Mohon tunggu...
RAHADI ADITIA MARDANI
RAHADI ADITIA MARDANI Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

Saya adalah mahasiswa Ilmu Komunikasi yang antusias berbagi pemikiran dan cerita di kompasiana, Tujuannya agar memberikan sebuah informasi maupun cerita saya dalam kompasiana ini.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Warga Dago Elos Berjuang Pertahankan Tanah Leluhur di Tengah Sengketa dengan Ahli Waris Kolonial

5 November 2024   16:19 Diperbarui: 5 November 2024   16:29 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus sengketa tanah di Dago Elos, Bandung, kembali menjadi perhatian setelah Muller bersaudara, keturunan keluarga Belanda, serta  pelakui lainnya Jo Budi Hartanto dan seluruh Kroni PT Dago Inti Graha mengklaim kepemilikan atas tanah seluas 6,9 hektare di kawasan tersebut. Berbekal *eigendom verponding*, sertifikat peninggalan era kolonial, mereka mengajukan kepemilikan atas lahan yang dihuni oleh warga lokal sejak lama.

Foto Terkini Rahadi Aditia Mardani
Foto Terkini Rahadi Aditia Mardani

Menurut ahli waris Muller, klaim ini sah berdasarkan keputusan Pengadilan Agama Cimahi yang menetapkan mereka sebagai pewaris pada 2013. Namun, warga Dago Elos tidak tinggal diam. Mereka telah melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan hak atas tanah yang telah menjadi tempat tinggal dan sumber penghidupan mereka selama bertahun-tahun. Kasus ini kini sedang berproses melalui jalur hukum sebagai bentuk perlawanan warga terhadap klaim Muller bersaudara.

Salah seorang warga yang terdampak, Pak Iwan, menjelaskan bagaimana warga bersatu dan mengambil langkah hukum untuk mempertahankan hak atas tanah tersebut. "Kami, warga yang terkena dampak, sudah sepakat untuk memperjuangkan hak kami atas tanah ini melalui jalur hukum. Kami berusaha keras agar proses ini berkeadilan," ujar Pak Iwan dalam wawancara (02/11/24) . Baginya, tanah di Dago Elos bukan sekadar lahan, tetapi juga bagian dari sejarah dan identitas mereka sebagai komunitas yang telah tinggal di sana sejak lama.

Foto Terkini Rahadi Aditia Mardani
Foto Terkini Rahadi Aditia Mardani
Para warga, didampingi tim advokasi Dago Elos, menegaskan bahwa konversi tanah kolonial dengan status *eigendom verponding* hanya dapat dilakukan hingga tahun 1980, sesuai dengan peraturan dalam Undang-Undang Pokok Agraria 1960. "Menurut kami, hak konversi tanah ini sudah kedaluwarsa, sehingga klaim mereka tidak sah," (02/11/24) lanjut Pak Iwan, menjelaskan dasar argumen warga yang mengacu pada hukum agraria di Indonesia.

Foto Terkini Rahadi Aditia Mardani
Foto Terkini Rahadi Aditia Mardani
Pak Iwan juga mengungkapkan kekhawatiran mengenai dampak psikologis dan sosial yang dirasakan oleh warga sekitar akibat sengketa ini. "Warga hidup dalam ketidakpastian. Ada rasa was-was setiap hari, takut jika sewaktu-waktu kami diusir dari tanah yang sudah menjadi rumah kami," (02/11/24) ungkap Pak Rian. Dampak tersebut terasa langsung pada kehidupan sehari-hari warga, yang kini harus fokus membela diri di tengah ancaman kehilangan tempat tinggal.

Foto Terkini Rahadi Aditia Mardani
Foto Terkini Rahadi Aditia Mardani
Selain itu, warga berharap agar pemerintah, baik daerah maupun pusat, dapat lebih peka dan proaktif dalam membantu menyelesaikan kasus ini. Dukungan pemerintah dianggap penting agar warga tidak merasa sendiri dalam perjuangan mereka menghadapi klaim sepihak. "Kami berharap pemerintah dan aparat hukum bisa berpihak pada kepentingan rakyat kecil yang sudah tinggal di sini puluhan tahun. Tanah ini bukan sekadar lahan, tetapi tempat kami membangun kehidupan," ujar Pak Iwan penuh harap (02/11/24).

Foto Terkini Rahadi Aditia Mardani
Foto Terkini Rahadi Aditia Mardani

Perjuangan warga Dago Elos dalam mempertahankan tanah leluhur mereka ini adalah gambaran nyata dari konflik agraria yang masih sering terjadi di Indonesia. Sengketa tanah ini memperlihatkan bahwa di tengah tuntutan hukum yang kerap berpihak pada kepentingan kelompok tertentu, masyarakat lokal masih harus memperjuangkan hak-haknya secara mandiri. Kasus Dago Elos juga mengingatkan kita akan pentingnya pembaruan hukum agraria yang berpihak pada keadilan dan hak warga, terutama bagi mereka yang telah lama menghuni dan bergantung pada tanah leluhur mereka.

Foto Terkini Rahadi Aditia Mardani
Foto Terkini Rahadi Aditia Mardani

Proses hukum yang sedang berjalan ini memberikan harapan bagi warga agar keputusan yang diambil bisa berpihak kepada mereka yang telah lama mendiami tanah Dago Elos. Dengan semakin banyaknya perhatian publik terhadap kasus ini, warga berharap ada keadilan yang dapat mempertahankan hak-hak mereka atas tanah tempat mereka tumbuh dan hidup selama bertahun-tahun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun