Banyak hal yang harus dilalui oleh Minke untuk melawan ketidakadilan dan diskriminasi bagi bangsa pribumi. Kehidupan pribadi Minke juga menarik untuk diikuti, tetapi sayang sekali Minke kurang beruntung. Dia tiga kali menikah dan tiga kali juga harus kehilangan istrinya. Dua istri pertamanya meninggal, sedangkan istri ketiganya entah kemana setelah dia diasingkan oleh pemerintah kolonial dalam waktu yang lama.
Setelah selesai membaca tetralogi Pulau Buru, saya kemudian membaca novel Gadis Pantai. Sama seperti sebelumnya, saya pun langsung menyukai novel ini, apalagi pemeran utamanya adalah seorang gadis muda belia.
Ketika membaca novel itu, saya merasa beruntung terlahir sebagai generasi milenial. Pada zaman kolonialisme, perjodohan dan pernikahan dini bagi gadis-gadis muda adalah biasa.
Gadis Pantai bercerita tentang gadis miskin yang tinggal di pesisir pantai dan terpaksa menikah dengan seorang priyayi. Berbagai tantangan harus dihadapi oleh si gadis pantai di lingkungan barunya. Dia juga harus beradaptasi sebagai istri dari seorang priyayi.
Ada adegan dalam novel itu yang membuat saya kagum dengan penulis, yaitu penulis menggambarkan adegan waktu si gadis pantai selesai shalat dan dia masih duduk di atas sajadahnya karena merasa masih nyaman dengan mukenanya. Saya langsung bertanya-tanya, bagaimana penulis yang merupakan seorang laki-laki dan dituduh komunis bisa mengetahui kalau perasaan sesudah shalat dan masih memakai mukena memang senyaman dan sedamai itu?
Ending novel Gadis Pantai pun menyedihkan. Dia dinikahkan dengan suaminya yang priyayi itu ternyata hanya untuk menjadi istri 'percobaan'. Dia diceraikan ketika anaknya masih bayi dan lebih parah lagi, dia tidak bisa membawa pergi bayinya. Selanjutnya suaminya akan mencari istri 'serius'-nya dari golongan yang setara juga. Rasanya sungguh tidak adil dan menyesakkan.
Dari novel-novel yang saya baca itu, endingnya memang tidak ada yang menyenangkan. Tapi, begitulah mungkin pesan yang ingin disampaikan oleh penulis. Dalam hidup, kita memang tidak hanya mendapatkan hal yang menyenangkan saja, tapi juga harus menghadapi cobaan dan ujian. Walaupun begitu, hidup harus terus berjalan dan kita harus menjalaninya dengan tegar.
Menurut teman saya, sebenarnya novel Gadis Pantai pun ada kelanjutannya dan merupakan buku trilogi. Tetapi dua buku kelanjutannya dihanguskan oleh pemerintah Orde Baru. Sayang sekali, padahal saya penasaran dengan kelanjutan cerita si gadis pantai.
Buku-buku karya Pramoedya Ananta Toer sarat dengan fakta sejarah, nilai-nilai kemanusiaan, dan kritik terhadap ketidakadilan sosial. Sumbernya diambil dari pengalaman pribadi maupun orang lain yang membuat cerita di buku-bukunya terasa nyata.
KKN beberapa tahun lalu itu sangat berkesan bagi saya. Selain karena saya menjalani hari-hari yang indah di desa, saya pun berkenalan dengan buku-buku karya Pramoedya Ananta Toer. Saya selesai membaca lima bukunya di masa KKN tersebut dan masih merasa terkesan sampai hari ini.