Ya! Tadinya aku punya banyak mimpi untuk ku ceritakan kepada seperempat malam. Mendaki hingga mimpi tertinggi. Jatuh dan bermimpi lagi. Begitu seterusnya. Lelaki memang mahluk idealis yang tak pernah jera bermimpi.
Mengutuki waktu yang enggan diputar kembali. Tak sedikit suka yang tertunda. Ratapan semangat tak pernah berhenti, dia selalu datang di depan pintu rumah, mengetuk nurani menceritakan kesedihan tiada tepi.
Takdir sudah digariskan, teruslah membersamai tiap-tiap air mata yang jatuh deras di atas tanah-tanah perjuangan. Menapaki pulau-pulau baru kemerdekaan.
Ah! Tak biasanya malam datang begitu tiba-tiba.
Aku bahkan belum sempat mengucapkan selamat malam. Menciumi kening mu. Dan bercerita tentang kejayaan Nusantara, seperti malam-malam sebelumnya mengantarkan kau tidur.
Waktu ku mungkin tak sebanyak waktu mu. Kelak kita merdeka dan pasti tiba saatnya. Ceritakanlah semuanya itu, nanti di pinggir kubur ku.*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H