Maka untuk menghindari PHK pengusaha dapat melakukan perubahan besaran maupun cara pembayaran upah terhadap upah pekerja/buruh yang dirumahkan sementara akibat wabah Covid-19, berdasarkan kesepakatan para pihak. Selain itu, pekerja/buruh yang diduga atau positif terjangkit Covid-19 juga berhak atas upah berdasarkan surat edaran tersebut. Apabila pengusaha tidak mampu membayar upah sesuai upah minimum sebagai imbas Covid-19, pengusaha dapat melakukan penangguhan pembayaran upah (jika pengusaha tidak mampu membayar upah sesuai upah minimum), dengan terlebih dahulu melakukan perundingan dengan pekerja/buruh atau serikat.
Menurut UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, PHK perlu dilakukan dalam beberapa proses, diantaranya adalah musyawarah antara pengusaha dan serikat pekerja/buruh. Jika tidak menghasilkan persetujuan, jalan terakhir adalah melalui pengadilan untuk penyelesaian perselisihan. Sebagai tanggung jawab perusahaan terhadap tenaga kerja yang telah di PHK, perusahaan wajib memberi uang pesangon, uang penghargaan, atau uang penggantian hak bagi pegawai (pasal 156 dan pasal 160-169). Berdasarkan uraian tersebut, PHK memang tidak dianjurkan dilakukan. Ada upaya alternatif untuk tetap mempekerjakan pekerja/buruh dan mempertahankan kegiatan usaha.
Industri yang melibatkan tenaga kerja tidak bisa ditutup begitu saja karena harus memenuhi permintaan kebutuhan masyarakat yang menjadi kebutuhan primer. Langkah-langkah pencegahan yang dapat diambil dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu, a. Perusahaan untuk sementara waktu dapat menghentikan seluruh kegiatan usahanya; b. Perusahaan untuk sementara waktu dapat mengurangi sebagian kegiatan usahanya (sebagian karyawan, waktu, dan fasilitas operasional); c. Perusahaan yang tidak dapat menghentikan kegiatan usahanya, mengingat kepentingan langsung yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan, kebutuhan bahan-bahan pokok, dan Bahan Bakar Minyak (BBM).
Keadaan tersebut seharusnya mewajibkan para pengusaha untuk menerapkan perlindungan terhadap tenaga kerjanya agar tidak terinfeksi virus dan melakukan penularan virus di tempat kerja dengan cara menerapkan protokol kesehatan di lingkungan kerja dan mewajibkan para pekerjanya menggunakan Alat Pelindung Diri (APD). Hal ini sudah diatur dalam Pasal 35 ayat (3) UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi : "Pemberi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam mempekerjakan tenaga kerja wajib memberikan perlindungan yang mencakup kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja.". Kemudian, pengusaha juga diharapkan dapat mengupayakan prinsipcial  social distancing sesuai dengan peraturan-perundang-undangan yang berlaku dan sesuai dengan tempat dan waktu. Hal ini  mengacu pada PP No. 21 Tahun 2020 Tentang PSBB Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 Tentang PSBB Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.
Selain itu, perlu diadakan inspeksi dan sinergi antara Kementrian Kesehatan dan Kementrian Ketenagakerjaan terhadap tempat kerja yang masih melaksanakan aktivitas pekerjaan pada saat Pandemi Covid-19 sehingga dapat menekan perbuatan semena-mena pengusaha dalam mempekerjakan buruh yang dikhawatirkan dapat menyebabkan penyebaran Covid-19 menjadi tak terkendali dan tidak sesuai dengan asas perlindungan tenaga kerja yang telah diatur dalam Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Langkah yang dapat ditempuh dalam mengatasi ancaman kesejahteraan buruh di masa Covid-19 adalah dapat menyiapkan seperangkat kebijakan seperti: kredit murah dan terjangkau untuk pekerja mandiri dengan usaha kecil, program pelatihan dan padat karya, bantuan promosi untuk pengembangan usaha dan yang paling fundamental adalah pemberian jaminan kesehatan dan jaminan sosial bagi kelompok rentan. Hal ini penting karena baik sebelum krisis terjadi dan pasca krisis, pekerja rentan memerlukan adanya jaring pengaman untuk melindungi ketidakpastian kehidupan. Dengan jaminan kesehatan dan jaminan sosial, maka kerentanan kehidupan kelompok marginal ini dapat diminimalisir dan pasca pandemi Covid-19, mereka dapat kembali bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup harianya.
Referensi
Departemen Standar Ketenagakerjaan Internasional ILO. 23 Maret 2020. Dampak dan. Tanggapan Pemantauan ILO: COVID-19 dan dunia kerja. Edisi kelima.
Kusumastuti, A. D. (2020). PENGARUH PANDEMI COVID-19 TERHADAP EKSISTENSI BISNIS UMKM DALAM MEMPERTAHANKAN BUSINESS CONTINUITY MANAGEMENT (BCM). Jurnal Administrasi Bisnis Fisipol Unmul, 8(3), 224-232.
Ngadi, N., Meliana, R., & Purba, Y. A. (2020). Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Phk Dan Pendapatan Pekerja Di Indonesia. Jurnal Kependudukan Indonesia, 43-48.
Prajnaparamitha, K., & Ghoni, M. R. (2020). Perlindungan Status Kerja Dan Pengupahan Tenaga Kerja Dalam Situasi Pandemi COVID-19 Berdasarkan Perspektif Pembaharuan Hukum. Administrative Law & Governance Journal, 3(2), 314-328.