terlihat tersenyum tipis dengan tepukan kecil manja terlihat di bawah dagunya. Bahkan di antara akhwat yang cukup bar-bar dan nyentrik sampai-sampai membawa poster Bale dan mengangkatnya tinggi-tinggi.

Sejurus kemudian, setelah keriuhan mulai mereda, Bale mempersilahkan pertama-tama kepada Bursh untuk mengemukakan argumennya.

"Terimakasih, saya tidak akan terlalu panjang berbicara, saya akan to the point, bahwa saat ini yang terjadi dari anomali kehidupan berbangsa dan bernegara adalah mulai tercerabutnya pondasi dari demokrasi yang selama ini kita gaungkan. Kebebasan berpendapat kini seolah menjadi barang mahal yang hanya boleh dilakukan atas otoritas negara. Hal itulah yang membuat kualitas dan iklim kita dalam bernegara menjadi tecoreng. Dampak lebih jauh dari hal ini adalah berkurangnya public discourse karena ketakutan masyarakat jika nanti dikriminalisasi atau yang kini sedang trend yaitu di cap hatespeech atau makar" Tegas Bursh.

Ia berhenti sejenak dan terlihat para audiens dengan sikap pasti menunggu penjelasan selanjutnya dari Bursh, mereka yang menulis sedari awal juga menahan laju penanya sambil bersiap mendengar kata pertama yang akan kembali diucap oleh Bursh.

Setelah meneguk segelas air Bursh kembali angkat bicara

"Mungkin itu saja yang bisa saya sampaikan, selebihnya biar Yai Izan yang menyampaikan"

Audiens dan Bale agak terkejut, tentu saja karena penjelasan sebelumnya seperti masih menggatung, apalagi mereka yang sudah sangat menunggu penjelasn Bursh, raut wajah mereka nampak bingung.

"Wah kenapa sudah Bursh, apa masih ada lagi? Sepertinya argumen tadi belum penuh" Tanya Bale.

"Saya rasa cukup, tentu Yai Izan juga tau apa yang akan saya sampaikan selebihnya, dan saya rasa untuk hal itu Yai Izan saya rasa lebih cocok untuk menyampaikannya" Jawab Bursh santai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun