Peristiwa menyayat hati terjadi di rumah sederhana pasangan Pak Dori dan Ibu Turi. Bagaimana tidak tersentuh hatinya orang yang melihat keadaan pasangan keluarga itu. Pak Dori bekerja sebagai buruh, sedang istrinya tidak bekerja. Rumah tempat tinggalnya tergolong tidak layak. Ditambah lagi beban harus menghidupi empat anak yang masih kecil-kecil. Penderitaan  keluarga itu bertambah lagi karena sudah hampir sebulan anak kedua dari empat anaknya sedang terbaring sakit di dipan beralaskan tikar. Sesekali Irfan merintih menahan sakitnya. Sebenarnya Irfan sekolah kelas tiga sekolah dasar di kampungnya. Namun karena sakit maka dia tidak masuk sekolah.
Pada saat istirahat, di teras kelas sekolahnya teman-temannya membicarakan Irfan yang sudah dua minggu tidak masuk sekolah. "Ton, kamu tahu kenapa Irfan tidak masuk sekolah ? Kamu kan tetangganya !" tanya Nisa kepada Tono. " Irfan sakit, Sa," jawab Tono. " Sakit apa ya ?" sambung Ratmi, sambil duduk makan es."Tidak tahu sih, tapi aku pernah mendengar, dia lagi nangis kesakitan, " jawab Tono. " Kawuslah ! Dia kan sering nakal, pantaslah kalau sakit, " kata Roni, yang sejak tadi mendengarkan. " Hai, Ron ! Kamu nggak boleh ngomong begitu ! " bentak Ratmi. "Benar teman-teman, bagaimanapun juga Irfan teman kita, kalau dia sakit, kasihan kan," tukas  Nisa kepada teman-temannya.
Saat Nisa dan teman-teman sedang bicara tentang Irfan, tiba-tiba bu guru kelas tiga datang." Waduh lagi pada bicara apa nih?" tanya bu guru. Buru-buru Nisa menjawab" Begini, Bu. Kami sedang membicarakan teman kita, Irfan. Kata Tono, dia sedang sakit. Apa benar, bu?" Bu Guru tidak langsung menjawab, tetapi mengajak anak-anak masuk kelas karena bel istirahat telah habis.
Di dalam kelas, setelah mengecek semua siswa duduk dengan tenang, bu guru menyampaikan tentang sakitnya Irfan. Menurut bu guru, barusan ibunya Irfan ke sekolah. Ibunya menceritakan tentang sakitnya Irfan. Dia sudah lebih dari sebulan menderita sakit. Setelah dibawa ke puskesmas, menurut keterangan dokter, Irfan harus dioperasi. Irfan menderita sakit hernia. Menurut keterangan ibunya sakitnya sudah cukup parah. Namun ibunya bingung, karena tidak punya biaya.
" Begini bu guru, bagaimana kalau kita bantu Irfan," ungkap Nisa kepada bu guru." Nisa benar bu. Kita mesti bantu Irfan, kasihan kan," tungkas Ratmi, ikut angkat bicara." Ahh, ngga usah bu, dia kan sering nakal," sahut Roni, memotong pembicaraan Ratmi." Benar bu, biarkan dia sakit," sahut Tono mendukung pendapat Roni." Tono, Roni! Jangan begitu dong. Irfan kan teman kita, kasihan kan," bentak Nisa." Benar apa kata teman-teman kamu, Tono, Roni. Irfan memang butuh bantuan, cuma caranya bagaimana? "ungkap bu guru.
Suasana kelas menjadi hening sejenak. Terlihat semua anak sedang berpikir keras mencari jalan keluar dari persoalan Irfan. Tiba-tiba Nisa angkat bicara," Begini, bu. Kita kumpulkan sumbangan dari teman-teman, seperti yang di film Ipin Upin waktu menolong Ijat yang rumahnya kebakaran, " kata Nisa penuh semangat. " Benar, bu. Kita buat koin untuk Irfan! Bagaimana bu?" sahut Ratmi mendukung." Baik anak-anak, usul Nisa dan Ratmi sangat bagus. Saya tanyakan kepada kalian semua. Apakah kalian setuju dengan usul Nisa dan Ratmi?" tanya bu guru." Setuju, bu! "jawab seluruh siswa dengan kompak." Kalau begitu, saya serahkan kepada Nisa dan Ratmi untuk memimpin aksi ini. Bagaimana Nisa, Ratmi?" tanya gurunya." Siap, Bu! "jawab Nisa dan Ratmi kompak.
Setelah jam pelajaran selesai, Nisa mengumpulkan teman-temannya. Nisa membentuk tim yang terdiri dari empat anak. Nisa, Tono, Roni dan Ratmi. Mereka sepakat menunjuk Nisa menjadi ketua.
Dengan menggunakan kaleng bekas yang diberi tulisan koin untuk Irfan, mereka menghimpun dana sumbangan. Sebelum melaksanakan aksinya, Nisa bersama timnya minta ijin kepada kepala sekolah untuk mengumumkan ke tiap kelas. Kepala sekolah menyambut baik dan mengijinkan.
Setelah mendapat ijin kepala sekolah, Nisa dan temannya langsung minta ijin ke guru kelas minta waktu tiga menit untuk mengumumkan besok anak-anak supaya membawa uang sumbangan untuk membantu Irfan. Nisa dan temannya sangat senang karena semua guru mendukung aksinya.
Pada hari berikutnya, Pagi hari sebelum jam masuk sekolah Nisa dan temannya masuk kelas dengan membawa kaleng bertuliskan koin untuk Irfan. Aksi dimulai dari kelas I, II sampai kelas terakhir yaitu kelas VI. Aksi dihentikan ketika bel sekolah berbunyi tanda masuk.
"Teman-teman, karena bel masuk sekolah sudah berbunyi, kita teruskan nanti setelah istirahat. Bagaimana? "tanya Nisa sambil membopong kaleng yang kelihatan agak berat. "Ya, kita kan harus belajar dulu. Bagaimana teman-teman? "jawab Ratmi."Oke, setuju !!!" sahut Tono dan Roni. Nisa dan teman-temannya masuk kelas untuk mengikuti pelajaran.
Setelah bel istirahat berbunyi, Nisa buru-buru memanggil timnya. "Ayo teman-teman, kita hitung bersama uang sumbangannya," ajak Nisa. "Sini, aku yang hitung," sahut Roni sambil merebut kaleng yang dipegang Ratmi. "Roni, gak boleh begitu. Kita hitung bareng-bareng," tangkas Nisa.
Kemudian, Nisa bersama timnya menghitung hasilnya bersama-sama. "Alhamdulilah dapat tiga ratus lima puluh dua ribu, "teriak Ratmi. "Alhamdulilah, terus bagaimana teman-teman? "sahut Nisa. "Ya, kita laporkan dulu ke kepala sekolah, "sambung Tono. "Yuk, mumpung belum masuk, kita menghadap kepala sekolah," ajak Nisa.
Nisa bersama temannya langsung menghadap kepala sekolah. Bapak kepala sekolah terlihat senang dengan aksi mereka. Bapak kepala sekolah dan guru-guru juga ikut memberikan bantuan.Atas saran bapak kepala sekolah aksi pengumpulan koin untuk Irfan diteruskan ke masyarakat sekitar sekolah. Benar juga, masyarakat lingkungan sekolah juga mau memberikan bantuan untuk Irfan.
Setelah jam sekolah selesai, Nisa dan temannnya melanjutkan aksinya ke masyarakat sekitar sekolah. Dengan semangat empat anak itu mendatangi warga dari rumah ke rumah tanpa kenal lelah.
"Teman-teman, kayanya sudah semua rumah sudah kita datangi, mari kita istirahat dulu, "kata Nisa kepada teman-temannya. "Benar, teman-teman, sambil kita hitung uang ini, "timpal Ratmi.
Keempat anak kelas tiga itu menghitung perolehan uang yang akan disumbangkan kepada temannya. "Wah, kita dapat banyak uang. Ini di aku ada seratus lima puluh ribu, "ungkap Roni. "Di aku, seratus ribu," sahut Tono. "Ayo, kita gabungkan semuanya. Ratmi coba dihitung semuanya!" perintah Nisa. "Oke, seratus lima puluh, ditambah seratus, ditambah di aku, seratus dua puluh, ditambah yang dari Nisa dua ratus ribu. Jadi semua lima ratus tujuh puluh ribu, "sahut Ratmi. "Alhamdulilah.., " teriak keempat anak serempak. "Jadi kalau ditambahkan uang yang dari temen kita tadi tiga ratus lima puluh dua ribu, semuanya ada sembilan ratus dua puluh dua ribu rupiah, "ungkap Nisa. "Alhamdulillah," sahut teman-teman Nisa. "Baik teman-teman. Uangnya disimpan Ratmi dulu. Besok kita laporkan ke kepala sekolah. Sekarang kita pulang dulu ya, "kata Nisa.
Keempat anak itu, pulang ke rumah masing-masing. Dalam hati mereka merasa senang mendapat pengalamn baru yang tidak akan terlupakan.
Keesokan paginya di sekolah, Nisa bersama teman-temannya menghadap kepala sekolah mereka melaporkan jumlah uang yang sudah terkumpul. Terlihat wajah kepala sekolah sangat gembira.
Nisa dan teman-teman minta ijin untuk melanjutkan aksinya ke sekolah tetangga. Bapak kepala sekolah mengizinkan. Setelah diizinkan, Nisa bersama timnya mendatangi sekolah terdekat. Ada tiga sekolah yang kami datangi. Alhamdulilah, kepala sekolah tetangga memberikan izin. Nisa bersama teman-teman mengedarkan kaleng koin untuk Irfan dari kelas ke kelas. Makin banyak uang yang terkumpul. Setelah selesai semua Nisa bersama teman-teman melaporkan hasil pengumpulan uang kepala sekolah dan gurunya. Hasilnya semuanya mencapai satu juta sembilan ratus rupiah. Kepala sekolah dan para guru merasa senang dan bangga kepada Nisa dan teman-temannya.
" Kalian sudah melaksanakan aksi yang bagus. Inilah nilai kasih sayang. Kalian sudah melaksanakan nilai kasih sayang sesama teman. Dunia akan damai bila semua orang memiliki rasa kasih sayang seperti kalian," kata kepala sekolah.
Kata-kata kepala sekolah tadi rasanya menyiram rasa capai Nisa dan teman-temannya. Kata terakhir bapak kepala sekolah yang masih terngiang terus adalah kalimat dunia akan damai bila semua orang mempunyai nilai kasih sayang seperti kalian.
Selanjutnya kepala sekolah mengundang kedua orang tua Irfan ke sekolah untuk menerima uang hasil pengumpulan yang dilakukan Nisa bersama teman-temannya. Kepala sekolah mengundang Nisa dan teman-temannya untuk menyaksikan penyerahan itu. Terlihat kedua orang tua Irfan merasa senang dan terharu. Ibu Irfan matanya terlihat berkaca-kaca menahan rasa haru. Ayah Irfan dengan terbata-bata mengucapkan terima kasih kepada sekolah dan juga kepada teman-teman Irfan. Tidak ketinggalan Irfan pun menangis terharu. Mereka saling berpelukan. Para guru juga berlinang air mata karena terharu dan bangga kepada anak-anak yang mempunyai nilai kasih sayang sesama teman. Isak tangis kami berhenti setelah bapak kepala sekolah mengajak kita semua berdoa agar penyakit Irfan segera diobati dan cepat sembuh.
Selesai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H