Mohon tunggu...
Tino Rahardian
Tino Rahardian Mohon Tunggu... Jurnalis - Pegiat Sosial⎮Penulis⎮Peneliti

Masa muda aktif menggulingkan pemerintahan kapitalis-militeristik orde baru Soeharto. Bahagia sbg suami dgn tiga anak. Lulusan Terbaik Cumlaude Magister Adm. Publik Universitas Nasional. Secangkir kopi dan mendaki gunung. Fav quote: Jika takdir menghendakimu kalah, berikanlah dia perlawanan yang terbaik [William McFee].

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Perlawanan dan Pengasingan: Haul ke-170 Tahun Pangeran Diponegoro

12 Januari 2025   14:41 Diperbarui: 12 Januari 2025   14:41 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Waktu menunjuk pukul 06.30 pagi. Hari Minggu. 8 Januari 1855. Pangeran Diponegoro mengembuskan nafas terakhirnya. Tahun ini menandai 170 tahun wafatnya pemimpin Perang Jawa 1825-1830, sebuah perlawanan akbar yang mengubah peta sejarah Nusantara.

Raden Mas Ontowiryo, lahir pada 11 November 1785 di Yogyakarta, kita mengenalnya dengan nama Diponegoro. Putra dari Sri Sultan Hamengku Buwono III.

Sebelum meletusnya Perang Jawa, wilayah keraton Yogyakarta dan sekitarnya ditandai oleh ketidakstabilan sosial akibat eksploitasi ekonomi oleh Belanda dan konflik internal di kalangan kerajaan.

Rakyat mengalami penderitaan akibat pajak yang tinggi, wabah penyakit, serta penindasan politik. Semua faktor ini menciptakan suasana yang memicu pemberontakan besar dipimpin oleh Pangeran Diponegoro, menandai awal dari konflik berskala besar dalam sejarah Indonesia.

Perilaku Koruptif Ugal-ugalan di Tanah Jawa

Praktik korupsi di pemerintahan Hindia Belanda sebelum Perang Jawa (1825-1830) merupakan fenomena yang kompleks dan berakar dalam sistem pemerintahan kolonial yang diterapkan oleh Belanda.

Korupsi ini tidak hanya melibatkan pejabat Belanda, tetapi juga bupati dan penguasa lokal yang berkolaborasi dalam penyelewengan kekuasaan.

Setelah Hindia Timur dikembalikan kepada Belanda pada tahun 1816, terjadi arus uang yang melimpah akibat masuknya penyewa tanah dari Eropa.

Situasi ini menciptakan peluang bagi pejabat pribumi untuk melakukan praktik korupsi.

Sejarawan Peter Carey mencatat bahwa perilaku korup sudah menggejala di kalangan priayi pada masa ini, di mana bupati dan pejabat lokal memperkaya diri mereka dengan cara-cara yang tidak etis (mediaindonesia.com, 2017; alinea.id, 2022).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun