Ternyata sudah banyak hal yang beliau lakukan selama menjadi humas PLN. Pak Made sebagai salah satu juri dari PLN mendorong Ibu Rosma untuk mengemas materi dengan lebih baik sehingga memancing keingintahuan pembaca.
Hal demikian saya maklumi karena belajar empat hari tidaklah cukup untuk mempertajam kemampuan berkomunikasi sekalipun Ibu Rosma selama ini bergelut di bidang humas PLN. Kelebihan Ibu Rosma yang saya lihat adalah kemampuan beliau dalam menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh para dewan juri dan kompasianer.
Sejujurnya, saya memiliki satu kelemahan yaitu menjawab pertanyaan secara langsung bila dalam keadaan gugup. Itulah sebabnya saya lebih suka menjawab pertanyaan tanpa tatap muka seperti menjawab pembaca dalam kolom komentar sebuah tulisan. Memberikan jawaban melalui media online memberikan saya kesempatan yang lebih banyak untuk berpikir dan mengedit kalimat. Berbeda dengan Ibu Rosma yang tetap piawai menjawab pertanyaan dari semua penanya dalam keadaan gugup sekalipun.
Salah satu tulisan bu Rosma di Kompasiana yang mengesankan saya adalah tulisan yang berjudul, “Firdaus Tidak akan Pulang Sebelum Listrik Menyala”. Saya menangkap kisah kegigihan seorang karyawan terbaik PLN bernama Firdaus Setiawan yang setiap hari harus memanjat dari satu tiang ke tiang listrik lainnya demi menjaga listrik tetap menyala di Sumsel.
Saya terperangah saat membaca tulisan ibu Rosma yang mengatakan bila listrik padam, Firdaus Setiawan dipastikan tidak akan pulang sebelum listrik menyala kembali. Padahal setahu saya, listrik mati tidak kenal waktu atau jadwal. Bisa saat pagi atau bahkan malam hari di luar jam kerja. Artinya, Firdaus harus selalu siaga dan stand by waktu serta tenaga. Ternyata selama ini PLN benar-benar berusaha keras agar lampu di rumah-rumah bisa terus menyala dan saya bisa menjalankan keseharian dengan baik. Terbersit rasa bersalah karena saat listrik padam hanya bisa menyalahkan dan menggerutu tanpa melihat bagaimana kerasnya perjuangan mereka di lapangan.
Apprentice kedua yang mempresentasikan pengalaman magang adalah Bapak Bayu Aswenda yang sudah berlatar belakang pendidikan Ilmu Komunikasi. Tidak heran beliau cukup terampil dalam menampilkan slide yang menarik serta memberikan 4 hasil tulisan yang cukup memukau di Kompasiana.
Bapak Bayu Aswenda berencana akan membentuk change agent khususnya di bidang komunikasi di setiap unit pelaksana sehingga bisa mengubah PLN menjadi perusahaan yang lebih komunikatif. Selain itu, Pak Bayu akan menampilkan berita positif seputar PLN di berbagai media seperti Kompasiana.
Tulisan Pak Bayu yang mengesankan saya adalah artikel yang berjudul “Kepulan Asap Penggerak Roda Ekonomi”. Membaca tulisan bergaya story telling itu membuat saya serasa sudah berkunjung PLTU Asam-asam karena gaya penulisan yang ramah namun juga terang benderang menjelaskan secara detail tentang keberadaan dan keadaan pembangkit.
Melalui sebuah tulisan, saya diajak mengenal lebih dekat PLTU Asam-asam yang merupakan pemasok utama listrik dengan bahan bakar batubara di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Sudah lama saya penasaran melihat langsung bagaimana sebenarnya sebenarnya PLTU itu dan kini saya bisa mengenali wujud PLTU meskipun melalui sebuah berita dan foto. Ada perasaan turut memiliki (sense of belonging) dan kebanggan atas PLTU yang timbul di dalam hati saya.
Apprentice ketiga yang presentasi adalah Bapak Mustafrizal yang merupakan humas PLN Medan dan Nias. Uban yang mulai menghiasi kepala beliau menjadi saksi bisu akan keteguhan pengabdian seorang pekerja PLN. Tampak sekali kepiawaian beliau sebagai humas khususnya saat beliau mempresentasikan upaya yang dilakukan ketika mengatasi krisis listrik di Nias pada 1 April 2016.