Mohon tunggu...
Rahayu Damanik
Rahayu Damanik Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu Rumah Tangga

Best in Specific Interest Kompasianival 2016

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ingin Bercerai karena Pasangan Terlilit Utang

27 Mei 2016   09:18 Diperbarui: 27 Mei 2016   15:28 3430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Apa yang harus dilakukan bila pasangan terjerat utang? (elyomnew.com)


Saya masih ingat walaupun samar-samar sebuah kisah yang pernah diceritakan bapak saya. Saya bisa ingat karena bapak saya suka bercerita tentang apa saja. Satu kisah yang sama bahkan tidak sadar sudah diceritakan tiga sampai empat kali.

Pernah dulu kata bapak karena besarnya harapan untuk mengubah kehidupan menjadi lebih baik, mama pernah melakukan suatu kesalahan dalam keuangan sehingga ada penipuan dan jadilah akhirnya mama terlilit utang.

Refleks bapak meminta masukan dari berbagai pihak, apa yang harus dilakukan untuk keluar dari persoalan berat itu? Tidak disangka, ternyata tidak sedikit yang mendorong untuk bercerai saja dengan mama. Saya dulunya bingung, segitunyakah masalah utang sampai bisa berpotensi menimbulkan perceraian?

Perceraian tidak pernah sama sekali terpikir di kepala bapak saya, apalagi bapak sudah memiliki tiga orang anak. Tidak terbayang bagaimana nasib kami bila kedua orang tua berpisah. Dengan segenap tenaga, bapak berusaha membantu mama keluar dari kesulitan sehingga bebas dari utang.

Kisah tentang pasangan yang terlilit utang ini bukan hanya terjadi di keluarga saya namun juga pada seorang teman. Pasangan hidupnya yang terlilit utang kartu kredit tampaknya salah satu alasan yang membuatnya kecewa, lelah, dan memutuskan untuk bercerai.

Utang memang sering membuat pasangan terlibat pertengkaran sehingga tidak ada lagi ruang untuk menikmati ketenangan. Kebanyakan waktu dipergunakan untuk berdebat, saling menyalahkan, berteriak, bahkan bisa terjadi saling pukul.

Pasangan terlilit utang bukan saja karena gaya hidup yang tidak terkontrol namun juga bisa karena mengalami kebangkrutan akibat usaha yang dijalankan menghadapi kemacetan. Tekanan debt collector yang bertindak kasar semakin membuat pasangan semakin stres.

Sulitnya memenuhi keperluan sehari-hari ternyata harus ditambah dengan memikirkan utang. Inilah sebabnya masalah keuangan sering kali menjadi pemicu timbulnya keinginan untuk berpisah. Keadaan yang mencekik menekan seseorang ingin lari dari permasalahan yang menghadang.

Alih-alih menyalahkan dan berusaha cuci tangan dari permasalahan yang menimpa pasangan lebih baik membicarakan secara terbuka mengapa suami atau istri sampai terjerat utang. Sebab tidak jarang seseorang menutupi tunggakan yang sudah membengkak kepada pasangan dengan berbagai alasan misalkan tidak ingin membuat suami atau istri khawatir. Ada beberapa alasan berutang yang sering dikemukakan seperti:

1. Memenuhi kebetuhan hidup karena suami mengalami kesulitan finansial sehingga terpaksa uang belanja yang diberikan kepada istri didapat dari hasil berutang.

2. Gaya hidup boros yang suka membeli barang-barang yang sebenarnya tidak terlalu penting atau memaksakan mengikuti tren mahal seperti nongkrong di cafe.

3. Bisnis bangkrut yang menyisakan utang

Beberapa jalan keluar yang bisa dilakukan untuk keluar dari lilitan utang ini di antaranya:

1. Bersama mendatangi bank tempat pasangan berutang dan terbuka mengenai ketidakmampuan membayar utang. Minta kebijaksanaan bank untuk meminimalkan cicilan utang sesuai kemampuan.

2. Suami dan istri mencoba mencari tambahan penghasilan untuk mempercepat keluar dari utang.

3. Bila pasangan mengalami kebangkrutan bisnis, tidak salah bila dievaluasi kembali kemampuan pasangan dalam berbisnis apakah memang berpotensi untuk menjadi pengusaha atau jangan-jangan berbakat di bidang lain.

4. Jika pasangan memiliki kesulitan finansial sehingga harus berutang untuk memenuhi kebutuhan keluarga maka perlu dibantu agar bangkit dari persoalan yang menjerat.

5. Bila karena boros, pasangan perlu dibantu untuk disadarkan pentingnya mengelola uang agar tidak terkendala saat memenuhi kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang keluarga. Menyadarkan pasangan yang terlalu boros tidak bisa secara ekstrim karena malah bisa membuatnya semakin sering berutang di belakang pasangan.

Saya sering membandingkan kebermanfaatan uang yang akan saya belanjakan. Misalkan saya tergoda untuk membelanjakan uang seratus ribu untuk makan di luar maka saya akan membayangkan betapa uang tersebut bisa dipergunakan untuk membeli satu kilogram iga sapi lengkap dengan sayur mayur yang bisa dijadikan soup untuk dimasak dua kali (dua hari).

Daripada uang seratus ribu dihabiskan hanya dalam jangka waktu paling lama setengah jam, lebih baik saya belikan bahan makanan di pasar yang rasanya tidak kalah enak dan jauh lebih irit. Bagi saya, ini sungguh cara yang efektif untuk menekan keinginan jajan dan makan di luar.

Utang pasangan pasti sangat berimbas kepada pasangan dan anak-anak. Pasangan harus turut membantu mencari uang tambahan dan acap kali memaksa pengiritan besar-besaran saat memenuhi kebutuhan pokok keluarga. Jadikan ini sebagai momen pelajaran berharga yang bukan hanya buat pasangan namun juga anak-anak.

Ketekunan bapak dan mama saya dalam menjalani beratnya utang namun tetap bersatu tentu sangat menginspirasi saya untuk tidak menjadikan alasan apa pun untuk bercerai dengan pasangan. Seandainya bapak dan mama saya berpisah, ada kemungkinan bila kelak masalah keuangan melanda rumah tangga maka akan saya jadikan sebuah pembenaran untuk bercerai.

Syukurlah bapak-mama berjuang dan tidak membiarkan kami anak-anaknya harus menanggung risiko dari sebuah permasalahan yang sama sekali belum kami pahami. Ketabahan bapak dan mama dalam menyelesaikan utang sungguh sebagai salah satu pengantar yang baik untuk masa depan kami yang masih terbentang luas di depan.

Saya pun paham ternyata serukun-rukunnya rumah tangga pastilah pernah menghadapi masalah keuangan. Pasangan yang sukses adalah pasangan yang bersedia tolong-menolong mengatasi masalah ini secara bersama-sama.  

Tidak ada masalah keuangan yang tidak dapat diatasi dengan ketekunan. Bahkan tidak jarang, permasalahan keuangan seperti ini malah menjadi suatu momen yang semakin memperkuat rumah tangga.

Tidak kalah penting, anak-anak diberikan sebuah teladan agar bijaksana mengelola keuangan dan tetap bersatu dalam menghadapi suka dan duka. Sebab pernikahan adalah perjuangan untuk meraih kebahagiaan bersama pasangan dan juga anak-anak. Jatuh bersama untuk melompat ke tempat yang lebih tinggi.

Salam,

Rahayu Damanik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun