Mohon tunggu...
Tino Rahardian
Tino Rahardian Mohon Tunggu... Jurnalis - Pegiat Sosial⎮Penulis⎮Peneliti

Masa muda aktif menggulingkan pemerintahan kapitalis-militeristik orde baru Soeharto. Bahagia sbg suami dgn tiga anak. Lulusan Terbaik Cumlaude Magister Adm. Publik Universitas Nasional. Secangkir kopi dan mendaki gunung. Fav quote: Jika takdir menghendakimu kalah, berikanlah dia perlawanan yang terbaik [William McFee].

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Sebelum Sharenting, Adillah Sejak dalam Pikiran

25 Januari 2025   23:41 Diperbarui: 25 Januari 2025   23:41 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gaya parenting yang bikin anak menjadi kuat dan tangguh (Foto: Pexels/Gustavo Fring via Kompas.com)

Sharenting adalah perilaku yang umum terjadi dilakukan oleh orang tua milenial yang mengunggah setiap momen anak-anak mereka, baik dalam bentuk foto, video, cerita, dan pembaruan status di selasar media sosial. Begitulah kira-kira bunyi laporan dari Italian Journal of Pediatrics edisi Juli 2024.

Livingstone et al (2017) mencatat sebanyak 75% orang tua melakukan praktik sharenting yang semana-mena setidaknya sekali dalam setiap bulan (Hidayati et al, 2023). 

Menurut studi di Italia, 31% responden mengaku mulai melakukan sharenting pada enam bulan pertama kehidupan anak mereka. Prancis, 40% orang tua di masyarakat Barat mempublikasikan foto atau video anak-anak mereka di media sosia

Meskipun dilakukan dengan niat baik, sharenting memiliki dampak jangka panjang yang serius terhadap privasi dan perkembangan anak.

Penelitian Jean Twenge dalam bukunya iGen (2017), membuktikan bahwa anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang penuh dengan paparan media sosial cenderung lebih rentan terhadap masalah kecemasan dan harga diri yang rendah.

Anak-anak yang terpapar terlalu banyak aktivitas orangtua di media sosial, terutama yang terkait dengan kehidupan mereka, bisa merasa seolah-olah tidak punya ruang pribadi atau identitas terpisah dari gambaran orang tua.

Perspektif psikologi perkembangan, penting bagi anak untuk memiliki ruang privasi agar dapat mengembangkan identitas diri yang sehat.

Menurut teori Erik Erikson tentang perkembangan psikososial, setiap individu mengalami fase di mana mereka membangun identitas dan kepercayaan diri.

Ketika orang tua membagikan informasi pribadi tanpa persetujuan anak, mereka sesungguhnya sudah mengabaikan hak anak untuk mengontrol narasi tentang diri mereka sendiri (Hidayati et al, 2023; Sari, 2024).

Setiap kali orangtua membagikan foto atau informasi tentang anak-anak mereka---baik itu gambar, video, atau cerita---mereka membuka pintu terhadap potensi penyalahgunaan data pribadi anak.

Tahun 2013, fakta mengejutkan mengemuka mengenai sharenting dan pedofil ditemukan dalam investigasi Komisi Keamanan Anak Australia. 

Tahun 2017, di Indonesia, jaringan pedofil anak di Facebook atas nama akun Official Candy's Group terbongkar. Grup tersebut memiliki 7.479 anggota dan memiliki ratusan konten pornografi anak-anak (voaindonesia, 8/1/2025).

***

Ditulis tahun 1923, "Anakmu Bukanlah Milikmu" adalah bagian dari kumpulan puisi dan prosa, "The Prophet" karya Khalil Gibran.

Melalui lirik-lirik puisinya itu, Gibran menegaskan bahwa orangtua tidak memiliki hak mutlak untuk mengontrol atau mendikte kehidupan anak-anak mereka.

Gibran memandang anak sebagai makhluk bebas yang memiliki hak untuk menemukan jalannya sendiri di dunia, dan orangtua hanya berperan sebagai pembimbing dan pelindung dalam proses pertumbuhannya.

"Anakmu bukanlah milikmu. Mereka adalah anak-anak kehidupan yang merindukan dirinya sendiri."

Anak-anak tidak seharusnya dipandang sebagai milik orangtua yang bisa diperlakukan sesuai kehendak mereka.

Sebaliknya, anak-anak adalah individu yang memiliki hak untuk mengeksplorasi dan menemukan dirinya sendiri, layaknya kehidupan yang tak dapat dimiliki oleh siapa pun.

***

Sharenting tidak hanya sekadar berbagi foto atau cerita tentang anak; ia menciptakan sebuah jejak digital yang mencatat segala momen kehidupan anak yang bisa bertahan selamanya di dunia maya.

Saat orangtua membagikan foto atau informasi tentang anak mereka, mereka sering kali tidak menyadari risiko yang mengintai.

Penggunaan gambar anak tanpa kontrol yang tepat dapat membuka peluang bagi penyalahgunaan, termasuk pedofilia, pencurian identitas, eksploitasi seksual, atau cyberbullying.

Seiring bertambahnya usia anak, mereka bisa merasa terpapar atau bahkan terganggu oleh jejak digital yang telah ditinggalkan oleh orangtua mereka.

Hak privasi yang seharusnya dimiliki oleh setiap individu---termasuk anak-anak---bisa terlupakan dalam euforia berbagi kebahagiaan.

Anak-anak, yang belum bisa memberikan izin atau membuat keputusan mengenai apa yang dibagikan tentang kehidupan mereka, sering kali tidak memiliki kontrol terhadap bagaimana informasi mereka diperlakukan.

Sebelum sharenting, adillah sejak dalam pikiran!

 

Referensi:

Blum-Ross, A., & Livingstone, S. (2017). "Sharenting," parent blogging, and the boundaries of the digital self. Popular Communication, 15(2), 110--125. DOI: 10.1080/15405702.2016.1223300.

Sari, Genoveva Lidwina. (2024). Pelanggaran batas privasi anak dalam praktik sharenting pada kalangan selebriti Indonesia. Jurnal Indonesia: Manajemen Informatika dan Komunikasi (JIMIK). Vol. 5, No. 2. DOI: 10.35870/jimik.v5i2.598.

Hidayati, Novi., Meliani, Fitri., Yuliyanto, Aan. (2023). Sharenting dan perlindungan hak privasi anak di media sosial. Research in Early Childhood Education and Parenting. Vol. 4, No. 1, hal. 27-34.

https://www.voaindonesia.com/a/awas-bahaya-sharenting-/7927317.html

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun