Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Babad Ikhwan Mistis: Mendobrak Hegemoni, Mewujudkan Harmoni

15 September 2019   17:12 Diperbarui: 15 September 2019   17:21 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Pixabay/niekverlaan

"Yaelah gapapa, tingkat 4 juga banyak yang gemesin kali Zal" Balas Setia

"Tapi tingkat 1 mah masih seger-seger gimana gitu" Jawab Izal sambil terkekeh.

Dengan turunnya SK tersebut maka, mulai besok hingga H-1 aksi, strategi live in telah dinyatakan legal untuk digunakan dan serta merta wajib dilaksanakan oleh para kader KIMBERLI.

Keesokan harinya sampai H-1 aksi, para kader telah melaksanakan strategi live in. Banyak cerita dan keluh kesah masyarakat kampus yang mereka terima dan rasakan secara langsung. Mulai dari keluhan UKT, fasilitas, dan sistem birokrasi yang mengekang. Semuanya mereka rasakan bersama para mahasiswa dampingan mereka.

Misalnya saja Bey dan Rey. Keduanya kedapatan menggarap wilayah teritorial tingkat 1. Karena strategi live in menuntut mereka untuk bersama secara intens bersama mahasiswa dampingan, maka dengan segala cara mereka berdua berusaha untuk bisa akrab dengan para mahasiswa tingkat 1. Setelah akrab, yang mereka siasati lewat pendekatan soal nilai akademik, akhirnya Rey dan Bey sampai juga bisa menginap di kosan mereka pada hari ketiga strategi live in.

Disanalah mahasiswa dampingan mereka mulai terbuka dengan keluhan yang dirasakan saat kuliah. Lagi-lagi persoalan UKT dan mahalnya biaya masuk kuliah menjadi hal yang kerap mereka lontarkan. Adapula terkait fasilitas yang tak sebanding dengan apa yang mereka bayarkan. Ya, persis keluhan mahasiswa baru setiap tahunnya.

Begitu pula yang terjadi pada Iman dan Mou. Karena mahasiswa dampingan mereka bisa dikategorikan senior di kampus yaitu tingkat 3, maka tak heran persoalannya pun jauh lebih pelik. Selain transparansi dana UKT, mereka juga menginginkan perubahan UKT karena banyak dari mereka juga yang berubah tingkat penghasilan orang tuanya. Hal ini mereka mulai dapat infonya setelah sejak hari pertama live in, hingga hari terakhir selalu berdiskusi baik di warung, di kosan, bahkan sampai ke rumah mahasiswa yang terkena masalah tadi.

Berbeda cerita dengan apa yang dialami oleh Yai Izan, Bursh dan Wahyu manakala mereka menggalang massa alumni. Beberapa orang yang mereka coba hubungi tidak sedikit yang mencibir rencana aksi yang akan mereka lakukan. Dalihnya macam-macam, di cap kurang kerjaan dan tidak tahu diuntung menjadi perkataan yang akrab di telinga mereka. Namun tidak sedikit juga yang mendukung rencana aksi mereka. Bahkan akan ikut juga didalamnya.

"Bagus bung, lanjutkan, kampus ini perlu gebrakan!" Kata salah seorang alumni

Ada pula yang lebih optimistis "Betul, hal ini perlu segera direalisasikan bung, jangan kasih kendor, sudah terlalu lama hegemoni ini tejadi. Kalian sebagai generasi muda harus bisa menanggalkan status quo, dan sesegera mungkin angkat toa lalu nyatakanlah perlawanan!" Ungkapnya

Bursh setelah menerima motivasi dari beberapa alumni tadi, makin bergejolak semangatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun