Indonesia telah dikenal dunia sebagai negara yang sangat kaya raya, nyatanya dapat kita lihat dalam aspek sumber daya alam yang begitu melimpah dari Sabang sampai Merauke. Selain kaya secara sumber daya alam, Indonesia pun terkenal kaya dengan keragaman budayanya baik itu dalam hal agama, bahasa, etnis, ras, dan adat istiadat tiap daerahnya.
Menarik kemudian jika kita membahas mengenai kekayaan budaya yang ada di Indonesia, jika kita tinjau dari aspek historis, ekonomi, sosial dan geografi misalnya.Â
Sudah kita tahu bahwa perkembangan budaya di Indonesia sudah terjadi sejak zaman pra-sejarah yang telah terwariskan dan berkembang sedemikian pesat hingga saat ini menjadikan negara Indonesia kaya akan budaya. Secara sosial kultural pun dapat kita lihat bahwa budaya tersebut telah menjadi suatu simbol bagi masyarakatnya yang mana kebudayaan itu telah merasuk pada jati diri mereka sehingga budaya itu memiliki ciri khasnya masing - masing di tiap daerah Indonesia.
Dewasa ini ada hal yang menjadi sangat menarik ketika kita akan membahas masalah budaya di Indonesia, patut disayangkan bahasan yang dikaji bukan untuk membahas perkembangan atau inovasi budayanya, namun kini lebih disibukan dengan isu kemunduran budaya - budaya daerah yang ada di negeri ini.Â
Sangat disayangkan dan ironis memang Indonesia yang dulu dikenal sebagai negara sejuta budaya kini malah tengah berjuang keras mempertahankan budayanya yang kian hari makin mengalami kemunduran, kemerosotan dan dalam ancaman kepunahan.
Revolusi industri yang menjadi pemantik berkembang pesatnya globalisasi dan modernisasi menjadi tonggak awal mengapa kemudian budaya daerah mulai mengalami kemunduran bahkan kepunahan.Â
Banyak orang berpendapat bahwa faktor utama kemunduran budaya daerah adalah karena adanya globalisasi. Kemudian munculah pertanyaan yang menarik "bukankah dengan globalisasi dan modernisasi harusnya budaya daerah itu lebih berkembang bahkan maju karena banyak akses dan teknologi untuk mempopulerkan budaya daerah tersebut ?".
Misalnya dengan modernisasi harusnya tari perang atau remong menjadi mudah dilihat masyarakat karena dapat diakses lewat TV dan internet, juga bahasa sunda, bugis dan jawa seharusnya dapat lebih berkembang dengan adanya radio dan percetakan buku yang kian merebak.Â
Nyatanya globalisasi dan modernisasi masih dipandang sebagai tantangan bagi budaya daerah di Indonesia dan bukan dianggap sebagai peluang untuk mempopulerkan dan melestarikan budaya daerah, dengan hal itu maka masa depan budaya daerah di Indonesia masih terjebak dalam kungkungan globalisasi dan modernisasi.
Globalisasi tentu tidak dapat dikambing hitamkan sebagai faktor utama mundurnya budaya daerah, namun juga masih ada faktor lain yang lebih serius dibanding terjangan globalisasi dan modernisasi yaitu jati diri tiap -  tiap orang Indonesia sendiri. Lemahnya mental kebangsaan, rasa cinta tanah air serta rasa tanggung jawab melestarikan budaya daerah  orang Indonesia lah yang menjadi faktor kunci mundurnya budaya daerah.Â
Faktanya dapat kita lihat dan amati sendiri generasi saat ini yang nampak begitu anti dan ogah - ogahan dalam menggunakan bahasa daerah, berpakaian daerah dan mengapresiasi budaya daerah yang dinilai sudah kuno dan tidak menarik.
Generasi kini lebih lebih tertarik dan bersemanagat ketika membicarakan artis K-POP, film produksi Marvel, anime dan budaya luar lainnya. Jarang tampaknya generasi saat ini yang masih tertarik menonton misalnya wayang golek, teater ludruk, tari tor - tor, atau menyanyi lagu cing cangkeling.Â
Rasa kecintaan budaya daerah di Indonesia masih berkutat pada ranah formalitas saja, sebagai contoh seruan rebo nyunda bagi para pelajar di Jawa Barat tampaknya hanya diterapkan disekolah saja dan berdasar atas aturan sekolah, belum sampai pada aspek kesadaran moral akan pelestraian dan urgensi budaya daerah. Memang tidak ada salahnya menyukai budaya - budaya luar, namun seharusnya tanpa juga mengurangi spirit kecintaan dan apresiasi terhadap budaya sendiri.
Cepat atau lambat jika kita semua tidak bergegas bertindak atas kondisi yang terjadi terhadap budaya daerah saat ini, maka dapat dipastikan kepunahan budaya merupakan hal buruk yang tinggal kita tunggu terjadi. Perlu adanya upaya rekonstruksi budaya daerah agar hal yang menjadi kekuatiran diatas tidak terus terjadi.Â
Hal ini tentunya perlu disadari oleh semua pihak mulai dari pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat guna mengembalikan citra Indonesia sebagai negara yang kaya akan budaya daerah, dan yang terpenting adalah bukan hanya kaya budaya namun juga dapat melestarikan dan mengembangkan budayanya.
Sebagai tambahan, upaya tersebut dapat dilakukan dengan internalisasi nilai - nilai budaya kedalam sistem pendidikan nasional mengingat keterkaitan yang sangat erat antara pendidikan dan kebudayaan, serta juga dalam upaya mengembangkan peran lembaga pendidikan sebagai pewaris nilai - nilai kebudayaan.Â
Contohnya dengan memperkuat kedudukan mata pelajaran seni budaya yang mestinya bernilai strategis dan setara dengan mata pelajaran lain seperti matematika, bahasa Indonesia, bahkan bahasa Inggris. Hal lainnya yang penulis harapkan adalah penggunaan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar kelas rendah, tujuannya tentu untuk memperkuat pondasi kecintaan dan kesadaran akan pentingnya budaya daerah sejak dini kepada para siswa khususnya untuk masa depan dirinya dan umumnya bagi bangsa Indonesia.Â
Referensi :
Rosidi, Â Ajip. (2010). Masa Depan Budaya Daerah. Â Bandung: Pustaka Jaya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H