Memasuki tahun 2020 perkembangan teknologi, ekonomi, dan industri makin tidak karuan. Beragam pembaharuan tercipta sedemikian cepat dan pesat. Fenomena ini tak heran membuat kondisi sosial dari manusia itu sendiri mengalami banyak perubahan.
Permasalahan yang misalnya terjadi dari perubahan psikologi sosial masyarakat terjadi pula pada aspek kebudayaan.Â
Dalam konstruksi pemikiran modern sedikitnya perhatian terhadap kajian budaya mengalami beberapa perbuahan. Ada yang menjadi digemari ada pula yang menjadi terlupakan atau kurang diminati.
Contoh dari pergeseran yang kentara terhadap kajian kebudayaan adalah pada ketertarikan dan minat terhadap kesenian daerah, dan dalam kasus ini saya coba mengetengahkan pada seni wayang golek.Â
Budayawan seperti Ajip Rosidi pernah mengatakan bahwa masa depan budaya daerah dewasa ini sedang berada dalam posisi diujung tanduk.
Kekhawatiran Ajip ini didasarkan kepada semakin hilangnya rasa kecintaan masyarakat terhadap budayanya. Sehingga tidak aneh ketika banyak budaya daerah yang pada akhirnya terkatung-katung dan bahkan sampai punah.Â
Tentu percaya atau tidak fakta dari argumentasi tersebut misalnya kita bisa lihat dari redupnya apresiasi generasi muda terhadap wayang golek.
Asep Sunandar Sunarya yang disebut sebagai maestro dalang wayang golek pernah menyebutkan bahwa kesenian wayang golek bukanlah barang yang sembarangan. Ia menyebutkan kesenian wayang golek sebagai mahabudaya.
Asep Sunandar mengatakan wayang golek sebagai mahabudaya karena kesenian hampir mencakup beragam bidang dari bidang kesenian itu sendiri yaitu seni musik, tari, rupa, dan teater.
Sebagai suatu kesenian yang memadukan seluruh bidang seni, maka wayang golek dianggap sebagai seni yang kompleks dan mempunyai nilai yang luhur.Â
Hal lain yang membuat predikat wayang golek sebagai mahabudaya adalah kontennya yang banyak mengedepankan pesan-pesan kebajikan kepada para penontonnya.Â