Pada saat membuka Google Play Book, ada buku dengan judul yang menarik perhatian saya, 'Kapan Jatah Gagal Saya Habis?'. Saya pun langsung bertanya pada diri saya sendiri, apa iya ada yang namanya 'jatah gagal'?
Karena penasaran, akhirnya saya membeli dan membacanya. Buku motivasi karya Hanif Mahaldi ini mengupas tentang kegagalan yang sering terjadi dalam hidup kita dan apa yang harus kita lakukan untuk menghadapi kegagalan itu.
Buku ini menyoroti konsep 'jatah gagal' yang populer sehari-hari. Intinya, ada sebagian orang yang berpendapat dan berharap jika gagal itu ada jatahnya. Sehingga saat jatah gagalnya habis, maka sukses akan mendatanginya. Padahal kenyataannya, menurut Hanif, gagal dan sukses adalah dua hal yang akan selalu beriringan. Dengan kata lain, peluangnya sama besar.
Dalam hidup, gagal itu pasti ada. Yang tidak pasti itu adalah cara kita menyelesaikan masalah agar tidak gagal lagi.
Lalu bagaimana cara menghadapi kegagalan itu?
Hanif mengungkapkan bahwa cara tiap orang berbeda-beda dalam merespon kegagalan dan hal ini berhubungan dengan respon otak reptil pada manusia, yaitu fight or flight.
Respon orang yang memilih flight (lari) adalah dia akan menghindari dan mengabaikan kegagalan sehingga tidak belajar dari kegagalan itu dan tidak melakukan perbaikan. Bahkan dia menyerah dan takut untuk mencoba lagi.
Sedangkan orang yang memilih fight (melawan) akan berusaha untuk mengatasi kegagalan. Untuk mencapai kesuksesan, kegagalan harus punya ruangnya sendiri. Artinya, kita terima kegagalan itu, kita nikmati kegagalan itu, dan kita pelajari agar tak terulang lagi.
Walaupun gagal itu pahit, tapi kita akan dapat mengambil hikmahnya jika kita bersikap bijaksana. Kegagalan dapat membawa kita pada kesuksesan jika kegagalan itu membuat kita terus belajar dan mencoba, memicu refleksi atau introspeksi diri, dan menimbulkan resiliensi atau ketangguhan.
Menurut Hanif, sukses bukanlah hal instan. Semuanya dimulai dengan cara mencicil dan membangun kebiasaan baik. Kita harus memulai kebiasaan baik yang dilakukan terus menerus. Terkadang, kita terlalu meremehkan kegiatan sederhana yang positif, tapi tetap saja melakukan kegiatan sederhana yang negatif.
Sama dengan kesuksesan, kegagalan terjadi akibat dicicil setiap hari. Akibatnya, seseorang tidak bisa sukses karena selalu mencicil kebiasaan buruk.
Maksud dari penulis ini saya ilustrasikan seperti berikut. Misalnya, ada orang yang mempunyai kelebihan berat badan dan suka mengkonsumsi minuman manis 1 botol/hari. Dia kemudian berniat untuk menurunkan berat badan dan mengurangi konsumsi minuman manis.
Dia berencana untuk berolah raga selama 15 menit setiap hari dan mengkonsumsi minuman manis menjadi 1 botol/2 hari. Dia pun mulai melakukannya dan setelah dia mencobanya dalam waktu seminggu, berat badannya hanya turun 100 gram. Dia segera merasa usahanya sia-sia dan menyerah karena berat badannya tidak terlalu turun secara signifikan.
Akhirnya, dia tidak berolah raga lagi dan tetap mengkonsumsi minuman manis setiap hari. Kira-kira, apa yang terjadi sepuluh tahun kemudian? Besar kemungkinannya dia akan bertambah berat badannya dan bisa saja terkena penyakit diabetes.
Bayangkan jika dia tetap konsisten berolah raga 15 menit/hari dan mengurangi konsumsi minuman manisnya. Mungkin lama-lama berat badannya akan ideal dan dia tidak kecanduan lagi minuman manis. Artinya, kita perlu bersabar dan mencicil kebiasaan baik jika ingin sukses.
Oleh karena itu, Hanif mengajak agar kita jangan gampang menyerah karena menyerah itu candu. Lebih enak memang jika tidak melakukan sesuatu, tidak berpikir kreatif, dan memasrahkan semuanya pada hidup.
Dalam bukunya, Hanif juga mengatakan bahwa sukses itu tidak bisa hanya mengandalkan bakat dan IQ yang tinggi.
Bakat adalah resep makanan terbaik, tetapi resep terbaik tanpa koki yang handal juga tidak akan menghasilkan makanan yang enak. Jadi kunci utamanya adalah latihan yang konsisten.
Sukses juga bukan sekedar besar-besaran nilai IQ, tapi kemampuan kita untuk beradaptasi dengan dunia. Apakah kita bisa menyelesaikan masalah yang ada di sekitar kita melalui kemampuan intelektual (IQ) dan emosional (EQ) kita? Keduanya diperlukan untuk mengatasi kegagalan.
Kesimpulannya, kegagalan terjadi akibat kita membiarkan diri kita untuk berada dalam situasi yang sama selama bertahun-tahun, tanpa mau introspeksi diri dan melakukan perbaikan.
Kita tidak perlu fokus pada jatah gagal karena gagal adalah saudara kembar keberhasilan. Daripada kita fokus pada jatah gagal, lebih baik kita mencicil kesuksesan.
Buku 'Kapan Jatah Gagal Saya Habis?' ini ditulis oleh penulis dengan gaya bahasa yang ringan dan mudah dimengerti. Penulis juga memberikan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari sehingga kita mudah untuk memahaminya.
Bukunya kurang dari 100 halaman, tapi banyak hal penting dan bermanfaat yang bisa kita ambil dari buku ini. Very recommended book!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI