Mohon tunggu...
Rahma Khanifatul
Rahma Khanifatul Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Suka membaca watpad

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pernikahan Wanita Hamil

27 Februari 2024   19:54 Diperbarui: 27 Februari 2024   19:59 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

1. Mengapa pernikahan wanita hamil terjadi dalam masyarakat ?

Karena Pernikahan wanita hamil dipengaruhi oleh sejumlah faktor, salah satunya adalah nilai-nilai budaya. Dalam beberapa budaya, pernikahan dianggap sebagai tanggung jawab moral, di mana menjaga kehormatan keluarga menjadi prioritas utama. Di sisi lain, nilai-nilai agama juga dapat memainkan peran penting, di mana pernikahan dianggap sebagai langkah yang sesuai dengan ajaran keagamaan dan tanggung jawab terhadap anak yang akan lahir.

Tekanan sosial juga dapat menjadi faktor yang mendorong pernikahan dalam kehamilan. Adanya norma sosial tertentu dalam masyarakat dapat menciptakan tekanan bagi pasangan untuk menikah ketika wanita hamil agar menghindari stigma sosial. Selain itu, pertimbangan ekonomi dapat memotivasi pernikahan sebagai solusi praktis. Pasangan mungkin merasa bahwa pernikahan adalah cara yang lebih stabil untuk menyediakan dukungan finansial dan lingkungan keluarga yang sehat bagi anak yang akan lahir.

Dalam banyak kasus, kombinasi dari nilai-nilai budaya, agama, tekanan sosial, dan pertimbangan ekonomi membentuk landasan kompleks yang memotivasi pernikahan wanita hamil dalam konteks masyarakat.

Generasi muda atau pasangan muda yang ingin membangun keluarga berdasarkan regulasi dan hukum Agama Islam harus menjalankan berbagai aspek etika dan prinsip yang terwujud dalam Ahlussunnah wal Jama'ah. Berikut adalah beberapa poin penting untuk dipertimbangkan:

2. Apa yang menjadi penyebab terjadi pernikahan wanita hamil?

1. Kurangnya pendidikan
Kurangnya pendidikan menjadi salah satu sebab terjadinya pernikahan wanita hamil karena mereka tidak mengetahui akibat apa saja yang akan timbul kalau mereka melakukan pernikahan wanita hamil. Sebab awalnya pasti mereka berzina dan yang akhirnya akan menjadikan wanita tersebut hamil dahulu sebelum menikah.
2. Tidak ada restu dari kedua orang tua
Orang tua yang tidak merestui anaknya menikah dengan pasangan yang diinginkannya, bisa menjadikan wanita tersebut memilih jalan untuk hamil terlebih dahulu dengan pasangannya dan menjadikan  orang tua tersebut mau tidak mau harus memberikan restu kepada anaknya untuk menikah dengan pasangan pilihannya.
3. Kurangnya iman dan taqwa
Secara tegas dalam Alquran sudah melarang berzina karena memang akibat yang ditimbulkan akan sangat besar bagi Kedua belah pihak. Maka karena kurang nya iman dan taqwa itu menjadikan mereka tidak takut dengan terjadinya kehamilan diluar pernikahan tersebut.
4. Pergaulan bebas
Pergaulan bebas juga bisa menjadi faktor penyebab adanya pernikahan wanita hamil karena sebuah pergaulan yang tidak sehat akan mengakibatkan sebuah kerugian yang besar bagi keduanya.

3. Bagaimana argument pandangan para ulama tentang pernikahan wanita hamil?

Dalam perkara pernikahan wanita yang hamil di luar nikah ini terletak pada boleh atau tidaknya wanita yang hamil di luar nikah itu dikawinkan dengan lelaki yang bukan menghamilinya, karena jika wanita tersebut dikawinkan dengan lelaki yang menghamilinya, maka tidak ada perbedaan pendapat antara imam mazhab dan kompilasi hukum islam.Imam mazhab fiqh mazhab hanafi berpendapat bahwa hukumnya sah menikahkan wanita yang hamil di luar nikah dengan lelaki yang bukan menghamilinya. alasannya adalah bahwa wanita tersebut bukanlah termasuk wanita yang diharamkan untuk dinikahi, sehingga sesuatu yang haram (yaitu zina) tidak dapat mengharamkan yang halal (yaitu pernikahan), juga karena wanita itu termasuk perempuan yang tidak bersuami. selain itu, benih yang dihasilkan melalui hubungan zina itu tidak memiliki nilai

4. Bagaimana tinjuan secara sosiologis, religious, dan yuridis pernikahan wanita hamil ?

Dalam perspektif sosiologi, perkawinan ibu hamil dianggap sebagai tindakan yang berkaitan dengan norma budaya dan sosial yang ada di masyarakat. Secara umum, mengawini wanita hamil dianggap sebagai perbuatan yang memalukan karena dianggap melanggar norma sosial yang berlaku. Ibu hamil seringkali menghadapi stigma dan diskriminasi yang kuat dari masyarakat sekitar. Namun, di beberapa komunitas, pernikahan ibu hamil dipandang sebagai solusi untuk menghindari stigma dan stigma sosial yang akan dialami oleh ibu hamil terhadap istri dan istrinya. keluarga. Dalam beberapa kasus, pernikahan bagi ibu hamil juga dianggap sebagai cara untuk mempererat hubungan keluarga dan membantu menjaga kebahagiaan janin.

Dalam tinjauan religius pernikahan wanita hamil dibeberapa agama merupakan salah satu cara atau solusi yang diperbolehkan untuk menghindari dosa zina yang berkelanjutan dan menutup aib keluarga.Di agama Nasrani pernikahan wanita hamil dianggap kurang teapat dikarenakan dianggap mempercepat proses pernikahan yang seharusnya dibangun atas dasar cinta dan komitmen yang kuat.Dalam agama islam pernikahan wanita hamil adalah sah dan diperbolehkan selama syarat sah dan rukun nikahnya sudah terpenuhi seperti dalam KHI pasal 53 yang juga disebut dalam alquran.

Tinjauan Yuridis, Dari segi hukum, perkawinan wanita hamil dianggap sah dan diperbolehkan karena tidak melanggar hukum. Namun, dalam beberapa kasus, perkawinan wanita hamil dapat dianggap sebagai perkawinan yang dilakukan karena paksaan atau penipuan, yang kemudian dapat dianggap sebagai tindakan kekerasan.
Selanjutnya, penting untuk memperhatikan aspek hukum berkaitan dengan perkawinan dan hak-hak perempuan, hak keluarga berkaitan dengan perkawinan. Hal ini mencakup aspek yang berkaitan dengan hak asuh anak, hak waris dan aspek yang berkaitan dengan perlindungan hak perempuan dan anak.

5. Apa yang seharusnya dilakukan oleh generasi muda atau pasangan muda dalam membangun keluarga yang sesuai dengan regulasi dan hukum agama Islam?

1. Saling menjaga ibadah : Saling memastikan keseimbangan dalam menjalankan ibadah, seperti sholat, membaca Al-Qur'an, dan zikirullah.
2. Perkawinan : Melakukan nikah secara halal (sesuai dengan syarat-syarat dan rukun-rukun yang ditetapkan) dan menghindari nikah ganda.
3. Perlindungan kehidupan anak : Memperhatikan hukum Islam tentang harta anak dan memberikan perlindungan kepada mereka serta mempertimbangkan kebutuhan ekonomis dan emosional.
4. Kesopanan dan kesejahteraan : Berusaha untuk memenuhi kebutuhan dasar dan menyediakan lingkungan yang nyaman bagi keluarganya.
5. Tata kerja dalam rumah tangga : Merancang tata kerja yang efektif dalam hubungan rumah tangga
6. Keagamaan : Mengajarkan ilmu pengetahuan dan akidah Islam supaya dijadikan pembekalan hidup.
7. Memprioritaskan keharmonisan : Menjaga keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah, yang Merujuk pada keluarga yang damai, penuh cinta kasih atau harapan, dan kasih sayang.
8. Merencanakan komunikasi : Menghormati komunikasi dan mengkomunikasikan dengan transparansi dan empati.
Generasi muda dalam membangun keluarga sesuai dengan regulasi dan hukum Islam seharusnya melibatkan pemahaman mendalam terhadap nilai-nilai moral dan ajaran agama yang menjadi landasan dalam kehidupan berkeluarga. Pernikahan, sebagai institusi penting dalam Islam, harus dijalani dengan penuh kesadaran akan tanggung jawab, saling menghormati, dan saling melengkapi antara suami dan istri.

Selain itu, memahami hak dan kewajiban masing-masing dalam keluarga menjadi kunci utama. Suami memiliki tanggung jawab untuk memberikan nafkah, perlindungan, dan keadilan kepada istri, sementara istri diharapkan menjaga rumah tangga, mendidik anak, dan memberikan dukungan kepada suami. Seluruh tindakan tersebut seharusnya dilakukan dengan penuh kesadaran terhadap ajaran Islam.

Pelaksanaan ibadah juga menjadi bagian integral dalam membangun keluarga yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Konsistensi dalam menjalankan ibadah seperti shalat, puasa, dan berbagai amal kebajikan lainnya dapat memperkuat ikatan spiritual antara anggota keluarga. Hal ini tidak hanya membawa keberkahan, tetapi juga menciptakan lingkungan yang penuh dengan keberagaman nilai-nilai keagamaan.

Selain itu, komunikasi yang baik dalam rumah tangga sangat penting. Pembahasan terbuka mengenai harapan, kebutuhan, dan perasaan masing-masing anggota keluarga dapat menghindari konflik dan membangun kedekatan emosional. Ketika dihadapkan pada permasalahan, mencari solusi bersama dengan semangat saling pengertian dan kerjasama akan memperkuat ikatan keluarga.

Dengan mematuhi regulasi dan hukum Islam dalam membangun keluarga, generasi muda dapat menciptakan lingkungan yang penuh keberkahan dan harmoni, sekaligus memberikan kontribusi positif bagi masyarakat yang lebih luas.

Anggota Kelompok 5:
1. Farah Fakhriyya Fadhila  Anwar 222121090
2. Siti Nurafifah 222121107
3. Cahya Nabila  222121161
4. Ilma Nur Rohmah 222121171
5. Rahma khanifatul baroroh 222121190
6. Yola Fakhira Dwi K. 222121191

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun