Paus Fransiskus, yang lahir dengan nama Jorge Mario Bergoglio pada 17 Desember 1936 di Buenos Aires, Argentina, adalah sosok yang mengubah wajah kepemimpinan Gereja Katolik sejak terpilih sebagai Paus ke-266 pada 13 Maret 2013.
Publik tentu sudah mafhum bahwa Jorge merupakan Paus pertama dari benua Amerika dan juga imam Yesuit pertama yang menduduki posisi ini.
Kehadiran Bergoglio menandai era baru dalam sejarah kepausan yang lebih inklusif dan responsif terhadap tantangan zaman.
Paus Fransiskus telah menjadi lebih kritis dalam konflik Israel-Palestina, terutama dalam konteks serangan militer Israel di Gaza yang dimulai pada Oktober 2023.
Terbaru, 9 Januari 2025, pidato tahunan Paus Fransiskus di hadapan para diplomat dari 184 negara menyebut situasi kemanusiaan di Gaza sebagai "sangat serius dan memalukan" (tempo.co, 10/1/2025).
Fransiskus menegaskan bahwa pengeboman terhadap warga sipil tidak dapat diterima dan menyerukan penghentian kekerasan.
Paus juga mengingatkan dunia akan penderitaan yang dialami oleh anak-anak dan keluarga yang terjebak dalam konflik ini.
Sosok yang Terdidik dan Sederhana
Fransiskus berasal dari keluarga imigran Italia dan menjalani kehidupan yang sederhana. Sebelum bergabung dengan ordo Jesuit pada 1958, ia sempat bekerja sebagai penjaga bar, cleaning service, dan teknisi pangan (tirto.id, 3/9/2024).
Pendidikan formalnya mencakup gelar di bidang filsafat dan teologi, yang membentuk pandangannya yang humanis dan empatik terhadap masyarakat.
Selama karier awalnya, ia dikenal sebagai akademisi yang mengajar di beberapa institusi pendidikan di Argentina sebelum diangkat menjadi Uskup Agung Buenos Aires pada 1998. Sebelumnya, Bergoglio menamatkan tesis doktoralnya dan meraih gelar master filsafatnya di Jerman.
Sebagai Paus, Fransiskus dikenal karena pendekatannya yang tidak konvensional. Ia memilih tinggal di wisma Domus Sanctae Marthae alih-alih apartemen resmi kepausan, menolak kemewahan dan menunjukkan gaya hidup sederhana.
Filosofi kepemimpinannya berfokus pada empati, belas kasih, dan komitmen terhadap orang miskin. Ia secara aktif mendorong dialog antaragama dan menekankan pentingnya kesetaraan gender serta perlindungan lingkungan.
Fransiskus juga terkenal karena kritiknya terhadap kapitalisme tanpa kendali dan konsumerisme. Dalam ensikliknya, ia menyerukan perlunya perhatian terhadap isu-isu sosial dan lingkungan, serta mengadvokasi untuk penghapusan hukuman mati secara global.
Meningkatkan Kritik Terhadap Israel
Paus Fransiskus, pemimpin Gereja Katolik Roma, telah mengeluarkan serangkaian pernyataan tajam yang mengecam serangan militer Israel di Gaza, menyebutnya sebagai "kekejaman luar biasa" dan menyerukan penyelidikan atas dugaan genosida terhadap rakyat Palestina (Antaranews.com, 23/12/2024; Kompas.id, 21/12/2024).
Dalam konteks konflik yang telah berlangsung lama ini, suara Paus menjadi sorotan global, mengundang reaksi keras dari pemerintah Israel yang menuduhnya menerapkan "standar ganda."
Pada 21 Desember 2024, Paus Fransiskus mengutuk pengeboman yang menewaskan tujuh anak dari satu keluarga di Gaza, menyatakan bahwa tindakan tersebut bukanlah perang, tetapi sebuah kekejaman.
Ia menekankan bahwa serangan udara Israel telah menyebabkan banyak korban jiwa, terutama di kalangan anak-anak dan Perempuan.
Dalam pidatonya, Paus menyatakan, "Kemarin anak-anak dibom. Ini adalah kekejaman, bukan perang," menegaskan betapa mendalamnya rasa sakit yang dirasakannya terhadap situasi di Gaza.
Paus juga menyarankan agar komunitas internasional menyelidiki apakah tindakan Israel di Gaza dapat dikategorikan sebagai genosida.
Meningkatnya kritik Paus Fransiskus ini sangat jauh berbeda dengan sikap para pemimpin Katolik Roma sebelumnya.
Perubahan sikap itu dapat dipahami bahwa sejak serangan dimulai, jumlah korban jiwa di Gaza meningkat secara dramatis, dengan laporan menyebutkan lebih dari 40.800 orang tewas, mayoritas di antaranya adalah anak-anak dan Perempuan.
Paus Fransiskus juga mengkritik ketidakmampuan masyarakat internasional dalam menghentikan kekerasan. Dalam surat terbuka yang disampaikan pada satu tahun konflik, ia menyebut situasi ini sebagai "kegagalan memalukan" dan menekankan bahwa kekerasan tidak pernah membawa perdamaian.
Pernyataan ini mencerminkan frustrasinya terhadap kurangnya tindakan efektif dari negara-negara dunia untuk meredakan konflik.
Paus telah berulang kali menekankan pentingnya dialog dan solusi dua negara sebagai jalan keluar dari konflik yang berkepanjangan ini.
Dalam wawancara dan pidatonya, ia menegaskan bahwa Israel dan Palestina harus hidup berdampingan secara damai, dan bahwa perjanjian seperti Perjanjian Oslo harus dihormati untuk mencapai perdamaian yang berkelanjutan.
Kritik Paus Fransiskus terhadap Israel bukan hanya sekadar pernyataan politik; ini adalah panggilan untuk kemanusiaan di tengah kekacauan perang.
Dengan menggunakan platformnya untuk menyerukan keadilan dan perdamaian, Paus menempatkan perhatian pada penderitaan rakyat Palestina yang selama ini terabaikan.
Dalam dunia yang sering kali dikuasai oleh narasi politik sempit, suara Paus Fransiskus menjadi pengingat akan tanggung jawab moral kita untuk melindungi mereka yang tak berdaya.*
Referensi:
https://www.kompas.id/artikel/paus-fransiskus-kecam-serangan-israel-ke-gaza
https://tirto.id/biodata-paus-fransiskus-pemimpin-gereja-katolik-sedunia-gzK3
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H