AKU BERSUNGGUH-SUNGGUH
Semut tak bertanya
Mengapa saat mendapat makanan
Ia teringat akan ratunya.
Kepompong tak perlu bertanya
Mengapa setelah menjadi kupu-kupu
Ia terbang menjumpai pucuk.
Dan bunga mawar tak peduli
Pada pertanyaan mengapa
Ketika mekar
Ia mewangikan taman.
Apakah aku harus
Bertanya perihal,..
Buah yang jatuh jauh
Dari pohonnya?
Daun-daun yang ditiup angin,
Yang melayang tak searah?
Peluh dan benih yang sama;
Di tanah yang sama, mengapa
Menumbuhkan hasil yang berbeda?
Apakah aku juga harus
Bertanya perihal,..
Tanah yang begitu kering
Yang dengan mudah dilarikan angin?
Syukurlah sudah malam
Mereka tak perlu berjumpa debu
Yang sedari pagi
Menggantung di tubuhku.
Gorontalo, 2019.
BARU SAJA HUJAN TURUN
Di sela-sela lantai
teras yang retak
ada genangan air
Di deretan tembok
rumah yang putih
ada bercak lumpur.
Takdir berulang,
Tiap celah terbuka
Dan meruak,
Takdir berulah,
Segala yang rusak
Jadi usang,
Lama terjebak pukat.
Gorontalo, 2019.
LAKU KAMI
Satu bola lampu masih menyala,
Menggantung di tiang seberang jalan
Satu-satunya teman bola mataku.
Kelipnya, kedipku adalah bahasa;
Membuat kami saling paham rasa.
Ia ingin mata
Untuk menantang siang
Aku ingin cahaya
Untuk menggerayangi malam,
Ia inginkan rupa,
Aku inginkan cerita.
Kelipnya, kedipku adalah juga masa;
Membuat kami saling paham asa.
Siang ini aku berniat ke taman kota
Duduk dan memerangkap laku.
Kini kau tahu bagaimana caraku
Menuliskan kisahmu.
Gorontalo, 2019.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H