Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Babad Ikhwan Mistis: Pembiayaan Semester Berskala Besar

11 Mei 2020   10:14 Diperbarui: 11 Mei 2020   10:22 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Pixabay/QuinceCreative

Hari-hari setelah memasuki semester tujuh, para anggota senior ikhwan mistis masih dirundung ketakutan dan kegelisahan. Banyak dari mereka yang termenung di kantin belakang kampus sambil sesekali melihat ke arah asrama putri, mungkin untuk sedikit mencari ketenangan. Akan tetapi tetap saja, beban hanya hilang sesaat lalu kembali menggerayangi pikiran mereka, membenamkannya dalam rasa penuh ketidakpastian.

Apalagi bagi kaum ikhwan mistis proletar, beban yang dirasakan menjadi sangat bertambah dengan jalan pikiran yang bercabang. Ya, persoalan yang menjadi beban ini tak lain adalah cerita klasik para mahasiswa, yaitu pembayaran semester atau yang sekarang lebih tren disebut uang kuliah tunggal (UKT). Mereka merasa sangat keberatan untuk membayarkan iuran wajib ini karena jumlahnya yang tidak sedikit, bahkan banyak diantara mereka yang orang tuanya harus terpaksa menjual serta menggadai ini dan itu hanya untuk mengenyam pendidikan yang sebetulnya sudah dijamin oleh konstitusi.

Wahyu, Ical, Dede, dan sejumlah ikhwan mistis proletar sering bertukar nasib, saling berbagi cerita tentang kepedihan hidup, dan kebingungan mencari pembiayaan UKT untuk semester depan. Selain itu, ikhwan borjuis dengan rasa solidaritas tinggi juga tak segan untuk ikut guyub dalam perbincangan yang sebenarnya menjadi musuh bersama bagi setiap mahasiswa dan masyarakat secara umum.

Sambil menundukan wajah Izal berkata "Gua juga bingung semester depan mau bayar UKT gimana, bapak gua kena PHK 5 bulan lalu"

"Wah wah, tapi pas bayar UKT jumlahnya tetep kaya dulu kan jumlahnya?" Tanya Bursh

"Iya Bursh, tetep aja, lucu aja katanya bayar kuliah itu kan sesuai sama kemampuan orang tua, nah sekarang orang tua gua penghasilannya turun dari sebelumnya, tapi kenapa tetep aja UKT yang harus dibayarnya sama? Udah bilang ke kampus, katanya nggak bisa turun, paling dikasih tenggat waktu pembayaran lebih lama aja!"

"Iya Zal, emang bener kalo masalah terkait pengurangan biaya semester itu belum ada solusi konkrit yang bener bisa meringankan kita sebagai mahasiswa, dan kalo opsi penambahan tenggat waktu juga sebenarnya bukan solusi terbaik" Ungkap Bursh dengan nada serius.

Setelah itu perbincangan menjadi lebih serius dan mendalam. Bursh kembali menjelaskan perihal masalah dunia pendidikan tinggi, terutama dari beban biaya kuliahnya juga yang tinggi. Tak heran dengan realita seperti ini masyarakat enggan untuk menyekolahkan anak-anaknya ke perguruan tinggi. Kalau dicari alasan utamanya, tentu saja tidak lain adalah soal pembiayaannya yang besar, kalau ditanya soal keinginan, mana ada orang tua yang tidak ingin anaknya melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi.

Masalah biaya pendidikan tinggi kemudian juga dirasakan oleh mereka yang sudah masuk ke perguruan tinggi itu sendiri. Salah satunya adalah tentang tidak sesuainya jumlah biaya kuliah dengan kesanggupan orang tua. Kasus tidak tepat sasaran ini banyak terjadi hampir di semua perguruan tinggi, baik negeri ataupun swasta. 

Selain itu, masalah menjadi semakin pelik, manakala ada mahasiswa yang asalnya tidak keberatan dengan jumlah UKT tertentu kemudian menjadi keberatan ketika orang tua terhimpit masalah sehingga tak lagi sanggup menanggung UKT sebelumnya, namun nahasnya dari otoritas perguruan tinggi pun tidak dapat merubah jumlah tanggungan biayanya.

"Sebetulnya ada undang-undang yang mengatur soal kebijakan UKT ini, bahkan pesannya supaya biaya kuliah ini tidak menjadi faktor penghambat proses kuliah itu sendiri, makanya pesan UU ini supaya sistem UKT tidak rigid, alias harus fleksibel, dan salah satu kewenangannya ada di tangan rektor" Para ikhwan mistis mengangguk paham mendengar ucapan Ical.

Dede mereguk teh manis dari gelasnya kemudian berujar "Betul kamerad Ical, akan tetapi kebijakan yang terjadi di lapangan sama sekali tidak se-fleksibel itu, buktinya setiap ada mahasiswa yang kesulitan biaya, otoritas perguruan tinggi seolah lepas tangan, dan kalaupun bisa tertangani jumlahnya amat sedikit sekali, sehingga banyak yang harus merugi dan tak jarang sampai harus terpaksa berhenti kuliah"

Perbincangan menjadi semakin riuh ketika rombongan Bale, Babe, Duls, Roy, Ivan, dan Iman datang. Selain karena ada tambahan amunisi suara dan pespektif, rupanya mereka juga membawa tambahan amunisi cemilan yang sejak 20 menit lalu sudah sirna dari meja dan hanya menyisakan butiran debu. Terlihat Ivan membawa dua buah kantong kresek hitam, dan sesaat setelah isinya dimuntahkan ke meja, barulah para ikhwan mistis menjadi lebih bersemangat.

"Wah mantap, dari tadi kenapa ke" Ujar Ical sambil buru-buru mengambil tiga buah jambu di hadapannya.

"Jambu banyak gini dapet dapet nyolong dari mana?"

"Nyolong? Sorry gua dapet dari teman kosan"

"Kosan mana?" Tanya Bursh seketika

"Kosan jalan mawar merah"

"Lu dapet dari akhwat yang semester 2 kelas H ya?"

"Lah lah, Ko bisa tau?"  

"Yaelah, itu kan kosan khusus akhwat yang diisi semester dua, dan pada cantik juga" Jawab Bursh sambil terkekeh.

Dalam urusan segenting ini, untuk tingkat kejelian dan detail mengenai akhwat tetap tidak bisa dihilangkan, sensitivitas para ikhwan mistis terhadap arus informasi akhwat kampus sangat besar.

"Terus gimana urusan biaya kuliah, lu malah pada ngomongin akhwat!"

"Nah, soal itu harusnya ada desakan khusus dari kita ke otoritas, karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak" Bale berkata kemudian.

"Sepakat, apalagi kalau kita lihat data dan fakta, kondisi ekonomi sekarang lagi keancam krisis, dan banyak orang di PHK, penghasilan turun, dan lain sebagainya, maka memang perlu mendesak perubahan kebijakan dari kampus!"

"Harusnya kampus punya kebijakan yang bijak, UU dan peraturan lain sudah bisa menjadi landasan, instrumen dan teknis perubahan atas ketidaksesuaian UKT dengan kemampuan mahasiswa, seharusnya tidak ada alasan lain untuk tetap mempertahankan jumlah biaya UKT yang lama apabila data dari mahasiswanya sudah lengkap dan layak untuk dirubah jumlah tanggungan biayanya" Ujar Wahyu

Raut muka Duls tampak lesu "Tapi mereka mau ngerubah nggak ya?"

"Memang mungkin akan ada pertentangan disana sini, kampus juga mungkin punya pertimbangan lain, tapi kepentingan untuk tetap menjamin kelangsungan kuliah mahasiswa adalah prioritas, karena jangan sampai amanat konstitusi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dengan menjamin pendidikan malah dikhianati dan diingakri" Jawab Dede dengan pasti

"Ya betul, ini soal mau serius atau tidaknya para pengambil kebjiakan" Tambah Wahyu

"Sepakat sepakat, ini memang soal mau serius menjaga muruah dunia pendidikan atau tidak!"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun