Setahun pascapandemi saya terlibat di sebuah perusahaan rintisan yang punya mimpi menyediakan ekosistem terintegrasi meliputi marketplace penjualan produk-produk segar dari pasar tradisional secara business to business (B2B).
Ide sederhananya adalah mempertemukan penjual dan pembeli melalui sebuah platform digital.Â
Mitra kami adalah para pedagang kecil di pasar tradisional. Sehingga pembeli tidak perlu repot-repot datang ke pasar untuk membeli kebutuhan sembako, ayam potong, sayuran, dan sebagainya.
Seperti eFishery yang bergerak di sektor perikanan, saya di urusan jual beli produk-produk pasar tradisional. Jika mitra eFishery adalah para pelaku perikanan, mitra saya pedagang pasar tradisional.
Jejak perilaku amatiran di perusahaan rintisan, meski berbeda kadar dan koteksnya, pernah saya alami. Pelajaran berharga sebanyak-banyaknya harus diterima. Menyakitkan tapi itulah kehidupan.
Pembubaran keseluruhan gerai secara tiba-tiba tanpa rapat terbuka; honor yang belum terbayarkan untuk beberapa bulan; hingga bungkamnya manajemen soal informasi-informasi penting perusahaan, seperti sumber-sumber keuangan, penggunaannya, dan sebagainya.
Begitulah kira-kira gambaran singkatnya. Sekarang kita kembali ke skandal keuangan eFishery yang dituding memiliki dua pelaporan keuangan, internal dan eksternal.
Pendanaan yang Berlimpah
E-Fishery adalah entitas bisnis dari PT Multidaya Teknologi Nusantara, didirikan 8 Oktober 2013 berpusat di Bandung, Jawa Barat sebuah perusahaan teknologi asal Indonesia yang menawarkan solusi digital untuk industri perikanan.
Januari 2021, Aldi Haryopratomo mantan CEO GoPay menjadi komisaris baru eFishery (Bestari, Novina Putri: 2021).
Tidak butuh waktu lama, tepatnya Januari 2022, eFishery berhasil mendapatkan pendanaan seri C total sebesar US$90 juta setara Rp1,29 triliun.
Pendanaan ini dipimpin oleh Temasek, SoftBank Vision Fund 2, dan Sequoia Capital India. Selain itu, terdapat juga investor lain seperti Northstar Group, Go-Ventures, Aqua-Spark, dan Wavemaker Partners (Intan, Novita: 2022).
"Banyak banget! Itu uang semua?!", celetuk istri saat membaca tulisan saya ini. "Sabar, tidak berhenti sampai di situ duitnya", baca terus paragraf selanjutnya, ujar saya.
Bank-Bank ternama lainnya juga menggelontorkan dana fantastis. Sebut saja PT Bank DBS Indonesia, tidak tanggung-tanggung menyiram eFishery dengan uang senilai US$ 32 juta atau setara dengan Rp500 miliar pada 7 Oktober 2022.
DBS merupakan kreditur bank yang memberikan pinjaman terbesar diantara dua bank lainnya (Octaviano, Adrianus: 2025).
Diikuti PT Bank OCBC NISP Tbk mengguyur eFishery dengan dana senilai US$ 16,5 juta (Rp260 miliar) pada Februari 2023. Terakhir dari PT Bank HSBC Indonesia senilai US$ 30 juta (Rp480 miliar) pada 31 Mei 2024.
eFishery telah mendapatkan dukungan finansial yang signifikan dari berbagai sumber, baik melalui investasi ventura maupun pinjaman bank.
Dengan kelimpahan pendanaan itu, eFishery menambah kapasitas finansial perusahaan untuk mendukung pertumbuhan dan ekspansi mereka di industri akuakultur.
Kemudian eFishery menyediakan fitur-fitur teknologi untuk budidaya ikan dan udang, seperti:
- Smart Feeder, alat pemberi pakan otomatis
- eFisheryKu, platform digital untuk edukasi dan manajemen budidaya
- eFisheryFund, platform untuk pembiayaan petani ikan
- eFisheryFresh, platform untuk menghubungkan petani dengan pembeli
Dengan memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan efisiensi, eFishery bertujuan untuk membantu para petani ikan mengelola pakan ikan secara otomatis.
Forbes bahkan mendapuk Gibran Huzaifah (Founder & CEO eFishery) ke dalam laporannya bertajuk "Forbes 30 Under 30 Asia: Industry, Manufacturing & Energy."
Dia disejajarkan dengan Srikant Bolla mahasiswa tunanetra internasional pertama di MIT, pendiri Bollant Industries yang mempekerjakan dan melatih individu berkebutuhan khusus. Kisah hidupnya ditayangkan di Netflix.
Namun, di balik kesuksesan yang diraih eFishery bersama Gibran, ada beberapa isu yang perlu dikaji lebih dalam, termasuk tantangan yang dihadapi dalam proses transformasi digital dan dampaknya terhadap ekosistem industri perikanan.
Awal Skandal itu Muncul
e-Fishery, yang didirikan untuk meningkatkan efisiensi dalam budidaya ikan melalui teknologi, dilaporkan melakukan pemalsuan laporan keuangan sejak 2018.
Menurut hasil audit yang bocor (Setyowati, Desy: 2025), perusahaan ini diduga telah menggelembungkan pendapatan hingga mencapai sekira US$600 juta setara dengan Rp9,8 triliun (kurs Rp 16.331 per US$).
Laporan internal menunjukkan bahwa e-Fishery sebenarnya mengalami kerugian yang signifikan, berbeda jauh dari laporan eksternal yang menunjukkan keuntungan.
Kecurangan eFishery dilakukan dengan modus operandi sebagai berikut:
1. Laporan Keuangan Ganda:Â e-Fishery memiliki dua versi laporan keuangan---internal dan eksternal. Laporan internal mencatat pendapatan jauh lebih rendah dibandingkan dengan versi eksternal.
2. Klaim Fasilitas Pakan:Â Mantan CEO Gibran Huzaifah mengklaim bahwa perusahaan memiliki lebih dari 400.000 fasilitas pakan, padahal jumlah sebenarnya hanya sekitar 24.000.
Dampak Sistemik pada Ekosistem Startup
Dampak dari skandal ini tidak hanya terbatas pada reputasi e-Fishery, tetapi juga mempengaruhi kepercayaan investor terhadap startup di Indonesia.
Ahli dari Institut Teknologi Bandung (ITB) menilai bahwa kasus ini membuat venture capital menjadi lebih selektif dalam memberikan pendanaan kepada startup.
Kejadian ini menjadi pengingat bahwa mengejar pertumbuhan tanpa integritas dapat berujung pada kehancuran.
Namun, meskipun teknologinya menjanjikan, E-Fishery menghadapi sejumlah tantangan yang perlu dibahas. Salah satu isu utama adalah integritas pegiat startup.
Fraud yang terjadi dilakukan secara sadar dan sistemik. Menunjukkan ketidakprofesionalan dan memunggungi prinsip-prinsip transparansi dan akuntabel dalam konsep tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).
Tulisan berikutnya, saya akan mendiskusikan perspektif good corporate governance dalam mengadopsi teknologi melalui teori-teori yang relevan. Bagaimana adopsi teknologi tersebut dapat diimplementasikan sesuai tahap-tahapan yang ilmiah.
Dengan mempelajari dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan transformasi digital, serta mengambil langkah-langkah untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, kelak eFishery, saya dan Anda, serta sektor perikanan Indonesia secara keseluruhan dapat berkembang lebih baik lagi.
Seperti cita-cita mulia Gibran Huzaifah sebelum perilaku curang, penyakit amatiran di Perusahaan rintisan, menimpanya:
"Saya percaya bahwa pengentasan kemiskinan dan kelaparan dapat dilakukan dengan mendisrupsi sektor pertanian melalui teknologi". Semoga.*
Referensi:
Catriana, Elsa (25 September 2021). Jatmiko, Bambang P., ed. https://money.kompas.com/read/2021/09/25/080000526/mengintip-prospek-industri-budidaya-perikanan-di-tanah-air. Kompas.com.
Mediana, Cecilia https://www.kompas.id/artikel/pemalsuan-laporan-keuangan-efishery-diversifikasi-penilaian-start-up-semestinya-dilakukan
Octaviano, Adrianus (25 Januari 2025). Anna Suci Perwitasari, ed. https://keuangan.kontan.co.id/news/kisruh-efishery-sejumlah-bank-ini-dibayangi-potensi-kredit-macet. Kontan.co.id.
Intan, Novita (11 Januari 2022). Ichsan Emrald Alamsyah, ed. https://ekonomi.republika.co.id/berita/r5k0gl349/temasek-dan-softbank-suntik-pendanaan-efishery-rp-128-triliun. Republika.co.id.
Setyowati, Desy (22 Januari 2025). https://katadata.co.id/digital/startup/6791ae6f77b2a/kronologi-dugaan-manajemen-startup-efishery-gelembungkan-dana-rp-9-8-triliun. Katadata.co.id.
https://www.forbes.com/30-under-30-asia/2017/#b1afdc917fed
Bestari, Novina Putri (21 Januari 2021). https://www.cnbcindonesia.com/tech/20210121094419-37-217634/resmi-mantan-bos-gopay-kini-jadi-komisaris-efishery. Cnbcindonesia.com.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI