Mohon tunggu...
Rahmah DianPutri
Rahmah DianPutri Mohon Tunggu... Lainnya - Education is important especially for woman

Usaha dan doa tidak akan berakhir sia-sia, melainkan berbuah bahagia. - Rahmah Dian Putri -

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mahasiswa Abadi dan 3 Alasan Seharusnya Skripsi Tidak Diharuskan

26 Maret 2021   19:19 Diperbarui: 26 Maret 2021   19:21 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Entrepreneurship Project in Creative Writing

MID Test

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada tahun 2019 bahwa perguruan tinggi yang ada di Indonesia berjumlah 3.251. Sementara itu, mahasiswa yang terdaftar baik di perguruan tinggi negeri maupun perguruan tinggi swasta berjumlah 7.339.164. 

Hal itu tidak sebanding dengan jumlah yang dikeluarkan oleh Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Ristekdikti) bahwa mahasiswa yang lulus hanya berjumlah 1.521.834. Itu artinya masih ada jutaan mahasiswa yang belum lulus. Akibatnya, muncul fenomena mahasiswa abadi.

Fenomena mahasiswa abadi masih menjadi momok bagi setiap perguruan tinggi. Pasalnya, banyak mahasiswa yang masih stuck pada tugas akhir (skripsi). 

Bahkan, tak sedikit mahasiswa yang didrop out karena tak kunjung menyelesaikan tugas akhirnya. Beberapa hal menjadi alasan mengapa mereka mengalami hal itu, seperti dosen yang sulit ditemui, mahasiswa yang bertolak belakang dengan bidang penulisan, serta skripsi yang tidak sebanding dengan perjuangan selama kuliah.

Mahasiswa, ketika mengerjakan tugas akhir akan memiliki pembimbing skripsi. Pembimbing skripsi bertugas untuk memberi arahan kepada mahasiswanya dalam proses penulisan. 

Namun sayang, tak sedikit dosen yang justru mempersulit proses tersebut. Terbukti masih banyak mahasiswa yang mengeluh karena dosen pembimbing sulit ditemui, sulit dihubungi, sehingga proses penulisan tugas akhir tertunda. 

Tak hanya itu, beberapa dosen memilih untuk bodo amat pada skripsi mahasiswa bimbingannya, mereka tidak serius saat memeriksa skripsi yang telah ditulis. 

Parahnya lagi, ada dosen pembimbing yang tidak konsisten dalam memberikan saran, sehingga mahasiswa merasa kebingungan dalam melanjutkan penulisannya.

Minat dan bakat dianalogikan, ikan mahir dalam berenang sedangkan burung mahir dalam terbang. Hal itu berarti, keduanya memiliki kemampuan yang berbeda. Tidak mungkin ikan dipaksa untuk terbang atau burung dipaksa untuk berenang. Sama halnya dengan mahasiswa. Mereka memiliki kemampuan di bidang masing-masing, tetapi semua mahasiswa diharuskan untuk menguasai bidang menulis. Tugas akhir yang biasa disebut skripsi adalah sebuah keharusan bagi mahasiswa untuk mendapatkan gelar. Padahal, tidak semua mahasiswa mahir dalam menulis. Jika mereka tetap dipaksa untuk membuat tugas akhir dalam bentuk skripsi, hasilnya justru akan kurang maksimal. Bukankah hal itu percuma? Saya pikir akan lebih baik jika tugas akhir mahasiswa dalam bentuk project yang sesuai dengan minat dan bakat. Mengerjakan sesuatu sesuai dengan bidang yang dikuasai akan berdampak baik terhadap mahasiswa itu sendiri dan hasilnya akan lebih maksimal.

Kuliah umumnya ditempuh selama kurang lebih tujuh semester. Mahasiswa mempelajari berbagai mata kuliah sesuai dengan program studinya. Menempuh waktu yang cukup lama dan harus memahami lebih dari satu mata kuliah adalah sebuah perjuangan mahasiswa. Perjuangan tersebut tidak berarti apa-apa jika penentu kelulusan adalah skripsi. Mengapa demikian? Sebab, di dalam satu mata kuliah saja terdapat berbagai macam topik yang dipelajari, sedangkan skripsi hanya memuat satu topik saja. Lantas, topik lain hendak dikemanakan? Itulah mengapa skripsi disebut tidak sebanding dengan perjuangan semasa kuliah. Mahasiswa yang seharusnya lulus karena sudah menyelesaikan sejumlah Satuan Kredit Semester (SKS), justru masih harus memikirkan tugas akhir berupa skripsi. Bisa disebut pula bahwa skripsi hanya memperlambat kelulusan mahasiswa. Sebab tak sedikit yang masih menyandang gelar mahasiswa hingga semester sepuluh karena terhambat pada tugas akhir. Bahkan ada mahasiswa yang terpaksa drop out karena tak kunjung menyelesaikan skripsinya. Miris sekali.

Terkait dengan adanya fenomena mahasiswa abadi yang diakibatkan karena beberapa isu seperti dosen yang mempersulit proses penyelesaian tugas akhir, mahasiswa yang tidak memiliki minat dan bakat pada bidang penulisan, dan skripsi yang membuat perjuangan selama tujuh semester kuliah menjadi sia-sia, maka untuk mengurangi angka peningkatan mahasiswa abadi, peniadaan skripsi perlu dilakukan atau paling tidak skripsi dijadikan sebuah pilihan. Mahasiswa berhak menentukan tugas akhir seperti apa yang akan dilakukan sesuai dengan minat dan bakatnya. Misalnya, mahasiswa yang suka bersosialisasi bisa mengabdi dan mengembangkan sebuah desa atau mahasiswa bisa mengerjakan projcet lainnya sebagai tugas akhir. Skripsi bisa dipilih sebagai tugas akhir jika mahasiswa memang benar-benar menguasai bidang tersebut. Sehingga hasil dari tugas akhir akan jauh lebih maksimal jika menekankan pada minat dan bakat.

Setiap orang memiliki pendapat dan itulah pendapat saya. Pengembangan minat dan bakat lah yang seharusnya dilakukan, bukan justru memaksa mahasiswa untuk mengerjakan sesuatu yang tidak dikuasainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun