Mohon tunggu...
M ARahartati
M ARahartati Mohon Tunggu... Penerjemah - Penulis

Penerjemah Prancis dan Inggris ke bahasa Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Komik Asterix di Mata Pembacanya

30 Maret 2020   15:58 Diperbarui: 30 Maret 2020   16:15 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Singkat kata, dia mengajak saya ke rumahnya di bilangan Versailles. Sambil berjalan menuju stasiun metro, sambil terkekeh dia berbisik ke telinga saya. "Nanti di dalam mtro, perhatikan orang-orang yang mendengar kita berbahasa Indonesia, ya." Nakal sekali gagasannya. Tetapi saya suka. 

 Begitu mtro yang kami tunggu masuk ke stasiun, Chantal menggandeng tangan saya, barangkali dia khawatir saya akan terpisah dan tidak tahu jalan. Lalu menyilakan saya duduk di depannya, agar kami bisa bicara sambil bertatap muka.

"Kapan datang ke Paris?" katanya sambil tersenyum penuh arti, karena orang di sebelah menyebelah langsung memandang ke arah kami, tertegun melihat seorang kulit putih mengajak bicara perempuan kulit coklat dalam bahasa antah berantah.

"Seminggu yang lalu ..." 

Penumpang di sebelah saya tersenyum. Dan serta merta bertanya kepada Chantal -- sepertinya dia tidak bisa lagi menahan diri, sebuah sikap luarbiasa, yang tak pernah saya jumpai selama berada di Prancis --, bahasa apa yang kami gunakan. 

"Nous parlons indonsien ... Kami bicara bahasa Indonesia ..."

"Indonsien ..." ulang yang bersangkutan sambil menganggukkan kepalanya.

Setiba di rumahnya, saya melihat kerumunan orang telah menunggu di teras rumahnya, baru saya tahu mereka khusus diundang  Chantal untuk diperkenalkan kepada si kulit coklat penerjemah Astrix.

Mereka tidak kenal Indonesia, dan tidak pernah membayangkan keberadaannya di planet bumi. Tetapi tiba-tiba ada seorang penduduknya yang mengaku sebagai penerjamah komik Astrix. Keluarbiasaan yang layak disambut dengan minuman berbotol-botol.

Singkat kata, sepulang dari Prancis saya diundang ke kantor Pustaka Sinar Harapan. Rupanya Chantal yang merasa gusar karena menganggap saya tidak menghargai diri sendiri, membujuk pimpinan PSH untuk menaikkan imbalan yang diberikan kepada saya. 

Usaha Chantal berhasil. Meskipun tahun 1985 kurs dolar masih di seputar seribu rupiah, meskipun kenaikannya tidak sebanding dengan melonjaknya kurs dolar, tetapi saya bersyukur seorang Chantal menggugah pikiran saya untuk memiliki harga diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun