Kisah Remaja yang Tidak Mengetahui Dampak Gaya Pacaran Bebasnya Mengakibatkan Kehamilan
Ini adalah kisah lama namun begitu memilukan yang terjadi di Eastbourn, Inggris. Tentang seorang anak laki-laki yang masih berusia 12 tahun namun terpaksa menjadi seorang bapak bagi seorang bayi perempuan yang dilahirkan oleh kekasih wanitanya yang berusia 15 tahun bernama Chantelle. Sang anak lelaki yang terpaksa menjadi bapak itu bernama Alfie. Dia mengaku dengan sangat jujur kepada orang tuanya kalau sudah melakukan hubungan seksual pertama kali dengan Chantelle namun tidak lama setelah itu ternyata kekasihnya itu mengandung dan seiring berjalannya waktu lahirlah seorang bayi kecil bernama Maisie Roxanne. Alfie mengungkapkan penyesalan yang sangat mendalam saat diwawancarai majalah “The Sun” dan sungguh tidak mengetahui dampak dari pacaran bebasnya ternyata bisa berbuah kehamilan.
Dahsyatnya Perubahan dalam Tubuh dan Mental Remaja
Banyak yang mengatakan kalau masa-masa remaja adalah yang paling indah. Khususnya saat akhir SD dan menjelang SMP. Saking istimewanya masa SMP ada yang mengatakan kalau kepanjangan dari SMP adalah Senandung Masa Puber. Lihat, inilah masa saat pertama kali merasakan jatuh cinta. Meskipun kata orang masih cinta monyet yang sekedar naksir-naksiran. Berawal dari pandangan mata kemudian berhasil membuat jantung berdesir dag dig dug ser. Rasanya begitu menggebu-gebu. Betapa indah menikmati quote-quote tentang cinta dan lagu-lagu galau.
Mengapa perasaan cinta itu tiba-tiba muncul begitu saja sehingga menimbulkan rasa yang berjuta? Sejatinya jatuh cinta yang kita alami saat remaja dulu adalah karena adanya senyawa-senyawa kimia salah satunya hormon feromon yang terbukti mampu menimbulkan perasaan tertarik yang mendalam pada lawan jenis. Uniknya hormon ini akan bekerja saat seseorang memasuki masa remaja. Mulai bekerjanya hormon ini hanyalah sebagian kecil dari perubahan yang dialami para remaja masih banyak pengaktivan hormon lain yang menimbulkan perubahan baik secara fisik ataupun psikis dalam diri remaja.
Bila ditanya tentang apa artinya cinta, sebenarnya remaja belum bisa mendefinisikan sama sekali. Namanya juga cinta monyet pastilah bukan cinta yang benar-benar dijalani dengan serius karena usia pun masih belasan tahun. Namun mengejutkan, ternyata cinta-cintaan remaja yang tidak serius itu banyak diisi dengan ‘kegiatan serius’ yang hanya layak dilakukan oleh pasangan suami istri. Masa remaja memang adalah satu tahap yang penuh dengan rasa ingin tahu sehingga tidak jarang timbul rasa ingin coba-coba. Segala yang dirasa remaja sebagai hal yang baru membuat remaja penasaran betapa berwarnanya kehidupan ini. Remaja sering mengikuti hasrat untuk memuaskan rasa penasarannya sehingga ada yang terjerumus dan ada juga yang mampu tetap berjalan di jalur yang benar.
Belum lagi rasa galau yang timbul akibat cinta yang bergejolak di dada remaja. Masalah galau, stres, bahkan depresi terkadang datang silih berganti menghampiri mereka yang sedang memasuki masa puber. Salah satunya karena pengaruh hormon-hormon pubertas yang mulai bekerja di dalam tubuh mereka tadi. Timbullah rasa tertarik pada lawan jenis, keingingan untuk berkencan, dan sering membayangkan bagaimana sebenarnya keindahan cinta itu. Tidak hanya sampai di situ, remaja bahkan sudah mulai membayangkan mengenai aktivitas seksual. Tidak semua namun tidak sedikit merasakan kalau remaja adalah masa puncak kebadungan, pertama kali di-bully, mem-bully, atau merasakan hukuman orang tua dan guru sekolah.
Lihatlah data yang dirilis Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang menyatakan 64 juta remaja Indonesia rentan memiliki perilaku seks bebas dan pengguna narkoba. Lebih jelasnya, dalam catatan BKKBN kelahiran penduduk usia remaja cenderung meningkat yakni 48/1000 kelahiran. Betapa angka tersebut menunjukkan remaja telah banyak yang terjerumus dalam perilaku seks bebas yang berisiko menyebabkan kehamilan di luar nikah, aborsi, penyakit menular seksual, bahkan kematian remaja.
Perlunya Pendampingan dan Pengetahuan Reproduksi Remaja
Dahsyatnya transisi yang terjadi di dalam fisik remaja sayangnya tidak disertai dengan kematangan berpikir dan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi. Sehingga remaja yang sedang mengalami perubahan organ seksual secara primer dan sekunder namun dalam kondisi mental yang belum matang seperti ini memerlukan pendampingan orang tua karena ibarat seekor anak burung yang baru belajar terbang terkadang jatuh bahkan terhempas angin. Pendampingan sangat diperlukan sebab remaja yang masih labil ini belum mampu membedakan dengan baik mana yang benar dan salah sehingga dalam pengambilan keputusan hanya berdasarkan emosi belaka tanpa memikirkan risiko dan dampak jangka panjang sikap yang dipilih.
Peran orang tua, guru, lingkungan sangat mempengaruhi bagaimana kelak para remaja ini sebab mereka khususnya orang tua yang memberikan kontribusi utama terhadap warna-warni yang akan terbentuk dari ‘selembar kain putih’ bernama remaja yang sedang berada dalam potensi seksual yang demikian aktif. Data yang mendukung betapa perlu menanamkan pendidikan seksual dan juga pendidikan moral yang baik kepada remaja demikian banyak. Mulai dari data Komnas perempuan yang menyatakan sampai tahun 2015 saja ada sebanyak 2.267 orang korban dan 859 orang pelaku kekerasan seksual yang semuanya angka tersebut dalam rentang usia remaja. Bahkan diperkirakan 20-25% dari semua infeksi HIV terjadi di kalangan remaja. Data ini semakin diperparah dengan penemuan di mana terdapat kasus 2,6 juta aborsi setiap tahunnya yang sebanyak 700.000 dilakukan oleh remaja.