Mohon tunggu...
Rahmaniaptri
Rahmaniaptri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Muhammadyah Malang Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Komunikasi

Mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dinamika Sosial Masyarakat : Maraknya Kemiskinan Akibat Faktor Kebudayaan

24 Desember 2024   22:04 Diperbarui: 24 Desember 2024   22:04 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Budaya Gotong Royong yang Salah Kaprah Gotong royong adalah nilai positif dalam masyarakat Indonesia, namun dalam beberapa kasus, gotong royong yang salah kaprah justru menghambat kemajuan. Misalnya, adanya keharusan untuk membantu hajatan besar-besaran meskipun kondisi ekonomi keluarga memprihatinkan, sehingga menguras sumber daya keluarga.

Kasus ini terlihat dalam tradisi "nyumbang" di banyak desa, di mana keluarga yang ekonominya sulit tetap harus memberikan kontribusi besar pada perayaan adat, yang akhirnya menambah beban hutang.

Budaya Konsumtif Di kalangan masyarakat urban maupun rural, budaya konsumtif mulai tumbuh seiring dengan pengaruh media dan teknologi. Membelanjakan uang untuk hal-hal yang tidak produktif menjadi salah satu penyebab keluarga terjebak dalam kemiskinan.

Fenomena ini telah diulas oleh Prof. Sulistyowati Irianto, yang menyebutkan bahwa "kultur konsumtif melemahkan daya tahan ekonomi keluarga miskin."

Perbandingan Internasional: Budaya dan Kemiskinan

Pengaruh budaya terhadap kemiskinan tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara lain. Berikut adalah beberapa studi kasus internasional:

  • India Di India, kemiskinan sering kali terkait dengan sistem kasta yang masih memengaruhi mobilitas sosial. Budaya kasta menyebabkan masyarakat Dalit atau "kelas rendah" sulit mendapatkan pendidikan dan pekerjaan yang layak. Penelitian dari International Labour Organization menunjukkan bahwa diskriminasi berbasis kasta menyebabkan pengangguran di kalangan kelompok ini mencapai 40% lebih tinggi dibanding kelompok lainnya.
  • Afrika Sub-Sahara Di Afrika, tradisi patriarki dan pernikahan dini menjadi penyebab utama kemiskinan. Perempuan sering kali tidak memiliki akses pendidikan karena diharapkan untuk menikah dan menjalankan peran domestik pada usia muda. Akibatnya, mereka terjebak dalam kemiskinan antargenerasi.
  • Amerika Latin Di beberapa negara Amerika Latin seperti Brasil, budaya "machismo" atau dominasi pria membuat perempuan kesulitan mendapatkan pekerjaan yang setara. Tingkat kemiskinan perempuan lebih tinggi karena terbatasnya akses terhadap sumber daya ekonomi dan pendidikan.
  • Eropa Timur Pasca runtuhnya Uni Soviet, banyak negara di Eropa Timur mengalami kemiskinan akibat transisi ekonomi. Budaya ketergantungan pada sistem komunal atau negara menjadi tantangan dalam beradaptasi dengan kapitalisme. Di Rusia, misalnya, masyarakat yang belum terbiasa dengan inisiatif individu cenderung bergantung pada bantuan pemerintah yang tidak mencukupi.

Dari perbandingan ini, terlihat bahwa dinamika sosial dan budaya berperan besar dalam membentuk pola kemiskinan di berbagai negara. Namun, negara-negara yang berhasil memberdayakan budaya lokal secara produktif---seperti Jepang yang mengedepankan etos kerja dan pendidikan tinggi---mampu keluar dari kemiskinan dengan cara yang berkelanjutan.

Statistik dan Fakta Global

  • India: Sebanyak 21% penduduk India masih hidup di bawah garis kemiskinan nasional, di mana hampir separuhnya berasal dari masyarakat Dalit atau suku asli tanpa hak atas tanah.
  • Afrika Sub-Sahara: Lebih dari 50% perempuan di kawasan ini menikah di bawah usia 18 tahun, mengakibatkan tingkat pendidikan rendah dan ketergantungan ekonomi yang tinggi.
  • Indonesia: Pada tahun 2023, tingkat partisipasi pendidikan di daerah tertinggal hanya mencapai 68%, jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata nasional.
  • Amerika Latin: Data dari UNDP menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan perempuan mencapai 25% lebih tinggi dibanding laki-laki di kawasan ini.

Dinamika Sosial Masyarakat: Antara Budaya dan Kemiskinan

Dalam masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan, dinamika sosialnya seringkali sarat dengan tantangan. Ketimpangan sosial, ketergantungan pada kelompok masyarakat yang lebih makmur, serta stigma kemiskinan memperburuk kondisi ini. Budaya ikut memainkan peranan besar dalam bagaimana masyarakat mengatasi kemiskinan.

  • Stigma Sosial Di beberapa komunitas, kemiskinan sering dianggap sebagai aib, sehingga individu yang miskin merasa malu untuk mencari bantuan atau membuka diri terhadap peluang baru.

Contoh nyata dapat dilihat pada komunitas marginal perkotaan seperti di Jakarta Utara, di mana anak-anak enggan melanjutkan pendidikan karena khawatir menghadapi ejekan teman.

  • Ketergantungan pada Bantuan Bantuan sosial yang diberikan pemerintah sering kali tidak digunakan secara produktif karena rendahnya pemahaman masyarakat. Hal ini juga berakar pada budaya yang tidak memprioritaskan perencanaan keuangan.
  • Keterbatasan Jaringan Sosial Kemiskinan sering kali melumpuhkan kemampuan individu untuk membangun jaringan sosial yang lebih luas, terutama jika mereka dibatasi oleh norma budaya yang menghalangi mobilitas sosial. Dalam studi "Poverty and Networks" oleh Caroline Moser, ditemukan bahwa masyarakat miskin sering terisolasi dari jaringan ekonomi yang lebih besar, sehingga memperparah situasi mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun