Mohon tunggu...
Rahman Kamal
Rahman Kamal Mohon Tunggu... Jurnalis - Freelance Graphic Designer and Social Media Marketing Expert

Menulis, bercerita, dan berbagi kekuatan. Pecinta bola yang kadang romantis dan menulis berbagai topik ringan sehari-hari. #COYG

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Sharing Seputar Profesi Editor Bareng Cak Kaji Jatim: Dibayar untuk Cari Kesalahan

31 Mei 2024   07:23 Diperbarui: 31 Mei 2024   07:31 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keseruan Live IG Session mengupas tuntas profesi Editor bareng Cak Kaji Jatim.(Foto: Cak Kaji Jatim)

Ketika bicara tentang profesi editor, apa sih yang pertama kali muncul dalam benak kalian? Dibayar untuk mencari kesalahan penulis? Atau, ada gambaran lain di pikiran kalian tentang profesi satu ini?

Mengutip dari Gramedia, Editor adalah pembaca pertama dari tulisan. Tak hanya membaca, mereka juga harus memastikan bahwa tulisan harus tepat baik secara selera perusahaan maupun secara tata bahasa. Ada 3 (tiga) tugas utama dari seorang editor yaitu mencari, memperbaiki dan menerbitkan naskah atau tulisan atau gambar. 

Bicara tentang profesi Editor, Cangkrukan Kompasianers Jawa Timur atau Cak Kaji Jatim berkesempatan untuk mengupas tuntas topik satu ini pada Sabtu (25/5/24) dalam sebuah IG Live Session. 

Gimana sih dinamika profesi Editor itu sebenarnya? Cak Kaji Jatim mengundang Rudi G. Aswan (@belalangcerewet) untuk sharing bersama seputar seluk beluk profesi editor. Berikut rangkuman keseruannya. 

Gimana ceritanya Mas Rudi bisa kerja jadi editor? Kenapa sih pilih profesi ini?

Awal mula tertarik jadi editor setelah ikut peluncuran buku NH Dini pada awal kuliah. Novelis gaek ini bilang bahwa karyanya bisa tampil bagus berkat tangan dingin seorang editor. Di balik buku yang bagus, ada kontribusi penyunting yang sudah berjuang membuat naskah menjadi menarik.

 Bisa diceritakan pernah ngedit buku dari penerbit mana aja? 

Kalau inhouse, pernah kerja di penerbit buku sekolah, lalu pindah ke penerbit buku populer, yakni genre motivasi dan bisnis. Untuk freelance, pernah ikut ngedit kamus Indonesia-Inggris Hassan Sadily & John M. Echols terbitan Gramedia, seneng karena panduannya jelas dan honornya cepat cair.

 Beda ngedit buku sekolah dan buku umum 

Buku sekolah lebih banyak elemennya, terutama rubrik untuk memperkaya materi pelajaran. Belum lagi contoh soal dan pembahasannya, harus teliti. Editor buku sekolah juga harus mencari foto-foto yang diperlukan untuk mendukung naskah. Atau kalau bentuknya ilustrasi, ya editor memesan kepada ilustrator dengan deskripsi yang detail. Tugas lebih rumit kalau buku yang diedit adalah buku proyek karena biasanya sangat lengkap, termasuk indeks dan glossary.


Yang tak kalah penting, menyesuaikan konten buku dengan panduan Pancasila agar tidak sampai melanggar HAM, sensitivitas gender, menyinggung isu SARA atau yang bermuatan pornografis.


Kalau buku umum lebih luwes, fokusnya adalah menyajikan buku seenak mungkin dengan ide-ide yang lebih kaya dan kekinian sesuai dengan kebutuhan pembaca. Intinya, banyak inovasi atau gebrakan yang bisa dilakukan saat mengemas buku umum ketimbang buku sekolah -- walau tentu saja isu SARA tetap diperhatikan.


 Sebenarnya apa sih job desk editor? Apa cuma menyunting tulisan?

Bukan sekadar mengecek tipo atau salah eja, tetapi lebih dari itu. Sebagaimana saya sebut tentang editor buku sekolah. 


Idealnya, ada dua macam editor di penerbit buku. Ada editor akuisisi (kadang cukup disebut editor) dan penyunting naskah (disebut juga kopieditor).


Selain menyunting naskah dari segi materi, editor akuisisi juga merencanakan buku apa saja yang akan diterbitkan, berkomunikasi dengan penulis atau calon penulis, dan memutuskan mana naskah yang layak diterbitkan atau tidak.


Adapun kopieditor bertugas memeriksa ketepatan ejaan, tata bahasa, dan struktur kalimat agar naskah menjadi buku yang enak dinikmati pembaca. Kopieditor biasanya mendapatkan pengarahan dari editor dalam penyuntingan sesuai kebutuhan saat itu.


Dalam praktiknya, penerbit kerap menyatukan dua peran ini dalam satu posisi, yakni editor dengan berbagai tugas yang saya sebutkan tadi. Mungkin demi menghemat pengeluaran atau memangkas alur kerja.

 Proyek editing buku atau tulisan apa yg paling berkesan? Atau mungkin ada pengalaman unik waktu ngedit?

Kalau proses editing yang berkesan salah satunya ya kamus bahasa Indonesia Inggris terbitan Gramedia itu. Harus teliti banget karena edisi revisi harus memuat lema dan sublema yang lebih lengkap.


Editing lain yang berkesan tentang buku seputar informatika, yaitu saat penulis komplain seolah saya tidak mengubah tulisannya. Ini salah kaprah karena editor tidak melulu mencari kesalahan. Selama naskah dianggap sudah menarik, editor tak perlu menambah atau mengoreksi.


Ada lagi yang berkesan saat mengedit seri buku-buku motivasi karya penulis Selandia Baru. Karena diterjemahkan dari bahasa Inggris, tak jarang saya harus menyelaraskan antara hasi terjemahannya dengan maksud penulis. Kadang ada penerjemahan yang terlalu berani menafsirkan naskah sumber sehingga saya perlu berkomunikasi dengan penulis aslinya. Jadi pengalaman mengesankan bisa bertukar pandangan lewat email dengan penulis asing.


 Apa editor harus selalu ikut KBBI? Seberapa penting KBBI buat editor?

Secara umum iya, tetapi kadang juga menyesuaikan kondisi naskah dan target pembaca. Dalam banyak kasus, editor sengaja mempertahankan ekspresi lokal atau yang viral demi membangun pemahaman yang kuat di benak pembaca. Belum lagi kalau editor inhouse harus mengikuti gaya selingkung (house style) di penerbit tempat ia bekerja. Pilihan ejaan karier atau karir, bisa berbeda antara penerbit satu dengan lainnya. Termasuk juga transliterasi Arab ke Indonesia, tak bisa selalu mengacu kepada KBBI.

 Kalau boleh milih: enakan mana jadi editor atau jadi blogger/penulis?

Pilihan yang sulit, karena lingkup kerjanya agak berbeda meskipun bersinggungan. Dua profesi ini sama-sama menuntut kecakapan menulis, adapun editor ditambah dengan kemampuan berkomentar dengan penulis sebagai pemilik tulisan/naskah. Blogger biasanya mendapat materi sumber lalu mengolahnya menjadi artikel miliknya sendiri. Jadi, sama-sama menarik kalau sama-sama dibayar. ~hehe

 Gimana mengenalkan profesi editor ke anak-anak Gen Z karena kayanya anak muda kurang familier ya?

Salah satunya ya lewat acara IG Live atas inisiatif Cak Kaji ini. Anak-anak zaman now akrab dengan apa pun yang berbasis digital, kalau bisa diadakan acara lebih sering, yakni sharing seputar profesi editor yang kurang populer karena berada di balik meja. Akan lebih menarik misalnya lewat zoom atau kulwap dengan latihan editing sekaligus.

 Apa syarat yg kudu dipenuhi untuk jadi editor yang baik? Mungkin ada buku yang direkomendasikan?

  • Menguasai ejaan 
  • Menguasai tata bahasa
  • Bersahabat dengan kamus dan Tesaurus
  • Punya communication skill yang mumpuni, untuk menjalin hubungan baik dengan penulis atau calon penulis, juga berkomunikasi dengan pembaca
  • Kejelian untuk membaca kebutuhan pasar
  • Bisa berbahagia asing (minimal bahasa Inggris)
  • Punya kepekaan bahasa untuk mengemas atau mengolah naskah
  • Berwawasan luas (baca buku, nonton film, baca berita, dll.)
  • Punya kemampuan menulis

 Bocoran soal fee atau rate pekerjaan editing?

Secara umum sama dengan pekerjaan lain. Kalau editor inhouse ya mengikuti kebijakan penerbit soal gaji bulanan. Kalau konteksnya kerja freelance, biasanya dihitung per halaman. Misalnya Rp15.000 per halaman A4 spasi ganda, atau ada juga yang menggunakan standar per karakter, misalnya Rp10 per karakter, termasuk tanda baca. Bisa juga pakai harga borongan, sesuai kesepakatan dengan penulis.

 Prospek kerja editor di era sekarang seperti apa? 

Melihat fenomena saat ini, harus diakui prospeknya tidak terlalu menggembirakan. Setidaknya penulis jauh lebih terkenal dibanding editor yang membantu naskahnya menjadi bagus. Beda dengan masa dulu ketika HB Yassin begitu disegani karena melahirkan banyak penulis.


Namun, optimisme tetap ada karena penulis dan editor hakikatnya adalah mitra. Sehingga keduanya saling membutuhkan demi mewujudkan buku yang bergizi dan bermanfaat bagi pembaca, itulah poin utamanya. Kolaborasi!

 Bisa share tips buat dapetin klien/job editing?

Mungkin klise, bisa dimulai dengan berlatih menyunting teks-teks pendek. Kalau sudah punya portofolio, contoh-contoh itu yang kita tunjukkan kepada penerbit yang kita lamar.


Jika ada kesempatan berkontribusi sebagai editor lepas, misalnya untuk komunitas atau lembaga sosial, coba ambil. Lakukan yang terbaik, konsultasikan dengan teman yang punya profesi serupa. Andil kecil ini bisa menambah kredit dan jam terbang yang berpotensi membuka peluang rezeki lewat jalur silaturahmi.


Ya, bangun hubungan baik dengan semangat bersilaturahmi. Kita tak pernah tahu ternyata peluang rezeki muncul dari perkenalan atau hubungan baik yang terjaga. Seperti saya yang pernah menerima job editing untuk tugas akhir seorang polisi di Lemhanas. Meskipun nama saya tidak ditulis sebagai editor, saya gembira ikut membantunya bisa lulus. 


Menurut penuturan kenalan itu, tugas akhir ini selalu ditolak saat diajukan kepada dosen pembimbing. Begitu saya bantu penyajian dari segi bahasa, bab demi bab pun lancar di-ACC sampai akhirnya tuntas dan lulus. Ikut senang tentu saja. Berawal dari silaturahmi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun