Mohon tunggu...
Rahel Adventia Dinata
Rahel Adventia Dinata Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta yang memiliki minat dalam bidang media. Selain itu memiliki hobi dalam menonton film dan membaca novel.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Bagaimana Nasib Jurnalisme di Masa Depan?

21 Oktober 2023   12:39 Diperbarui: 21 Oktober 2023   12:56 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemajuan teknologi telah merambah ke berbagai sisi kehidupan dan pekerjaan manusia. Kecepatan dan kemudahan dalam mengakses informasi juga telah kita rasakan hingga saat ini, mulai dari kebutuhan edukasi, pekerjaan, maupun berita terkini. Apakah kamu juga merasakan kemajuan teknologi di kehidupan sehari-hari?

Semua aspek kehidupan manusia saat ini sudah digantungkan dengan berbagai teknologi canggih yang memudahkan sekaligus membantu dalam efisiensi waktu. Hal ini juga terlihat pada dunia jurnalistik yang semakin hari semakin berkembang yang menghasilkan cepatnya penyebaran suatu berita.

Jika melihat dari dunia jurnalistik di zaman dahulu dengan saat ini, dapat terasa jelas perubahan besar dalam kegiatan jurnalistik. Mulai dari mengumpulkan informasi, menyusun berita, hingga menyebarkan berita yang saat ini bisa dilakukan kapanpun dan dimanapun. 

Kehadiran teknologi juga akhirnya memudahkan para jurnalis untuk membuat berita, mulai dari mencari topik, data, ataupun informasi penting lainnya. Tapi disisi lain hal ini terlihat dapat juga mengancam dan membahayakan dunia jurnalistik, karena hadirnya kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI). 

Mengapa hal ini bisa membahayakan? Sebenarnya banyak hal-hal yang dapat menjadi perhatian kita khususnya dalam dunia jurnalistik pada kemajuan teknologi ini. Kemudahan yang diberikan oleh teknologi ini terkadang menjadikan kita kurang maksimal dan merasa segalanya mudah karena dengan bantuan teknologi semuanya dapat selesai.

Kekurangan AI menjadi kelebihan manusia

Seperti halnya dalam membuat berita, teknologi canggih ini dapat dengan mudah dan cepat kita gunakan untuk diperintahkan menulis berita dalam beberapa menit atau bahkan detik. Chat GPT misalnya, dengan mengetik beberapa perintah saja, segala hal yang kita butuhkan langsung diberikan dengan cepat. Hal ini dapat membahayakan tidak hanya kehidupan jurnalistik, tetapi pendidikan juga.

Ini menjadi tantangan bagi lembaga pendidikan dalam menanamkan pemahaman mengenai teknologi tersebut, bahwa dengan kemudahan teknologi ini bukan berarti kita tidak perlu mendalami prinsip-prinsip jurnalisme dan menciptakan hasil tulisan sendiri. Kemajuan teknologi ini justru dapat mendorong dan mengharuskan kita untuk dapat lebih multitasking, jika dahulu seorang jurnalis cukup hanya dapat menyusun dan menulis berita, di masa kini diperlukan skill-skill lainnya seperti mengambil gambar, mengedit video, membuat animasi dan lainnya untuk keperluan dalam mempublikasikan berita.

Mungkin di beberapa lembaga pendidikan, tidak semuanya mengajarkan skill-skill tersebut sehingga diperlukan inisiatif dari pribadi masing-masing untuk mengasah kemampuan dalam memproduksi berita di era digital ini. Apalagi informasi dan pengetahuan sudah mudah didapatkan di internet saat ini.

Jika melihat pendapat seorang ahli Sree Sreenivasan (dalam Widodo, 2020), menurutnya terdapat beberapa skill yang harus dimiliki seorang jurnalis saat ini, terlebih lagi untuk menghadapi dunia jurnalis di masa depan. Beberapa diantaranya adalah, pertama memiliki kemampuan dan keahlian dalam tools digital agar mampu menciptakan berita yang baik di waktu yang tepat.

Seperti yang sudah disebutkan bahwa skill yang dimaksud juga termasuk kemampuan dalam edit, live streaming video, audio podcast, webcast, audio slideshow dan berbagai bentuk berita digital masa kini. Selain itu juga perlu untuk mampu melakukan interaksi dengan berbagai audiens di berbagai komunitas.

Jadi tidak hanya mampu menciptakan berita, tapi di masa moderen dan masa yang akan datang, jurnalis juga perlu memiliki keterampilan dalam proses mengolah berita menjadi berbagai bentuk seperti video, audio, dan lain-lain. Kecepatan dalam menyebarkan berita di internet juga ternyata menjadikan tantangan besar bagi jurnalis. 

Kecepatan berita terkadang menciptakan disinformasi, karena kurangnya waktu dalam memverifikasi data, memastikan fakta dan mendalami kasus. Maka sering kali terjadi adanya berita hoax karena keakuratan data yang rendah. Ditambah, saat ini telah banyak muncul jurnalisme warga yang mana seorang masyarakat biasa menghasilkan sebuah berita meskipun tidak memiliki latar belakang jurnalistik. 

Misteri perkembangan teknologi

Tantangan-tantangan lainnya yang akan dirasakan di masa depan adalah kemungkinan besar beberapa atau bahkan seluruh kegiatan jurnalistik maupun pekerjaan manusia lainnya dapat digantikan oleh teknologi. Sudah terlihat sejak saat ini dengan kemunculan AI (Artificial Intelligence) seperti Chat GPT, news anchor AI, dan lainnya.

Tetapi teknologi buatan manusia ini masih memiliki kekurangannya juga, seperti tidak memiliki rasa empati, tidak memahami konteks manusia, tidak menggunakan perasaan dan tindakan yang manusiawi. Kekurangan ini menjadi alasan bahwa teknologi AI tidak dapat mengerjakan semua pekerjaan manusia sehingga masih tetap dibutuhkan keterampilan dan campur tangan manusia. Apalagi seperti yang kita ketahui, teknologi ini pun dibuat oleh tangan manusia, jadi sudah seharusnya manusia yang mengendalikan teknologi.

Hal itu memungkinkan terjadi karena teknologi AI yang masih baru dan masih banyak hal yang belum diteliti lebih dalam kemampuan teknologi ini. Maka sangat memungkinkan bahwa kecerdasan buatan ini perlahan-lahan dapat membuat sistem yang mampu menulis pesan, berita, ataupun artikel seperti hasil buatan jurnalis manusia (Utoyo & Putranto, 2022). 

Sebenarnya teknologi ini masih menjadi misteri, apa saja yang bisa dilakukan oleh mereka dalam kehidupan manusia. Akankah nantinya semua pekerjaan manusia digantikan oleh teknologi buatan ini? Apakah pembuatan berita oleh kecerdasan buatan akan menutup pekerjaan jurnalis-jurnalis nantinya?  

Kita meyakini bahwa teknologi ini masih dan terus dikembangkan oleh para ahli di luar sana. Perubahan-perubahan baru nantinya harus dapat dihadapi oleh para pekerja khususnya jurnalis media. Selera dan minat pembaca juga bisa ikut berubah seiring perkembangan teknologi.

Tren baru, tampilan baru, sistem baru, mengharuskan jurnalis menyediakan berita yang sesuai dan menarik bagi pembaca. Jika dahulu para pembaca cukup melihat berita melalui tulisan panjang saja dengan beberapa foto hitam putih didalamnya. Saat ini jauh berbeda, pembaca kini tidak hanya ingin membaca tulisan namun juga melihat gambar yang jelas atau HD, berwarna, atau bahkan disertai dengan video yang dapat memberi pembaca bayangan seperti apa berita yang dimaksud.

Maka dari itu, kita sebagai jurnalis bukan hanya mengikuti perkembangan teknologi dan sistemnya saja dalam mengolah berita dan informasi. Melainkan, kita juga perlu memperhatikan dan mengikuti selera seperti apa yang dimiliki oleh masyarakat, minat apa yang dimiliki masyarakat dan keinginan apa yang diharapkan masyarakat kepada jurnalis. 

Perkembangan ini harus terus membawa kita kepada kemajuan, bukan hanya sebagai pekerja, namun juga sebagai manusia. Sudah waktunya kita untuk gencar dalam mengembangkan diri agar tidak tertinggal jauh dibelakang. Terlebih lagi negara Indonesia yang masih memerlukan banyak sekali adaptasi dengan dunia digital yang begitu cepat berubah-ubah.

Seperti halnya media-media cetak yang masih tetap mempertahankan media konvensional tanpa mengkonvergensi ke media digital. Hal ini masih menjadi pertanyaan, mengapa tidak juga ikut mengkonvergensi ke media digital yang jelas-jelas jauh lebih banyak peminatnya di masa sekarang?

Sangat memungkinkan media-media yang tidak konvergensi ke media digital, perlahan-lahan akan hilang dan mati karena perkembangan ini. Jika kita lihat, saat ini saja tidak semua media yang sudah konvergensi ke media digital dapat benar-benar berhasil maju di internet karena selera audiens yang berbeda-beda ataupun faktor lainnya. Tetapi sebagai media berita kita sangat perlu untuk mengikuti arus perkembangan ini namun tetap mempertahankan ideologi atau prinsip masing-masing agar tidak dikendalikan oleh teknologi tersebut. 

So, tetap ikuti perkembangan tetapi jangan dikendalikan oleh teknologi yaa!

Referensi:

Widodo, Y. (2020). Buku Ajar Jurnalisme Multimedia. Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Utoyo, A. W., & Putranto, A. (2022). Praktik Jurnalisme Robot Sebagai Akhir Profesi Jurnalis. Jurnal Mahardika Adiwidia, 1(2), 86-99.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun