Informasi dari Pak HidayatÂ
Ganendra kaget dengan ucapan mamanya. Ia tak menyangka akan keputusan Bu Andini yang sungguh mendadak. Mengapa tidak setelah papanya berpulang saja mereka langsung pulang ke kampung halaman Bu Sartika di Solo?
Hidup di Jakarta benar-benar tidak mudah. Dengan kerasnya persaingan untuk bertahan hidup juga kompetisi antar individu setiap harinya untuk mencari sesuap nasi. Mereka bisa bertahan selama sekian tahun tanpa figure Pak Salman---sang papa.
"Ma, Ganendra masih kuliah. Kalau pulang kampung, kita harus mulai hidup dari nol. Usaha Mama sudah jalan di sini. Langganan snack dan catering Mama juga dah banyak, Kak Ghea juga sudah kerja." Ganendra mencoba membujuk Bu Andini.
Tidak biasanya Ganendra bersikap melunak seperti itu pada Bu Andini. Karena Bu Andini juga Ghea sangat menjaga Ganendra, bahkan terkesan memanjakan anak bungsu itu.
Bu Andini meninggalkan dapur. Ia naik ke lantai dua untuk melihat keadaan Ghea. Ternyata pintu kamar Ghea di kunci dari dalam.
***
Sementara itu, di rumah Bu Sartika di gelar acara pengajian. Malam itu, Bu Sartika tidak hanya mengadakan pengajian tapi juga berkirim doa untuk mendiang suaminya--- almarhum Tejo Wardoyo.
Dendy menyambut tamu undangan dengan wajah datar. Sedikit senyum ia paksakan. Ia benar-benar tak bersemangat. Bagaimanapun, ia harus tetap menjaga marwah keluarganya. Tidak sopan kalau sebagai tuan rumah ia  justru bersikap seenaknya pada tamu yang sudah meluangkan waktu untuk hadir. Acara malam itu adalah doa bersama juga acara santunan pada anak yatim dari panti asuhan.
Bu Sartika melakukan hal itu sejak berpulangnya Pak Salman. Sejak kejadian naas itu, ia jadi donator tetap di sebuah panti asuhan di daerah Jakarta Selatan.
"Bu Sartika, ini betul ada nama Pak Salman?" Tanya seorang ustad terkemuka pada Bu Sartika. Banyak tamu undangan  seketika menoleh ke arah Bu Sartika.
"Pak Salman dan Bu Andini calon besan saya." Ucap Bu Sartika dengan entengnya. Ucapan Bu Sartika tak di gubris oleh Dendy. Hanya angin lalu saja. Ia justru sibuk untuk beramah tamah dengan tamu Bu Sartika yang lain.
"Oh, pantas nggak mau saya ajak besanan, ternyata sudah punya calon pilihan to, Bu Sartika ini." Kata Pak Hidayat saat mengambil aneka snack prasmanan untuk di taruh ke piringnya. Pak Hidayat beringsut meninggalkan area meja prasmanan dimana Bu Sartika berdiri.
"Bulan depan kalau memang jodoh, mereka akan menikah." Ucapan Bu Sartika menghujam ke dalam hati Dendy. Bisa-bisanya Bu Sartika bicara demikian. Dendy melihat mamanya bicara dengan kepercayaan diri yang sangat tinggi.
Bu Sartika tak membicarakan hal itu sebelumnya dengan Dendy. Apa yang di ucapkan Bu Sartika akan jadi bahan gosip di kalangan pebisnis. Dendy justru khawatir kalau para tamu justru akan menyebarkan gossip dan membuat murka Bu Andini.
"Ma........" Sela Dendy.
Dendy menarik tangan Bu Sartika sampai keluar ruangan tempat acara tahlilan. Selain kolega Pak Tejo Wardoyo, anak-anak dari panti asuhan semuanya berkumpul di ruangan itu bersama beberapa ustadzah.
"Ternyata, apa yang Mama ucapkan benar-benar  hanya di mulut saja. Jangan bawa-bawa nama Ghea juga Keluarga Bu Andini lagi, Ma. Cukup!" Kata Dendy dengan kesal. Ia masih menjaga sikapnya di hadapan kolega almarhum Pak Tejo Wardoyo.
Dendy meninggalkan Bu Sartika. Ia memilih memberikan bingkisan santunan dan meminta salah satu ustadzah membantu  membagikan bingkisan itu agar merata.
"Tolong di bantu, Ustadzah. Bagikan ini merata. Kalau ada sisanya, nanti di bawa ke panti saja." Setelah bingkisan itu habis dibagikan, Dendy segera berpamitan pada kolega Pak Tejo Wardoyo. Ia tak peduli lagi pada Bu Sartika, pembicaraan atau deal bisnis apa yang mamanya lakukan di belakangnya.
Saat Dendy keluar justru Pak Hidayat mengejarnya."Dendy tunggu." Sela Pak Hidayat meraih pundak Dendy. Pria berumur lebih dari 50 tahun itu membuat Dendy menoleh lalu berhenti.
Dendy hendak meraih handle pintu mobilnya, namun ia urungkan.
"Saya cukup kaget waktu Bu Sartika mau menjodohkan putri Pak Salman denganmu. Kamu tahu, Pak Salman mengalami kecelakaan bersama dengan kakak saya. Bersyukurnya kakak saya selamat." Kata Pak Hidayat. Pria itu justru menengadahkan wajahnya ke atas.
"Saya tadinya nggak menyangka saja. Meskipun putri saya tidak ada peluang berjodoh denganmu, tapi saya cukup lega. Bu Andini akan besanan dengan mama kamu."
Dendy justru memincingkan matanya karena ucapan Pak Hidayat.
"Pak Hidayat mengapa bisa berkata demikian? Bapak nggak salah bicara?"
"Pak Salman menyelamatkan kakak saya. Harusnya kakak saya yang hari itu tinggal nama saja. Tapi ternyata Ghea yang jadi anak yatim."
Pak Hidayat lantas meninggalkan Dendy. Ia kembali ke dalam bergabung bersama beberapa kolega Bu Sartika kembali berbincang.
Ucapan Pak Hidayat menjadi momok tersendiri bagi Dendy. Bagaimana kalau Pak Hidayat tahu kalau yang menyalip mobil Pak Salman saat itu adalah mobil mamanya. Pak Salman menolong Pak Bintang---kakak kandung Pak Hidayat. Kepala Dendy justru jadi pusing karena informasi yang baru di dapatnya. Mungkinkah Pak Hidayat sengaja menyimpan rapat-rapat informasi itu. Perusahaan Pak Hidayat bermitra baik dengan perusahaan papanya. Pak Hidayat bahkan mengajukan tender penting ke perusahaan papanya sejak berpulangnya Pak Salman. Dan tender yang di setujui oleh perusahaan papanya yang masih di handle oleh mamanya nilainya fantastis, bernilai trilyunan.
Dendy berusaha menelfon Ghea malam itu. Ia  ingin menanyakan informasi yang baru ia ketahui, apakah Ghea sudah tahu? Apakah Ghea tahu kalau papanya justru menyelamatkan nyawa orang lain?Sayangnya, pesan maupun telfon dari Dendy tidak ada yang di respon sama sekali oleh Ghea.
***
Dua minggu berselang dari acara kirim doa dan santunan itu. Bu Sartika benar-benar mengunjungi rumah Ghea. Pagi itu, hari minggu. Bu Sartika datang di temani oleh orang kepercayaannya juga salah seorang ARTnya. Ia berjalan dengan menggunakan tongkat.
Bu Sartika menekan bel pintu depan. Rumah Bu Andini memang tak terlalu besar tapi sangat asri juga nyaman. Desain minimalis membuat rumah itu terkesan elegan.
Klek.
Ganendra membuka pintu. Ia terpaku dengan kehadiran Bu Sartika yang sangat tiba-tiba.
"Maaf cari siapa Bu?" Tanya Ganendra dengan basa-basi. Ia tak pernah lupa wajah wanita yang sudah menyulitkan hidup keluarganya juga menganggap sebelah mata kakaknya itu.
"Saya ada keperluan dengan Bu Andini. Saya Sartika. Tolong sampaikan pada Bu Andini."
Ganendra mempersilahkan masuk Bu Sartika beserta orang kepercayaan juga ART yang membantunya berjalan.
Tak lama berselang, Bu Andini pun keluar. Ganendra menemaninya. Sementara itu, Ghea memilih untuk tak menemui Bu Sartika. Melihat wajah Bu Sartika membuat Ghea teringat akan Pak Salman.
Bu Andini duduk dengan santai. Ia sudah menata hatinya dan mempersiapkan mentalnya untuk semua kemungkinan terburuk.
"Bu Andini, kedatangan saya kemari ingin melamar Ghea untuk Dendy."
Bu Andini membelalakkan matanya. Sontak ia berdiri."A-apa maksudnya?"Tanya Bu Andini dengan tatapan nanar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H