Para peserta yang hadir semuanya adalah 20 orang humas PLN dari berbagai pelosok Nusantara. Bila diperhatikan mereka rata-rata sudah berpengalaman cukup lama di PLN dan memiliki jabatan managerial. Kata sambutan yang disampaikan oleh GM Pusdiklat PLN Bapak Wisnu Satrijono membuat saya terhentak karena teringat pengalaman membentuk citra positif yang pernah saya lakukan saat menjadi sales di bank dulu.
Bapak Wisnu Satrijono berkata di hadapan semua peserta akademi PLN dan kompasianer, “Selama ini, PLN begitu fokus kerja dan kerja serta hanya memperhatikan hal-hal teknis demi meningkatkan layanan namun melupakan komunikasi kepada masyarakat sehingga citra PLN kurang terbangun secara positif” Bapak Wisnu Satrijono mengajak semua karyawan PLN bukan hanya bagian humas untuk menjadi ambasador dalam membangun citra PLN yang lebih baik melalui kesungguhan berkarya dan juga aktif menyampaikan berita foto, video, dan tulisan berisikan informasi yang berimbang mengenai PLN di berbagai media. Tentu saja termasuk media online seperti Kompasiana yang dibaca jutaan orang setiap bulannya. Saya pun sadar bukan hanya seorang sales yang perlu menjaga dan membangun citra positif namun juga sebuah perusahaan besar seperti PLN.
Sekarang ini, tidak diragukan lagi betapa dahsyatnya peran media online seperti Kompasiana dalam menyebarkan berita kepada khalayak banyak karena adanya karekteristik yang tidak dimiliki oleh media mainstream yaitu audiens control yang membuat pembaca lebih leluasa memilih informasi sesuka hati.
Keunggulan berita online yang tidak mampu disangkal oleh siapa pun adalah proses penyebaran informasinya yang memberikan efek viral berkat adanya fitur share yang memungkinkan berita bisa disebarkan ke mana saja termasuk ke berbagai media sosial. Kompasiana sungguh sebuah tempat belajar yang luar biasa para bagi karyawan PLN demi upaya membangun jembatan komunikasi yang harmonis dengan para pelanggan PLN.
Acara Check Point yang Menginspirasi
Saya pun semakin antusias mengikuti check point yang dibagi menjadi tiga kelas. Semua peserta akademi PLN dan kompasianer sebagai pemberi tanggapan dibagi menjadi tiga kelompok yang terdiri dari ruangan Diponegoro, Teuku Umar, dan Imam Bonjol. Saya beserta lima orang kompasianer lain mendapat ruang di Teuku Umar. Ada tiga juri yang menilai para apprentice di ruangan kami yaitu Pak Made dari PLN, Mas Isjet dari Kompasiana, dan Mas Tegar dari Kompas. Ada juga mbak Widha yang berperan sebagai moderator sekalian bertugas untuk mengoperasikan slide presentan PLN.
Satu hal yang menegangkan adalah karena para peserta PLN yang masuk ke dalam ruangan hanya satu per satu. Apprentice yang belum mendapat giliran presentasi harus menunggu di luar ruangan. Sudah terbayang bagaimana tegangnya karena semua mata para juri dan kompasianer terpusat hanya pada satu orang presentan.
Saya saja sebagai kompasianer cukup tegang apalagi para peserta akademi, pastilah merasakan dag dig dug ser yang tidak biasa. Waktu yang diberikan untuk presentasi pun hanya 10 menit dan 40 menit dipakai presentan untuk menjawab pertanyaan dari para juri dan kompasianer. Waktu yang cukup singkat untuk mempresentasikan ilmu yang sudah didapatkan selama empat hari belajar di Kompasiana. Saya pikir ini sesuatu yang menantang para akademi PLN untuk bisa menyampaikan pesan menarik tanpa mengabaikan managemen waktu presentasi.
Peserta apprentice pertama adalah Ibu Rosmalina seorang karyawati PLN Wilayah Sumsel. Benar saja, beliau begitu tegang sampai mic basah oleh keringat tangan beliau. Ibu Rosma berencana akan membangun komunikasi yang lebih baik dengan media lokal, media nasional, dan media online mengenai kegiatan-kegiatan PLN. Walau materi presentasi terbilang cukup sederhana, namun saya terkesan dengan apa yang sudah Ibu Rosma sudah lakukan dalam membangun komunikasi antara PLN dengan mayarakat.