Pertempuran Lengkong terjadi di tengah ketegangan pasca Perang Dunia II, ketika Belanda berusaha kembali menguasai Indonesia dengan dukungan pasukan Sekutu.
Pada saat itu, tentara Jepang masih berada di wilayah Indonesia dan diharapkan menyerahkan senjata mereka kepada pasukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang dipimpin oleh Mayor Daan Mogot.
Misi ini bertujuan untuk mencegah senjata Jepang jatuh ke tangan Belanda.
Sekitar pukul 16.00 WIB, pasukan yang terdiri dari 70 kadet Akademi Militer Tangerang dan beberapa tentara Gurkha tiba di markas Jepang di Desa Lengkong.
Mayor Daan Mogot berusaha merundingkan penyerahan senjata, sementara Soebianto dan Soejono memimpin taruna untuk melucuti tentara Jepang.
Namun, situasi berubah dramatis ketika tembakan tiba-tiba meletus, memicu pertempuran sengit antara kedua belah pihak.
Pertempuran berlangsung selama sekitar satu jam dengan jumlah korban yang signifikan. Sebanyak 37 prajurit Indonesia gugur, termasuk Mayor Daan Mogot Soebianto, dan Soejono.
Kapten Anumerta Soebianto ditembak di leher, sedangkan Taruna Soejono juga mengalami nasib serupa dalam pertempuran tersebut.
Pemberontakan Mahasiswa Kedokteran, Bikin Jepang Meradang
Soebianto Djojohadikusumo, sebelum bergabung dalam tentara, pernah menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Kedokteran yang dikenal dengan nama Ika Daigaku pada masa penjajahan Jepang.