Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDIP, baru-baru ini menarik perhatian publik dengan kritiknya terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto.
Dalam pidatonya pada acara peluncuran buku Todung Mulya Lubis (Kamis, 12/12/24), Megawati menyoroti anggaran sebesar Rp10.000 per porsi untuk program tersebut, yang dinilainya tidak memadai mengingat kenaikan harga bahan pangan saat ini.
"Kuhitung Rp10.000 toh apa yo, apalagi sekarang harga naik. Mas Bowo (Prabowo), kalau dengar ini, tolong deh suruh dihitung lagi", ujar Megawati.
Kritik Presiden ke-5 RI terhadap anggaran program MBG mengandung beberapa kekeliruan logika yang dapat dianalisis sebagai berikut:
1. Generalisasi Berlebihan
Megawati berargumen bahwa anggaran Rp10.000 per porsi tidak cukup untuk menyediakan makanan bergizi, dengan contoh bahwa hanya akan menghasilkan makanan sederhana seperti tempe.
Namun, ia mengabaikan fakta bahwa anggaran tersebut adalah rata-rata nasional dan dapat bervariasi tergantung pada lokasi dan pengelolaan sumber daya lokal.
"Pak Presiden Prabowo Subianto menyampaikan rata-rata saja, sesuai hasil uji coba 11 bulan di Sukabumi", ujar Dadan Hindayana, Kepala BGN (Tempo.co, 13/12/24).
Dengan demikian, menggeneralisasi bahwa semua daerah tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi dengan anggaran tersebut adalah sebuah kekeliruan logika.
2. Mengabaikan Konteks Pengadaan
Dalam kritiknya, Megawati tidak mempertimbangkan model pengadaan yang digunakan dalam program ini, di mana bahan baku akan disuplai langsung dari petani dan nelayan setempat.Â
Hal ini dapat menurunkan biaya produksi dan memungkinkan penyediaan makanan bergizi meskipun dengan anggaran yang lebih rendah.
Melalui pembentukan 30 ribu satuan layanan yang mengelola sekira Rp7-10 miliar, diharapkan dapat memudahkan belanja bahan baku, membayar tenaga kerja warga setempat untuk masak, pengemasan, hingga distribusi.