"Anda tidak akan kehilangan pekerjaanmu dengan AI. Anda akan kehilangan pekerjaan dengan orang yang menggunakan AI"
Begitulah pernyataan Jensen Huang, pendiri dan CEO NVIDIA Corporation, sebuah perusahaan teknologi multinasional Amerika yang didirikan di Delaware dan berbasis di Santa Clara, California.
Sekilas, pernyataan Jensen tersebut ada benarnya, namun tidak sepenuhnya benar. Jumlah generasi pre-boomer dan baby boomer di Indonesia 36 juta jiwa atau 13,43% dari total penduduk Indonesia.
Hampir separuh dari angka tersebut, usia diatas 55 tahun, tepatnya sebanyak 48,27%, samasekali belum akrab dengan internet (Katadata.co.id, 2022).
Data yang berbeda datang dari APJII (2024), pengguna internet generasi baby boomer (kelahiran 1946-1964) sebanyak 6,58% dan pre-boomer (kelahiran 1945) sebanyak 0,24% dari total pengguna internet di Indonesia sebesar 221,5 juta (apjii.or.id, 2024).
Selain problem pemerataan internet di daerah rural yang masih rendah (30,5%), Tingkat pengangguran yang tinggi juga perlu menjadi perhatian.
Teknologi dan Efisiensi Produksi
Kecerdasan buatan (AI) telah menjadi topik yang semakin relevan dalam diskusi tentang tatanan masyarakat adil-makmur dan kesejahteraan rakyat.
Karl Marx, 157 tahun yang lalu, sudah meyakinkan dunia melalui bukunya "Das Kapital: Kritik der Politischen Okonomi" yang terbit pada 14 September 1867, menyatakan bahwa kemajuan teknologi tidak selalu mengarah pada peningkatan kesejahteraan bagi semua orang.
Marx melihat teknologi sebagai alat yang dapat meningkatkan efisiensi produksi. Dalam karyanya, ia berargumen bahwa perkembangan alat produksi, termasuk mesin, dapat mengubah dinamika kelas dalam masyarakat.