Paus juga menyarankan agar komunitas internasional menyelidiki apakah tindakan Israel di Gaza dapat dikategorikan sebagai genosida.
Meningkatnya kritik Paus Fransiskus ini sangat jauh berbeda dengan sikap para pemimpin Katolik Roma sebelumnya.
Perubahan sikap itu dapat dipahami bahwa sejak serangan dimulai, jumlah korban jiwa di Gaza meningkat secara dramatis, dengan laporan menyebutkan lebih dari 40.800 orang tewas, mayoritas di antaranya adalah anak-anak dan Perempuan.
Paus Fransiskus juga mengkritik ketidakmampuan masyarakat internasional dalam menghentikan kekerasan. Dalam surat terbuka yang disampaikan pada satu tahun konflik, ia menyebut situasi ini sebagai "kegagalan memalukan" dan menekankan bahwa kekerasan tidak pernah membawa perdamaian.
Pernyataan ini mencerminkan frustrasinya terhadap kurangnya tindakan efektif dari negara-negara dunia untuk meredakan konflik.
Paus telah berulang kali menekankan pentingnya dialog dan solusi dua negara sebagai jalan keluar dari konflik yang berkepanjangan ini.
Dalam wawancara dan pidatonya, ia menegaskan bahwa Israel dan Palestina harus hidup berdampingan secara damai, dan bahwa perjanjian seperti Perjanjian Oslo harus dihormati untuk mencapai perdamaian yang berkelanjutan.
Kritik Paus Fransiskus terhadap Israel bukan hanya sekadar pernyataan politik; ini adalah panggilan untuk kemanusiaan di tengah kekacauan perang.
Dengan menggunakan platformnya untuk menyerukan keadilan dan perdamaian, Paus menempatkan perhatian pada penderitaan rakyat Palestina yang selama ini terabaikan.
Dalam dunia yang sering kali dikuasai oleh narasi politik sempit, suara Paus Fransiskus menjadi pengingat akan tanggung jawab moral kita untuk melindungi mereka yang tak berdaya.*
Referensi: