Mohon tunggu...
Rahmaa
Rahmaa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Psikologi Universitas Ahmad Dahlan

Mahasiswa aktif Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Iman kepada Qadha dan Qadar: Obat Ampuh untuk Overthinking

20 Januari 2025   16:41 Diperbarui: 21 Januari 2025   11:06 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin pesat serta arus informasi yang semakin tidak terarah, manusia banyak membandingkan dirinya dengan orang lain yang sebagian besar akan berujung pada munculnya rasa insecure. Selain itu, overthinking berupa kekhawatiran akan ketidakpastian masa depan juga turut menghantui setiap langkahnya. Hal tersebut menjadi salah satu dari beberapa penyebab terganggunya kesehatan mental seseorang yang jika dibiarkan begitu saja maka akan mengganggu ketenangan hidupnya. Maka dari itu, sebagai manusia khususnya umat muslim, kita wajib mengimani rukun iman ke-6 yaitu iman kepada qadha dan qadar yang akan membantu kita dalam menghadapi segala ketidakpastian akan masa depan sehingga tidak muncul segala kekhawatiran tersebut.

Mengutip dari pemaparan M. Fathi Dikla & Abdul Rasyid Ridho (2024) pada artikelnya yang bertajuk Qadha dan Qadar Manusia dalam Al-Quran, konsep qadha dan qadar merupakan aspek fundamental dalam ajaran Islam yang membentuk keyakinan manusia. Qadha secara etimologi memiliki arti hukum, ketentuan, keputusan, ketetapan terhadap suatu perkara. Sedangkan Qadar berasal dari kata Qudrah dan bisa juga dari Taqdir. Qadha merupakan peristiwa di alam semesta yang keberadaannya dalam lingkup pengetahuan dan kehendak Allah. Sedangkan qadar merupakan ukuran, takaran, pembagian dari ketentuan yang sesuai dengan qadha. Kemudian menurut istilah, qadha merupakan pengetahuan Allah terhadap peristiwa yang telah terjadi, tengah terjadi, dan akan terjadi (keputusan Allah) dan qadar merupakan ketentuan yang Allah berlakukan sesuai dengan pengetahuan atau kehendak Allah (J. Nabiel Aha Putra & Moch Ali Mutawakkil, 2020).

Allah telah menentukan takdir setiap manusia bahkan setiap makhluk ciptaannya jauh sebelum manusia atau makhluk tersebut diciptakan. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr bin Ash yang berbunyi: 

"Aku pernah mendengar Rasulullah SAW. bersabda: 'Allah telah menetapkan takdir makhluk ini sebelum Dia menciptakan langit dan bumi dalam jarak waktu lima puluh ribu tahun. Dan 'Arsy-Nya di atas air.'" (HR. Muslim, Tirmidzi, dan Ahmad). 

Berdasarkan hadits tersebut, dapat kita renungkan bahwa apalagi yang harus manusia khawatirkan jika segala sesuatunya telah Allah tetapkan bahkan sebelum diciptakannya langit dan bumi? Kehidupan, ajal, rezeki, jodoh, bencana, bahkan sekecil daun yang gugur dari ranting pohon pun tidak luput dari ketetapan Allah. Sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Hadid ayat 22-23 yang artinya:

"Tidak ada bencana (apapun) yang menimpa di bumi dan tidak (juga yang menimpa) dirimu, kecuali telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfudz) sebelum Kami mewujudkannya. Sesungguhnya hal itu mudah bagi Allah. (Yang demikian itu Kami tetapkan) agar kamu tidak bersedih terhadap apa yang luput dari kamu dan tidak pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri."

Namun, tidak serta merta karena kita mengetahui bahwa takdir telah ditetapkan membuat kita manusia menjadikannya alasan untuk malas berusaha dan pasrah begitu saja, karena manusia tidak diciptakan untuk itu. Manusia diciptakan oleh Allah adalah untuk beribadah, dan bentuk dari ibadah tersebut dapat berupa berdoa serta mengusahakan yang terbaik dalam hidupnya. Kemudian, dalam konsep takdir itu sendiri terdapat dua macam, yaitu takdir muallaq dan takdir mubram. Takdir muallaq adalah ketetapan yang berkaitan dengan usaha dan masih dapat diubah melalui usaha dan doa. Sebagaimana disebutkan dalam QS. Ar-Ra'd ayat 11 yang artinya: 

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu kaum (masyarakat) sampai mereka mengubah (terlebih dahulu) apa yang ada pada diri mereka."

Kaitannya takdir muallaq ini pula dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abdullah ibnu Mas'ud ra:

Dari Abdurrahman Abdullah ibnu Mas'ud ra. Berkata: "dari Rasulullah SAW. yang beliau adalah seorang yang benar dan dibenarkan: 'Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya empat puluh hari berupa nutfah (mani), kemudian menjadi 'alaqah (segumpal darah) selama itu juga, lalu menjadi mudghah (segumpal daging) selama itu juga. Kemudian diutuslah malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya lalu diperintahkan untuk menuliskan empat hal: rezeki, ajal, amal, dan sengsara atau bahagianya. Maka demi Allah yang tidak ada Tuhan selain-Nya, ada salah seorang di antara kalian yang melakukan amalan penghuni surga sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali sehasta saja, kemudian ia didahului oleh ketetapan Allah lalu ia melakukan amalan penghuni neraka dan ia masuk neraka. Dan sungguh ada salah seorang di antara kalian yang melakukan amalan ahli neraka sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan neraka kecuali sehasta saja, namun kemudian ia didahului oleh ketetapan Allah lalu ia melakukan amalan penghuni surga dan ia masuk surga (HR. Al-Bukhari).

Kemudian terdapat hadits yang memperjelas matan hadits di atas, yaitu:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun