Meskipun globalisasi membawa pengaruh luar, beberapa masyarakat dapat melihat globalisasi sebagai ancaman terhadap identitas dan keberlanjutan budaya mereka.
Dalam upaya untuk mempertahankan identitas, beberapa masyarakat dapat memperkuat sistem hukum tradisional mereka.
- Ketidaksetaraan dan Ketidakadilan:
Ketidaksetaraan ekonomi dan sosial dapat menyebabkan kelompok masyarakat tertentu merasa bahwa sistem hukum resmi tidak memberikan perlindungan yang cukup.
Sistem hukum tradisional bisa dianggap sebagai alternatif yang lebih adil atau relevan untuk menyelesaikan konflik atau menegakkan keadilan.
Legal pluralisme bukanlah fenomena yang homogen dan dapat bervariasi antar masyarakat. Perubahan sosial, ekonomi, dan politik dapat mempengaruhi dinamika legal pluralisme dari waktu ke waktu. Artinya dengan keberagaman hukum beragamnya aturan serta perundang undangannya malah menjadi semakin bagus untuk sebuah tatanan masyarakat yang Sejahtera karena aturan dan hukum tidak hanya 1 aturan untuk mengatur bidang kehidupan akan tetapi lebih banyak, lebih kompleks. Maka daripada itu kita sebagai masyarakat Indonesia haruslah menerapkan prinsip kesatuan dan persatuan serta memiliki sikap toleransi yang kuat. Legal pluralisme dapat membawa tantangan dalam hal kepastian hukum dan perlindungan hak asasi manusia, tetapi pada saat yang sama, juga dapat mencerminkan upaya untuk mengakomodasi dan menghormati keragaman dalam masyarakat.
C. Kritik Legal Pluralisme Terhadap Sentralisme Hukum Dalam Masyarakat dan Kritik Progressive Law Terhadap Perkembangan Hukum di Indonesia?
Kritik Pluralisme Hukum Terhadap Sentralisasi Masyarakat
-Pluralisme hukum dapat diniliai bahwa tidak ada penekanan dalam batasan-batasan terhadap istilah hukum yang telah digunakan
-Pluralisme hukum belum bisa ataupun dianggap kurang efektif terhadap pertimbangan faktor - faktor sosial, ekonomi dan lain-lain yang kemungkinan dapat mempengaruhi terjadinya sentralisasi hukum dan pluralisme hukum
Progresif Law Terhadap Perkembangan Hukum di Indonesia
penegakan hukum progresif mengkritik serta menempatkan kepentingan dan  agar kebutuhan manusia/rakyat sebagai titik orientasinya, karena aparatur penegak hukum harus memiliki kepekaan pada persoalan-persoalan yang timbul dalam hubungan-hubungan manusia. Salah salah satu persoalan krusial dalam konteks itu ialah keterbelengguan manusia dalam struktur-struktur yang menindas baik politik, ekonomi, sosial budaya, maupun oleh hukum yang manipulatif. Dalam kondisi-kondisi tersebut, keberadaan hukum progresif harus menjadi institusi yang emansipatoris yang membawa pemberdayaan. Konsep kesamaan (aquality) yang didasarkan pada kolektivitas atau komunitas (group related equality) dan bukan individu sebagai unit (individual equality). Aksi-aksi afirmatif penegakan hukum hukum HAM progresif didukung oleh keinginan untuk mendayagunakan hukum HAM bagi kepentingan rakyat yang lemah atau rentan.