Abstrak
Kekerasan Berbasis Sex Online (KBGO) menjadi fenomena yang semakin mendesak di zaman maju , di mana kekerasan terhadap individu berdasarkan jenis kelamin atau identitas seks sering kali terjadi melalui media komputerisasi . Artikel ini membahas peran etika profesi dan hukum pidana dalam menangani kasus KBGO. Etika profesi menuntut para profesional di bidang media, teknologi, dan hukum untuk bertanggung jawab dalam mengelola konten dan menangani korban dengan empati serta melindungi hak privasi dan keselamatan individu. Dalam ranah hukum pidana, peraturan seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) memberikan dasar hukum untuk menuntut pelaku KBGO dan memberikan perlindungan kepada korban. Meskipun terdapat kerangka hukum yang jelas, tantangan utama terletak pada penerapan hukum yang efektif di dunia maya yang anonim. Oleh karena itu, kolaborasi antara berbagai pihak, termasuk pemerintah, sektor teknologi, dan masyarakat sipil, sangat penting untuk menciptakan ruang terkomputerisasi yang aman dan mengurangi dampak KBGO.
Kata Kunci:
Kekerasan Berbasis Orientasi Seksual Online, Etika Profesi, Hukum Pidana, Perlindungan Korban, Undang-Undang ITE.
Â
Pendahuluan
Kekerasan berbasis gender online (KBGO) merujuk pada segala bentuk kekerasan yang dilakukan melalui media digital dengan motif atau dampak terhadap individu berdasarkan jenis kelamin atau identitas gendernya. Di dunia yang semakin terhubung dengan internet, KBGO telah menjadi masalah yang semakin mendesak, dengan beragam dampak buruk, seperti pelecehan, ancaman, dan eksploitasi seksual. Untuk mengatasi masalah ini, dua aspek penting yang perlu diperhatikan adalah etika profesi dan hukum pidana. Kedua aspek ini memainkan peran penting dalam menanggulangi KBGO dan memberikan perlindungan kepada korban.
*Etika Profesi dalam Menanggapi KBGO
Etika profesi mengacu pada pedoman moral dan standar profesional yang diharapkan diikuti oleh individu dalam menjalankan profesinya. Dalam konteks kasus KBGO, beberapa profesi yang terlibat langsung, seperti profesional di bidang media, teknologi, hukum, dan psikologi, memiliki tanggung jawab moral dan sosial yang besar untuk menangani dan mencegah terjadinya kekerasan berbasis gender online.
*Tanggung Jawab Profesional
Jurnalis dan Media: Dalam peran mereka sebagai penyebar informasi, jurnalis dan media harus berhati-hati dalam menulis dan menyebarkan berita yang berpotensi merugikan korban KBGO. Etika profesi jurnalistik menuntut agar berita yang disampaikan tidak mendiskreditkan atau memperburuk keadaan korban, seperti mengungkap identitas korban tanpa izin atau mempublikasikan gambar atau video kekerasan.
Profesi Teknologi dan Platform Digital: Perusahaan teknologi dan penyedia platform digital, seperti media sosial, juga memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan lingkungan online yang aman. Mereka harus menerapkan kebijakan yang jelas terkait dengan larangan pelecehan berbasis gender dan berusaha untuk mengidentifikasi serta menanggapi pelaku kekerasan dengan cepat. Kebijakan moderasi konten yang baik dan perlindungan data pribadi pengguna juga penting untuk menghindari penyalahgunaan.
Profesi Hukum: Pengacara dan aparat penegak hukum perlu menjalankan profesinya dengan penuh integritas dalam menangani kasus KBGO. Mereka harus memastikan bahwa korban mendapatkan perlindungan hukum yang adil dan tepat, serta memperlakukan korban dengan rasa empati dan sensitif terhadap kondisi psikologis mereka. Selain itu, mereka harus berperan aktif dalam memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai hak-hak mereka terkait kekerasan berbasis gender.
*Hukum Pidana dan KBGO
Secara hukum, KBGO dapat dikenakan sanksi pidana yang cukup berat, tergantung pada jenis kekerasan yang dilakukan. Hukum pidana di Indonesia, melalui berbagai undang-undang, menyediakan landasan untuk menuntut pelaku KBGO dan memberikan perlindungan kepada korban.
*Kerangka Hukum yang Berlaku
Undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik): UU No. 11 Tahun 2008 yang diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengatur mengenai tindak pidana yang terjadi di dunia maya, termasuk penyebaran konten yang merugikan pihak lain. Dalam konteks KBGO, UU ITE dapat digunakan untuk menuntut pelaku yang melakukan perundungan, pencemaran nama baik, atau penyebaran konten seksual tanpa persetujuan korban.
UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT): Meskipun awalnya lebih fokus pada kekerasan fisik dalam rumah tangga, UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dapat diadaptasi untuk menangani kekerasan berbasis gender yang terjadi dalam ruang digital, termasuk kekerasan emosional dan psikologis melalui media online.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP): KUHP juga mengatur mengenai pencemaran nama baik, ancaman, serta pelecehan seksual, yang dapat dijadikan dasar untuk menuntut pelaku kekerasan berbasis gender di dunia maya.
Perlindungan Data Pribadi: Di Indonesia, adanya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang disahkan pada tahun 2023 semakin menambah lapisan perlindungan terhadap individu di dunia maya, dengan mengatur bagaimana data pribadi harus dikelola dengan baik oleh platform digital untuk menghindari eksploitasi dan kekerasan berbasis gender.
*Sanksi Pidana
Sanksi pidana bagi pelaku KBGO dapat berupa hukuman penjara atau denda, tergantung pada jenis pelanggaran yang dilakukan. Misalnya, pelaku yang menyebarkan konten pornografi atau melakukan perundungan online dapat dijerat dengan hukuman penjara hingga 6 tahun dan denda besar menurut UU ITE. Begitu juga dengan pelaku yang melakukan pencemaran nama baik atau penghinaan di dunia maya, yang dapat dijerat dengan pasal pencemaran nama baik dalam KUHP.
*Tantangan dan Solusi
Meskipun sudah ada regulasi yang mengatur mengenai KBGO, tantangan besar masih dihadapi dalam implementasi hukum, karena dunia maya memiliki karakteristik yang memungkinkan pelaku untuk anonim dan sulit dilacak. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, sektor teknologi, dan masyarakat sipil sangat penting. Edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya KBGO dan pentingnya etika digital juga harus diperkuat.
Metode penelitianÂ
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran etika profesi dan hukum pidana dalam menangani kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) serta untuk mengeksplorasi tantangan yang dihadapi dalam implementasi kebijakan hukum yang ada. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana hukum dan etika profesi dapat berkontribusi dalam mencegah dan menangani KBGO, serta memberikan rekomendasi untuk perbaikan kebijakan dan praktek profesional.Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif analitis. Pendekatan ini dipilih karena penelitian bertujuan untuk menggambarkan dan menganalisis peran etika profesi dan hukum pidana dalam kasus KBGO secara mendalam.
Wawancara mendalam dengan praktisi hukum, pengacara, jurnalis, dan profesional teknologi yang terlibat dalam penanganan kasus KBGO. Wawancara dengan korban KBGO, apabila memungkinkan, untuk menggali perspektif langsung mengenai dampak kekerasan dan peran hukum serta etika profesi dalam membantu mereka. Dokumen hukum, seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi.
Hasil penelitianÂ
Kemajuan teknologi digital membawa berbagai manfaat bagi kehidupan manusia. Namun, di sisi lain, perkembangan ini juga menciptakan tantangan baru, salah satunya adalah fenomena Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO). Kasus-kasus KBGO mencakup penyebaran konten pribadi tanpa izin, ancaman, pelecehan verbal, hingga eksploitasi seksual dalam ruang digital. Dalam perspektif etika profesi dan hukum pidana, KBGO menjadi isu yang semakin relevan untuk dibahas.
KBGO dalam Perspektif Etika Profesi
Para profesional di bidang teknologi, hukum, dan komunikasi memiliki peran penting dalam mencegah dan menangani kasus KBGO. Dalam kode etik profesi, terdapat prinsip-prinsip mendasar seperti integritas, tanggung jawab, dan penghormatan terhadap privasi yang harus dipatuhi.
Profesional TI: Mereka memiliki tanggung jawab untuk memastikan platform digital yang mereka kembangkan aman dari penyalahgunaan. Desain keamanan siber yang lemah dapat membuka peluang bagi pelaku KBGO untuk menyebarkan konten ilegal.
Profesional hukum: Advokat dan konsultan hukum memiliki kewajiban moral untuk mendampingi korban KBGO dengan empati dan profesionalisme. Mereka juga harus memahami perkembangan hukum pidana terkait KBGO untuk memberikan perlindungan yang maksimal.
Profesional media: Dalam melaporkan kasus KBGO, jurnalis harus mematuhi prinsip-prinsip jurnalistik, seperti melindungi identitas korban dan menghindari sensasionalisme.
Kelalaian dalam menjalankan tanggung jawab etis ini tidak hanya mencederai profesi, tetapi juga dapat memperburuk situasi korban dan bahkan melanggar hukum.
KBGO dan Implikasi Hukum Pidana
Di Indonesia, berbagai aturan hukum telah dirancang untuk menangani KBGO, meskipun implementasinya masih menghadapi tantangan besar. Beberapa peraturan yang relevan meliputi:
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE): Pasal 27 ayat (1) UU ITE melarang distribusi informasi elektronik yang memiliki muatan pelanggaran kesusilaan. Pelaku KBGO yang menyebarkan foto atau video tanpa izin dapat dijerat dengan undang-undang ini.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP): KUHP mengatur pasal-pasal terkait pencemaran nama baik, ancaman, dan pemerasan yang juga sering terjadi dalam kasus KBGO.
Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT): KBGO yang terjadi dalam lingkup keluarga dapat dijerat dengan UU PKDRT, terutama jika melibatkan ancaman atau eksploitasi seksual.
Undang-Undang Perlindungan Anak (UU No. 35 Tahun 2014): Jika korban KBGO adalah anak di bawah umur, pelaku dapat dijerat dengan sanksi yang lebih berat berdasarkan UU Perlindungan Anak.
Meski regulasi sudah tersedia, tantangan utama dalam penanganan KBGO adalah minimnya pemahaman masyarakat dan aparat penegak hukum mengenai kompleksitas kasus ini. Korban sering kali kesulitan melapor karena stigma sosial atau kekhawatiran terhadap proses hukum yang panjang.
Tantangan Penegakan Etika dan Hukum
Dalam praktiknya, baik etika profesi maupun hukum pidana menghadapi tantangan besar dalam menangani KBGO. Beberapa tantangan tersebut meliputi:
Kurangnya Edukasi: Banyak profesional tidak sepenuhnya memahami tanggung jawab mereka dalam mencegah KBGO. Misalnya, pengembang teknologi sering kali lebih fokus pada aspek komersial daripada keamanan pengguna.
Stigma Sosial: Korban KBGO sering kali disalahkan atau dianggap mempermalukan dirinya sendiri. Hal ini bertentangan dengan prinsip-prinsip etika profesi yang mengutamakan perlindungan korban.
Kesenjangan Hukum: Meski UU ITE dan regulasi terkait telah ada, sering kali terjadi kesalahan interpretasi hukum. Misalnya, pasal-pasal UU ITE sering digunakan untuk menuntut korban yang mencoba membela diri.
Anonimitas Pelaku: Dalam banyak kasus KBGO, pelaku memanfaatkan anonimitas dunia maya untuk menghindari identifikasi. Hal ini menyulitkan aparat penegak hukum untuk membawa pelaku ke pengadilan.
Solusi dan Rekomendasi
Untuk mengatasi KBGO, diperlukan upaya kolaboratif antara berbagai pihak, termasuk pemerintah, profesional, dan masyarakat. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil:
Penguatan Pendidikan Etika Profesi: Para profesional harus mendapatkan pelatihan khusus mengenai tanggung jawab mereka dalam mencegah KBGO. Ini mencakup pelatihan keamanan siber untuk profesional TI, pemahaman hukum untuk advokat, dan etika peliputan untuk jurnalis.
Revisi dan Harmonisasi Regulasi: Pemerintah perlu memperbaiki celah dalam UU ITE dan regulasi lain yang terkait. Fokus utama adalah memastikan perlindungan maksimal bagi korban KBGO dan memberikan sanksi yang adil bagi pelaku.
Peningkatan Kapasitas Aparat Penegak Hukum: Aparat hukum perlu diberikan pelatihan intensif mengenai cara menangani KBGO secara sensitif dan profesional. Teknologi canggih seperti digital forensik juga perlu diadopsi untuk melacak pelaku.
Edukasi Publik: Masyarakat harus diberi pemahaman yang lebih baik mengenai KBGO, termasuk cara melaporkan kasus dan mendukung korban. Kampanye kesadaran publik dapat membantu mengurangi stigma sosial terhadap korban.
Kesimpulan
KBGO adalah masalah serius yang membutuhkan perhatian dari berbagai pihak. Etika profesi memainkan peran penting dalam memastikan bahwa individu dalam profesi terkait menangani kasus ini dengan integritas dan rasa tanggung jawab. Sementara itu, hukum pidana menyediakan kerangka untuk memberikan sanksi kepada pelaku kekerasan berbasis gender online. Kerja sama antara berbagai pihak, termasuk profesional, penegak hukum, dan masyarakat, sangat diperlukan untuk menciptakan ruang digital yang aman bagi semua.
ReferensiÂ
UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016.
UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) Tahun 2023.
Komnas Perempuan, Laporan Tahunan Kekerasan Berbasis Gender, 2023.
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), "Kekera
san Berbasis Gender Online: Pemahaman Hukum dan Etika Profesi", 2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H