Mohon tunggu...
Rahmawati Atjo
Rahmawati Atjo Mohon Tunggu... Lainnya - Menulislah, Karena Kau Bukan Anak Raja

Komunitas Aktif Menulis

Selanjutnya

Tutup

Money

Kebingungan Menuju Kebuntuan dalam Menopang APBN

20 Februari 2021   10:55 Diperbarui: 20 Februari 2021   11:17 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada portal Kompas.com  edisi  enam belas februari kemarin memberitakan, bahwa  Kemenkeu menyatakan lembaga pengelola investasi (LPI) bukan bertujuan mencari pinjaman melainkan investasi. Lebih jelasnya disampaikan bahwa LPI ini akan mengajak orang-orang untuk berinvestasi bersama sehingga ketergantungan kepada pinjaman akan terhindar. Maka personil LPI terpilih terdiri dari Dewan Pengawas dan Dewan Direksi adalah orang-orang yang telah berpengalaman di kancah profesional internasional.

Menelisik lebih jauh terkait  LPI,  sebenarnya ini merupakan  upaya yang dilakukan untuk mencari alternatif dalam menopang keuangan negara. Sebagai langkah awal, lembaga ini diberi modal untuk bekerja. Artinya, ada ongkos yang harus dikeluarkan lagi disaat kondisi APBN defisit. Telah pula dinyatakan Kemenkeu bahwa sekitar 956,3 T anggaran mengalami  defisit sepanjang 2020 (nasional.kontan.co.id). Tentu cara ini tidak cukup solutif dalam menyelesaikan masalah finansial negara.

Selain menambah beban negara, orientasi  lembaga ini adalah investasi. Jelas investasi menunjukan kelemahan, terlebih investasi yang bergerak ada pengelolaan sumber daya alam tentu tidak dibenarkan dalam syariah kaffah. Belum lagi dari sisi kemandirian, ketergantungan, bahkan negara bisa berada di jurang interfensi.  Lihat saja berapa  banyak TKA harus masuk ke Indonesia di masa pandemi ketika harus menambah tenaga kerja. Sementara data statistik per agustus 2020 menunjukkan penganguran di negara ini mencapai angka 9,77 juta jiwa (money.kompas.com, 8/1/2021). Jangankan melarang, menunda pun tak bisa. Ini memperlihatkan negara sungguh tak berdaya.

Bila saja alasan tenaga indonesia belum mecapai standar maka seharusnya solusi yg diambil tentu bukan mendatangkan TKA, namun melatih tenaga kerja indonesia sesuai proyeksi masing-masing usaha.  Bila ini terpenuhi maka serapan tenaga kerja pun jauh lebih baik.  Namun dengan kebijakan ekonomi kapitalis yang diadopsi, maka keberpihakan penguasa hanya pada pengusaha saja.

*Solusi Syariah Kaffah *

Islam yang turun dengan lengkap telah terlihat warnanya dengan berjaya hampir 1400 tahun. Memiliki sistem ekonomi tahan banting dan anti krisis. Ketika pun akirnya Islam runtuh kala itu, bukan karena ajarannya yang abal-abal, namun kaum muslim meninggalkan ajaran agamanya bahkan dipaksa untuk  meninggalkan. Akankah ia kembali berjaya? Insya Allah.

Berkaitan dengan kondisi ekonomi yang melanda hampir semua negeri tentu disebabkan karena mereka mengadopsi sistem ekonomi kapitalis yang berbasis uang kertas tanpa jaminan emas, juga kebijakan pajak sebagai sumber dalam APBN. Ditambah dengan sistem perbankan dan lembaga keuangan dalam simpan pinjam berpijak pada mekanisme riba. Selain semua berada diluar jalur syariah. Praktek-praktek ekonomi yang dijalankan telah menuai krisis, defisit, termasuk kebingungan di kalangan ekonom dan pemerintah untuk mencari solusi, padahal solusi Islam sangat gamblang, jelas  dan solutif tentu.

Indonesia menerapkan kebijakan fiskal berupa penarikan pajak. Sementara dalam Islam, pajak atau dhoribah hanya akan diberlakukan saat situasi-situasi mendesak kepada orang-orang kaya dan muslim saja. ini jelas akan mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat tanpa dibebani oleh pajak pada semua usaha maupun barang-barang pribadi.

Sedangkan kebijakan moneter yang diambil dalam rangka menjaga kestabilan uang, dimana alat tukar yang digunakan berbasis kertas, tentu ini merupakan kebocoran nyata. Bagaimana bisa menjaga kestabiilan, sementara uangnya cenderung tidak stabil disebabkan karena berbasis kertas yang itu secara intrinsik tidak memiliki nilai. Salah satu tujuan adanya kebijakan moneter juga adalah menjaga tersedianya uang juga distribusinya . Dalam Islam sendiri ada larangan untuk melakukan penimbunan uang atau kanzu maal.

"Orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkan keduanya di jalan Allah, maka beritahulah mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih." (QS. At-taubah : 34).

Dengan tidak menimbun harta, maka distribusi uang tentu lebih merata. Berbeda yang terjadi saat ini. Uang di masyarakat bertumpuk pada pemodal-pemodal besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun