Bagaikan langit dan bumi, keuntungan yang diperoleh pedagang besar pun sangat tinggi karena paham mengenai pemasaran. Seandainya waktu bisa diulang, hasil panen bapak saya tidak akan saya biarkan begitu saja. Memanfaatkan ilmu sales yang saya punya akan saya jual hasilnya langsung ke pasar atau saya promosikan di internet dengan harga yang memuaskan sehingga bisa melihat raut muka gembira bapak saya. Pastilah beliau merasa bahagia sebab hasil kerja kerasnya dihargai secara layak dan pantas.
Saya mendapatkan ilmu yang berharga kalau inilah fakta yang terjadi di lapangan. Peternak lokal menjual sapi dengan harga yang murah kepada pedagang besar kemudian oleh sang pedagang, sapi diolah sedemikian rupa seperti dipotong-potong sehingga harga per kilogramnya pun jauh lebih mahal daripada harga sapi yang msih utuh. Mungkin tidak semua namun tetap saja sedih menyadari kalau ternyata banyak peternak lokal yang memiliki tingkat ketergantungan yang sangat tinggi terhadap para pedagang besar. Namun kenyataan ini jugalah yang membuat saya paham kalau apa yang dilakukan pemerintah untuk mengimpor daging sapi sebagai langkah jangka pendek untuk menjaga harga pasar daging sapi stabil adalah sebuah pilihan yang tepat.
Seandainya impor tidak dilakukan sementara pasokan daging sapi berkurang seiring meningkatnya permintaan daging sapi di bulan Ramadahan dan menjelang Lebaran, maka bisa menyebabkan harga daging sapi tembus mungkin mencapai 150 ribu per kilogram. Lalu siapakah yang diutungkan bila harga daging sapi menjadi mahal sekali?
Justru kondisi pasokan daging sapi yang sangat kurang di daerah Jabodetabek Jawabarat memaksa pemerintah mau tidak mau harus mengimpor daging sapi karena impor sama sekali tidak terbukti membunuh peternak lokal namun memberikan solusi bagi permasalahan lain yang bisa timbul akibat kelangkaan stok daging sapi. Impor ini sangat penting untuk menjaga kestabilan harga. Mengapa? Bila kelangkaan dibiarkan sehingga harga terus menanjak naik akan menimbulkan beberapa risiko yang sangat membahayakan. Satu hal yang diharapkan pemerintah adalah kondisi dimana peternak dan pedagang mendapatkan keuntungan yang wajar dan tidak memberatkan konsumen juga. Jangan sampai hanya segelintir orang yang diuntungkan saat harga daging sapi melonjak naik. Inilah sebabnya pasokan harus cukup. Bila pasokan cukup maka harga tidak akan melambung tinggi.
Satu hal yang semakin meyakinkan saya kalau daging sapi beku impor tidak akan memberatkan peternak lokal adalah karena pemerintah hanya menyuplai daging sapi beku impor di wilayah Jabodetabek dan daerah yang kekurangan daging sapi saja jadi hal ini sungguh menenangkan. Wilayah luar Jabodetabek dan Jawa Barat biasanya tidak perlu disuplai lagi asalkan bisa dipenuhi oleh daging sapi lokal.
Bahaya Kelangkaan Daging Sapi Menjelang Ramadahan
Produksi daging sapi dalam negeri masih belum mampu mencukupi kebutuhan masyarakat sehingga sebagai langkah jangka pendek harus dilakukan upaya mengimpor daging sapi beku. Pemerintah sudah mendatangkan sapi dari daerah namun tidak cukup. Daging lokal tersebut hanya mampu mencukupi sekitar 35% dari total kebutuhan daging sapi di Jabodetabek dan sisanya harus diimpor. Hasil pemaparan Pak Lembong dan hasil analisis, saya memperoleh beberapa kesimpulan betapa bahaya kelangkaan daging sapi yang dibiarkan menjelang lebaran.
1. Kemungkinan harga daging sapi yang biasanya 120 ribu per kilogram menjadi 150 ribu Rupiah atau mungkin lebih. Akibatnya, banyak masyarakat yang menjadi tidak mampu mengkonsumsi daging sapi. Padahal pemerintah ingin agar masyarakat dapat mengkonsumsi makanan yang bergizi, bermutu, namun harga terjangkau. Apalagi daging sapi adalah salah satu sumber protein yang amat penting untuk pertumbuhan tubuh dan membantu kecerdasan otak. Konsumsi protein yang baik dalam satu generasi akan mempengaruhi kualitas masa depan bangsa.
Selain itu, bila harga kebutuhan meningkat sementara daya beli masyarakat terbatas maka rakyat akan semakin sengsara. Impor daging sapi beku terpaksa dilakukan karena Indonesia belum memiliki stok yang memadai untuk mencukupi banyaknya kebutuhan daging sapi. Bila sudah swasembada maka pemerintah tidak perlu impor lagi, sebaliknya bisa mengekspor.
2. Penjual bakso atau industri sosis dan usaha yang memiliki bahan baku daging sapi bisa tutup karena harga yang tidak terjangkau lagi. Akibatnya, lapangan kerja banyak yang ditutup dan pilihan makanan sumber protein menjadi langka di pasaran.
3. Kelangkaan daging sapi di pasar akan menimbulkan ambisi dari beberapa pihak untuk berburu sapi dari peternak lokal dengan cara membujuk peternak agar mau menjual sapi mereka dengan harga yang murah kemudian dijual dengan harga mahal. Ada yang mengistilahkan pedagang besar memiliki sifat demikian dengan sebutan tengkulak. Para pedagang besar ini akan membeli sapi dari peternak lokal tanpa mempedulikan apakah sapi masih terlalu muda atau sapi-sapi yang dipelihara adalah untuk tujuan pengembangbiakan.