Banyak pembudidaya ikan di Indonesia, terutama yang berada di daerah terpencil, tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan teknologi yang cukup untuk mengoperasikan sistem seperti eFishery.
Hal ini diperparah dengan adanya digital divide, yaitu kesenjangan antara mereka yang memiliki akses ke teknologi dan mereka yang tidak (Van Dijk, 2020).
3. Biaya dan Aksesibilitas
Meskipun eFishery dapat menawarkan efisiensi dalam jangka panjang, biaya investasi awal untuk mengadopsi teknologi ini bisa menjadi hambatan besar, terutama bagi petani kecil atau yang berada di wilayah dengan akses keuangan terbatas.
Meski diklaim lebih efisien, diketahui bahwa eFeeder versi terbaru dibanderol seharga Rp8.688.900/unit (Termasuk pajak). Jika menggunakan sistem sewa, harganya Rp150.000/unit/bulan (untuk ikan) dan Rp715.000/unit/bulan (untuk udang).
Sebuah penelitian membuktikan bahwa faktor keuangan seringkali menjadi penghalang utama dalam penerimaan teknologi baru, terutama ketika pembudidaya dan petambak ikan tidak yakin dengan keuntungan yang akan diperoleh (Lpez-Nicols et al., 2008).
4. Keterbatasan Infrastruktur
Masalah infrastruktur juga menjadi faktor penting dalam kesulitan adopsi teknologi di sektor perikanan.
Beberapa daerah di Indonesia mungkin tidak memiliki jaringan internet yang stabil atau tidak memiliki fasilitas yang memadai untuk mendukung sistem berbasis IoT.
Tanpa infrastruktur yang mendukung, adopsi teknologi di masyarakat sulit untuk berkembang (Venkatesh et al., 2003).