Kemudian dilanjutkan ke tahapan penyusunan Rencana Kerja Perangkat Daerah (RKPD) kemudian dilanjutkan ke penyusunan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS).
Kemudian dilanjutkan dengan penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) kemudian dilanjutkan dengan penyusunan Rancangan Penjabaran APBD. Dari sini saja mulai dari Musrenbang sampai lahirnya APBD melewati 4 tahapan.Â
Di pertengahan tahun ada lagi proses penyusunan Rancangan Perubahan APBD yang didahului sebelumnya dengan Perubahan RKPD, Perubahan KUA-PPAS. Berapa bulan waktu yang dihabiskan untuk memperoleh APBD dan Perubahan APBD ? Apakah ini sudah sejalan dengan Instruksi Presiden Joko Widodo tentang penyederhanaan birokrasi ?
Saya pribadi memandang bahwa tahapan penyusunan RKPD dan KUA-PPAS merupakan langkah atau tahapan yang tidak efisien. Kedua tahapan ini dihapuskan saja. Tahapan perencanaan anggaran cukup dengan Musrenbang setelah itu langsung dilakukan penyusunan Rancangan APBD.Â
Musrenbang dilakukan di bulan september, penyusunan Rancangan APBD dilakukan di bulan Oktober, pembahasan Rancangan APBD di DPRD dilakukan di bulan November dan penyusunan Penjabaran APBD dilakukan di bulan Desember.Â
Dengan demikian maka di bulan Januari sudah bisa dilakukan tender proyek atau proses pengadaan/penunjukan langsung untuk proyek kecil. Dengan efisiensi model seperti ini maka Badan Perencanaan Pembangunan Daerah bisa dimerger dengan Badan Pengelolaan Keuangan Daerah menjadi satu perangkat daerah.
Pada pengelolaan organisasi maupun pengisian jabatan masih banyak ditemukan ketidakefisienan. Untuk penyusunan organisasi mempedomani Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 2016 tentang Perangkat Daerah yang telah dirubah dengan Peraturan Pemerintah nomor 72 tahun 2019.Â
Penempatan jabatan dalam organisasi diatur dengan UU nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Pemerintah nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen PNS sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah nomor 17 tahun 2020.Â
Salah satu ketidakefisienan dalam organisasi dan kepegawaian adalah tidak adanya pola promosi jabatan dan pola karir yang diatur secara nasional sehingga mutasi jabatan terjadi tidak teratur waktunya dan tidak teratur pola promosinya.Â
Seseorang bisa diangkat dalam jabatan dan bisa dicopot dari jabatan tanpa alasan yang jelas. Bisa ditempatkan pada posisi yang belum tentu sesuai dengan kapasitas, pengalaman dan latar belakang disiplin ilmu yang dimilikinya.Â
Ketiadaan pola promosi jabatan dan pola karir ini membuat banyak PNS stres dan harus menempuh jalan di luar peraturan untuk memperoleh jabatan seperti pendekatan pribadi ataupun pendekatan kelompok bahkan pendekatan politik yang ternyata jauh lebih efektif daripada yang sudah digariskan pada UU nomor 5 tahun 2014 maupun PP nomor 72 tahun 2019.Â