Di bus sekolah itu yang selalu menjemput dan mengantar pulang siswa siswi sekolah dasar tersedia sekotak susu dan makanan ringan untuk sarapan anak-anak.
Setiap hari. Sekali lagi, setiap hari! Tak terbilang banyaknya kebaikan yang tidak pernah terliput oleh sorotan dan gemerlap lampu televisi.
"Manusia berhati Nabi", sekali lagi batinku bergumam.
Jiwa pejuang yang tak pernah mati. Tak lekang oleh waktu. Tak pernah berkarat. Mas Bowo selalu bersinar disetiap kemenangan, bahkan kekalahan sekalipun. Anda bisa bayangkan, memimpin orang-orang yang digilas kekalahan tentu mengandung kadar kerumitan yang tak gampang. Berlipat kesulitan.
Di tengah-tengah kesedihan dan penderitaan yang merangsek tanpa kenal ampun itu, Prabowo mengucapkan kata-kata indah yang akan dikenang oleh sejarah, 'becik ketitik olo ketoro.' Sebuah pepatah Jawa, artinya kurang lebih demikian: yang baik akan kelihatan dan yang buruk akan tampak.
Kemudian hari ini, di tengah riuh-gaduh politik nasional, saya bertanya dalam hati, inikah persepsi oligarki yang dituduhkan kepada seorang Prabowo Subianto? Manusia serakah; tidak peduli pada kemanusiaan; menumpuk harta demi kepentingan pribadi; memperbanyak proyek dan mudah mengampuni koruptor; Perusak demokrasi langsung, dan seterusnya.
Bagi manusia yang masih memiliki hati dan akal sehat, tentu punya segudang jawaban dan argumentasi tentang tuduhan itu. O iya, terkait tuduhan oligarki serakah terhadap seorang Prabowo, saya akan ulas dalam tulisan saya berikutnya.
Tetapi, sekali lagi, Prabowo yang saya kenal...adalah manusia dengan setulus-tulusnya dan seikhlas-ikhlasnya mengabdikan jiwa dan raganya buat rakyat, bangsa dan negara.
Seorang manusia yang teguh dalam nilai-nilai perjuangan dan pantang menyerah sampai ajal menjemputnya. Tak terbantahkan.*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H