Mohon tunggu...
Sitti Rahma
Sitti Rahma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa IAIN BONE

Seorang mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dasar Redistribusi Kekayaan dalam Perspektif Islam

14 Januari 2025   08:16 Diperbarui: 14 Januari 2025   08:16 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dalam Islam, distribusi kekayaan merujuk pada distribusi kekayaan yang adil dan merata kepada semua anggota masyarakat. Tujuan dari distribusi kekayaan ini adalah untuk mempromosikan kerja sama tim. Dalam Islam, distribusi kekayaan dilakukan melalui sejumlah mekanisme, termasuk zakat, wakaf, sedekah, infak, warisan, hibah, pajak, dan kontribusi wajib. Prinsip-prinsip distribusi kekayaan dalam Islam adalah: Mematuhi etika dan norma-norma Islam, Keadilan, Pemerataan, dan Kebebasan melakukan aktivitas ekonomi. Islam juga mengajarkan orang bagaimana berbisnis dan bekerja dengan tekun untuk menghormati halal hearth. Setiap kekayaan yang tersedia harus dipilih, yaitu halal dan sesuai.

Redistribusi kekayaan dalam Islam bertujuan untuk mencapai keadilan sosial, meminimalkan kesenjangan ekonomi, dan memastikan kesejahteraan masyarakat secara merata. Prinsip utamanya adalah bahwa semua kekayaan sebenarnya adalah milik Allah SWT, sementara manusia hanya ditugaskan untuk mengelolanya dengan penuh tanggung jawab

1. Tauhid Sebagai Pondasi Utama

Tauhid, yang menekankan keimanan kepada Allah SWT, merupakan dasar dari sistem ekonomi Islam. Pandangan ini menegaskan bahwa semua kekayaan hanyalah amanah yang diberikan oleh Allah, sehingga penggunaannya harus sesuai dengan petunjuk-Nya. Dalam Al-Qur'an dijelaskan:

> "Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, serta keluarkan sebagian dari harta yang telah Allah titipkan kepada kalian." (QS. Al-Hadid: 7).

Tauhid adalah pokok ajaran Islam. Tauhid adalah keyakinan bahwa Allah SWT adalah satu-satunya Tuhan yang Maha Esa, pencipta, dan penguasa alam semesta. Menurut syahadat, tauhid adalah dasar kehidupan dan cara hidup seorang Muslim. Tauhid bukan hanya sekadar respons lisan, tetapi juga respons ibadah yang ditujukan hanya kepada Allah, cara hidup yang mematuhi hukum-hukum-Nya, dan pengabdian penuh kepada-Nya. Konsep ini mendorong harmoni sosial, tanggung jawab berbagi, dan perilaku etis, menjadikan tauhid sebagai alat utama untuk menciptakan kehidupan yang harmonis dan damai.

Keimanan ini menanamkan rasa tanggung jawab kepada individu untuk menggunakan hartanya dengan bijak, terutama demi kepentingan masyarakat luas.

2. Zakat: Instrumen Utama dalam Distribusi Kekayaan

Zakat merupakan rukun islam yang ketiga yang wajib dilaksanakan oleh orang muslim yang mampu sebagai bentuk ibada social. Zakat adalah kewajiban religius yang memiliki peran strategis dalam redistribusi ekonomi. Fungsinya tidak hanya untuk membersihkan harta pemiliknya, tetapi juga untuk mendukung kelompok masyarakat yang kurang mampu.

Dalam Islam, zakat dikenakan pada harta tertentu, seperti emas, hasil panen, dan pendapatan. Distribusi dana zakat ini diatur dengan jelas untuk delapan kelompok penerima manfaat, sebagaimana tertuang dalam Al-Qur'an:

> "Zakat itu hanyalah untuk orang fakir, miskin, pengurus zakat, orang yang dilunakkan hatinya (muallaf), untuk memerdekakan budak, membantu orang yang berhutang, di jalan Allah, dan musafir yang membutuhkan." (QS. At-Taubah: 60).

Dengan zakat kekayaan yang beredar di kalangan tertentu didistribusikan kepada delapan golongan penerima zakat (asnaf). Melalui sistem ini, kekayaan yang terkumpul dari orang yang mampu dapat disalurkan kepada mereka yang lebih membutuhkan, menciptakan kesetaraan dalam masyarakat.

3. Wakaf: Sarana Keberlanjutan Ekonomi

Wakaf merupakan sumbangan aset yang digunakan untuk kepentingan umum. Dalam Islam, wakaf memiliki tujuan pemberdayaan ekonomi jangka panjang. Aset wakaf, seperti tanah atau bangunan, tidak boleh diperjualbelikan, tetapi hasilnya dapat digunakan untuk membiayai kegiatan sosial seperti pendidikan, kesehatan, atau pembangunan fasilitas umum.

Keunikan wakaf terletak pada kemampuannya menciptakan manfaat yang berkelanjutan. Sebagai contoh, wakaf tanah yang dikelola untuk pertanian dapat menghasilkan panen yang digunakan untuk membantu masyarakat miskin secara konsisten.

4. Larangan Riba untuk Mencegah Ketidakadilan

Riba, secara umum adalah tambahan yang diambil dalam utang atau transaksi ekonomi, dan agama Islam secara tegas melarang melakukannya karena menyebabkan ketidakadilan. Larangan ini bertujuan untuk mencegah eksploitasi, yaitu situasi di mana pihak yang meminjamkan memperoleh keuntungan yang berlebihan tanpa mengambil risiko apa pun, sementara peminjam dikenakan beban yang tidak adil. Selain itu, riba memperparah disparitas ekonomi dengan mengakumulasi kekayaan pada segelintir individu. Sebaliknya, agama Islam menganjurkan sistem adil seperti mudharabah, yang berarti memberi dan musyarakah, yang didasarkan pada keadilan dan tanggung jawab bersama, yang menghasilkan keseimbangan ekonomi dan harmoni sosial.

Islam dengan tegas melarang riba karena dianggap menciptakan ketimpangan ekonomi. Dalam sistem berbasis bunga, orang kaya cenderung mendapatkan keuntungan besar tanpa risiko, sementara pihak yang kurang mampu semakin terbebani.

Larangan ini tercermin dalam Al-Qur'an:

> "Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (QS. Al-Baqarah: 275).

Sebagai alternatif, Islam menawarkan sistem bagi hasil melalui akad seperti mudharabah dan musyarakah, di mana risiko dan keuntungan dibagi secara adil antara para pihak.

5. Pajak dalam Islam: Kharaj dan Jizyah

Dalam konteks keuangan publik, Islam mengenal kharaj dan jizyah sebagai bentuk kontribusi pajak:

Kharaj: Pajak tanah yang digunakan untuk membiayai kebutuhan umum, termasuk infrastruktur dan layanan sosial.

Jizyah: Pajak khusus untuk warga non-Muslim yang tinggal di wilayah negara Islam, yang membebaskan mereka dari kewajiban militer maupun zakat.

Sistem pajak ini mencerminkan prinsip keadilan sosial, di mana setiap orang memberikan kontribusi berdasarkan kapasitas mereka.

6. Larangan Penimbunan Kekayaan Berlebihan

Islam melarang penimbunan kekayaan secara tidak produktif (iktinaz). Menyimpan kekayaan tanpa dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Firman Allah SWT menyatakan:

> "Dan orang-orang yang menimbun emas dan perak serta tidak membelanjakannya di jalan Allah, akan mendapat azab yang pedih." (QS. At-Taubah: 34).

Prinsip ini mendorong para pemilik harta untuk menginvestasikan kekayaan mereka dalam kegiatan ekonomi yang memberikan manfaat bagi masyarakat luas.

7. Pengawasan Melalui Hisbah

Islam mengenal lembaga hisbah yang bertanggung jawab mengawasi perdagangan dan aktivitas ekonomi lainnya. Lembaga ini memastikan bahwa praktik bisnis berlangsung secara adil dan bebas dari kecurangan, penimbunan, atau eksploitasi.

Dengan keberadaan hisbah, distribusi kekayaan di masyarakat menjadi lebih merata, karena pasar berjalan secara transparan dan etis.

8. Infaq dan Sedekah Sebagai Solidaritas Sukarela

Selain instrumen wajib seperti zakat, Islam menganjurkan umat untuk bersedekah dan berinfaq secara sukarela. Sedekah, meskipun tidak diwajibkan, memiliki dampak besar dalam mendukung kelompok masyarakat rentan.

Allah SWT berfirman:

> "Orang-orang yang membelanjakan hartanya di jalan Allah ibarat sebutir benih yang menghasilkan tujuh bulir; setiap bulir memiliki seratus biji." (QS. Al-Baqarah: 261).

Kedermawanan ini memperkuat solidaritas sosial, mempererat hubungan antarindividu, dan mengurangi ketimpangan sosial secara signifikan.

Kesimpulan

Fondasi redistribusi kekayaan dalam Islam berfokus pada prinsip keadilan, keberlanjutan, dan kesejahteraan masyarakat secara kolektif. Dengan instrumen seperti zakat, wakaf, pelarangan riba, serta sistem pajak berbasis keadilan, Islam menciptakan model ekonomi yang inklusif.

Mengintegrasikan prinsip-prinsip ini ke dalam sistem modern dapat memberikan solusi efektif untuk mengatasi ketimpangan ekonomi dan menciptakan tatanan masyarakat yang lebih sejahtera dan berkeadilan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun