Penerapan sistem pembelajaran aktif di Indonesia selama ini belum menekankan pada pengembangan motivasi intrinsik. Pada dasarnya, motivasi intrinsik perlu dikembangkan dalam proses pembelajaran.Â
Hal ini dapat menjadi bekal awal dalam mencapai keberfungsian sistem  pembelajaran aktif. Peserta didik yang memiliki keinginan kuat untuk menguasai bahan pembelajaran akan mampu berusaha mengembangkan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan gaya belajar mereka sehingga tercipta suatu kreativitas, di mana terlepas dari keberadaan fasilitas yang telah tersedia. Adanya kondisi ini akan mampu mengurangi faktor dominansi guru dalam interaksi pembelajaran yang telah diterapkan.
Berdasarkan hasil penelitian Hafzah (2014), ada berbagai kendala dalam proses pembelajaran yang menyebabkan rendahnya motivasi belajar peserta didik, seperti kurang terjalinnya komunikasi yang baik antara pihak pengajar dan pihak yang belajar, sulitnya mata pelajaran, kurangnya perhatian dari pihak pengajar, serta cara penyampaian materi yang membosankan.Â
Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan keberadaan motivasi eksternal. Ketika peserta didik memiliki motivasi intrinsik dalam belajar yang rendah kemudian tidak mendapatkan faktor eksternal pendukung proses pembelajaran, maka hal tersebut akan mampu menimbulkan rendahnya motivasi peserta didik dalam mengeksplorasi pendidikan.
Brophy (dalam Hafzah, 2014) menjelaskan bahwa motivasi belajar melibatkan tujuan-tujuan belajar dan strategi yang berkaitan dalam mencapai tujuan belajar tersebut. Hal itu berarti bahwa peserta didik perlu menemukan tujuan mereka belajar terlebih dahulu untuk mampu menciptakan strategi pembelajaran yang sesuai.Â
Dengan mengenali lebih awal terhadap tujuan dari proses belajar, maka peserta didik akan mampu mempersiapkan diri atas kendala-kendala yang menghambat tujuan pembelajaran mereka untuk dapat terpenuhi.
Kegigihan dalam mencapai tujuan pembelajaran perlu ditanamkan pada peserta didik sejak dini. Dalam proses tersebut, dibutuhkan adanya keberanian dalam  menjalankan strategi pembelajaran.Â
Selain itu, perasaan aman diperlukan sebagai dasar dari keberanian peserta didik  agar dapat mengeksplorasi hal yang ingin mereka kuasai secara maksimal. Perasaan aman tersebut perlu diciptakan sedini mungkin, terutama dari orang-orang terdekat mereka.
Pola Asuh Secure Attachment sebagai Bekal Pembelajar Aktif
Berdasarkan Bronfenbrenner's Ecological Theory of Development (dalam Santrock, 2014), keluarga berada pada lingkup mikrosistem anak. Hal tersebut menunjukkan bahwa keluarga merupakan caregiver di lingkungan terdekat anak yang memberikan pengaruh terbesar di awal perkembangan.Â
Pada dasarnya, keluarga terdiri dari orang tua. Peran orang tua inilah yang memberikan  bekal mendasar kepada anak, yang meliputi tumbuhnya perasaan
aman pada anak.