"Kamu yang kuat ya, Rein, keponakan cantik Om pasti bisa melewati ini semua."Â
"Sebenarnya ada apa sih ini? Kok dari tadi Om bilang begitu terus ke Reina?." Tanya Reina yang sudah mulai kesal.
"Ayo turun dulu, biar Reina tahu yang sebenarnya." Ajak Om Rudi pada Reina.
Karena rasa penasaran Reina sudah diujung tanduk, ia pun bergegas membuka pintu mobil dan masuk ke rumahnya. Saat kakinya mulai memasuki pintu utama, betapa terkejutnya Reina ketika melihat seseorang terbujur kaku di ruang tamu dengan kain kafan yang menyelimutinya. Di sampingnya terdapat Sang Ibu yang meraung-raung seraya memeluk tubuh kaku tersebut. Reina pun memberanikan diri untuk mendekat dengan tangan yang sudah mulai gemetaran. Ketika sudah sampai di hadapan Sang Ibu dan melihat raga seseorang tersebut, waktu terasa terhenti saat itu juga. Reina merasa sesak luar biasa. Rasanya seperti dunia yang dipijakinya tak lagi sama. Ulu hatinya seperti ditusuk belati paling tajam di dunia.Â
"Ayah ..." Ucap Reina dengan suara bergetar.
"Kenapa Ayah pergi secepat ini?." Ucapnya seraya mengelus pelan wajah damai Sang Ayah.
"Kemarin Ayah sudah berjanji, kan untuk mendampingi Reina wisuda? Lalu mengapa Ayah ingkar janji sekarang?." Tanya Reina beruntun pada raga cinta pertamanya itu.
"Ayo bangun, Ayah. Ayah harus menepati janji itu pada Reina!! Ayah tidak boleh meninggalkan Reina sendirian seperti ini!!." Teriak Reina histeris.
Hatinya berharap ini semua hanyalah mimpi buruknya saja. Tetapi merasakan beberapa orang yang berusaha menenangkan dirinya. Membuat dadanya kian nyeri, kepalanya serasa dihantam palu gada. Lama kelamaan kesadaran Reina mulai terenggut.Â
Tak berselang lama, Reina terbangun saat merasakan ada seseorang yang menepuk pelan tubuhnya. Ia merasa seperti sedang dipermainkan oleh takdir. Padahal, lusa kemarin Reina baru saja mengobrol ria dengan Sang Ayah, mengenai kelulusannya yang tinggal 1 bulan lagi.Â
Ayahnya mengalami kecelakaan pesawat kemarin malam. Sandi, Ayah Reina, adalah seorang pilot yang bekerja di salah satu maskapai penerbangan di Jawa Timur. Pesawat yang disupirinya mengalami kerusakan mesin, yang semakin didukung pula dengan keadaan cuaca yang buruk pada saat itu. Sandi tidak dapat mengendalikan kemudinya yang berakhir mendarat di tengah badai salju.Â