Menyimak pengalaman seorang perempuan peneliti sekaligus traveler -Scientist Traveller, semakin membuka pemahaman bahwa hidup dengan ragam tantangan profesi dimungkinkan dinikmati dalam kondisi apapun dan oleh siapapun.Â
Jika ada pertanyaan yang diajukan padaku, soal rasanya memiliki pekerjaan yang beririsan dengan hobi/ kesukaan, tentu saja tanpa pikir panjang, jawabannya adalah, "Itu pasti impian setiap orang".Â
Bagiku, hal yang paling menyenangkan saat memiliki pekerjaan adalah, pekerjaan yang mengakomodir kecintaan "passion" diri atau hobi.
Jika pekerjaan yang dimiliki mendukung hobi, tak dipungkiri, pekerjaan sekeras apapun tantangannya akan menjadi sebuah hal yang mengasyikkan.
Setidaknya, statemen kesimpulan sederhana itu yang kutarik setelah menyimak penuturan kisah perjalanan sosok perempuan Scientist Traveller bernama Ibu Sondang SE Siregar. Beliau adalah seorang peneliti, pakar Konservasi dan Sumber Daya Alam. Â
Aku mendengar sharing pengalamannya itu pada Sabtu 1 Juli 2023 di acara yang digelar oleh komunitas Vlomaya bekerja sama dengan Linihijau Foundation (organisasi yang bergerak di bidang Lingkungan Hidup). Acara sekaligus merupakan dalam rangka Hari Lingkungan Hidup Sedunia  atau World Environment Day yang diperingati setiap tanggal 5 Juni.
Sekira durasi 2 jam Ibu Sondang mengisahkan perjalanan karir dan hobi travelingnya di kantor Centre of Transdiciplinary Sustainable and Sciences (CTSS), Insititut Pertanian Bogor (IPB).
Di bawah ini sekilas video acaranya.
Sejujurnya, aku kali pertama singgah di Gedung CTSS IPB yang lokasinya gak jauh dari Botani Square itu. Â Seperti kebanyakan gedung-gedung di Kawasan itu, kaya akan pepohonan besar di sekitar jalan menuju CTSS. Inilah salah satu yang kusukai di Kota Bogor, banyak pohon besar nan rindang. Pohon yang memberi kesejukan oksigen di kala terik matahari.
Btw aku tak hendak bercerita banyak soal Kota Bogor dan lingkungan asrinya, aku mau sharing beberapa hal yang kupetik dari sharing Ibu Rondang. Buatku hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan hidup, traveling hingga sosok dari perempuan yang telah melanglang buana ini layak menjadi pemicu yang menginspirasi sekaligus menyemangati, khususnya generasi muda.
Oke, berikut ini beberapa hal yang menjadi catatanku dari acara "Ngobrol  Santuy bareng Ibu Rondang S.E. Siregar, PhD, seorang Peneliti Konservasi Sumber Daya Alam.
Simak ya.
Berawal dari MinatÂ
Sebagai awalan, perjalanan kehidupan Ibu Rondang sejak masa kecil tertarik dan berminat dengan hal-hal yang berbau makhluk hidup.
Khususnya kehidupan hewan-hewan kecil seperti kupu-kupu, cecak, kecoak, lipan, kodok sampai ular pucuk. Sepertinya hobi mengkoleksi yang jarang ditemukan pada anak-anak. Rondang "kecil" mengkoleksi hewan-hewannya itu dalam botol. Untungnya orangtuanya mensupport, meski tak jarang Ibunya ngomel-ngomel saat diminta wadah botol untuk menyimpan koleksi-koleksinya itu.Â
Kecintaan pada makhluk-makhluk kecil itu yang mengantarkan kesenangannya  melakukan kegiatan di luar rumah  seperti pramuka dan pecinta alam.
Hal itu sedikit banyak berpengaruh pada  pilihan pendidikannya. Seperti saat memilih jurusan IPA saat SMA. Berlanjut ke Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta pada tahun 1983.
Dari perjalanan masa kecil Ibu Rondang itu, kita dapat menyimpulkan bahwa minat dan ketertarikan seorang anak sangat berperan dan berpengaruh dalam langkah kehidupan "dewasa" selanjutnya.
Seperti dalam menentukan arah bidang pendidikan yang sesuai dengan ketertarikan atau minatnya.
Di sini pentingnya mengenal dan memupuk minat seorang anak, agar pilihan dan arah pendidikannya "sesuai" pada jalurnya. Â
Pentingnya Habit MembacaÂ
Benar kiranya pepatah, "Membaca adalah jendela dunia".
Masa kecil Ibu Rondang, "dimanjakan" orangtuana dengan memberi bacaan buku-buku bermanfaat sejak dia bersekolah  jenjang Sekolah Dasar.
Bahkan hobi mengkoleksi 'makhluk-makhluk' kecil yang dilakukan Ibu Rondang, berawal dari sang Ayah yang membacakan buku Gerard W Durrel seorang naturalist asal Inggris yang berjudul My Family and Other Animal. Kisah itu ternyata memberikan inspirasi bagi ketertarikan Rondang kecil pada makhluk-makhluk kecil.Â
Ibu Rondang juga terispirasi dari seorang ahli kera besar Chimpanzee yang di Afrika, Chimpanzee, yaitu Dr. Jane Goodall. Buku yang berjudul In the Shadow of Man membuatnya mengidolakan Jane.
Faktor di atas mengantarkannya menempuh pendidikan hingga ke luar negeri, seperti pasca sarjananya yang diraih dari Cambridge University, UK.Kecintaannya pada membaca, membawanya tiap traveling  salah satu tempat favoritnya adalah perpustakaan.
"Auranya membawa semangat belajar terus," terangnya memberi alasan menyukai perpustakaan.
Kita semua pasti bersepakat soal arti pentingnya membaca. Dengan membaca dimungkinkan makin membuka banyak wawasan baru. Dan kisah Ibu Rondang dengan hobi membaca yang ditanamkan dan dipupuk sejak kecil, adalah bukti nyata. Bukti habit membaca itu sangat penting.
Semangat Petualangan dan Menikmati Pekerjaan Â
Profesi sebagai peneliti khususnya kehidupan primata memungkinkan hobi traveling Bu Rondang tersalurkan dengan baik. Seiring dengan tugas profesi sebagai peneliti yang mengharuskan mengunjungi hutan, gunung dan lokasi-lokasi yang berkaitan dengan satwa obyek penelitiannya.
Hobi traveling yang tak pernah ditinggalkan sejak menempuh pendidikan selalu dilakukannya. "Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui," pepatah yang tepat untuk menggambarkan aktivitas hobi dan profesi Bu Rondang.
Hobi yang dilakoni sejak masa sekolah dulu di Yogyakarta. Traveling yang membuatnya menghabiskan waktu akhir pekan selain musim ujian berada di desa-desa terakhir lima gunung di sekitar kota Yogyakarta.Terutama di rumah alm. Mbah Marijan, juru kunci Gunung.Merapi saat itu.
Berlanjut hingga "dibuang" kuliah di Jakarta. Gunung Gede-Pangrango dan Gunung Salak yang dekat dengan Jakarta, menjadi pos baru tempat bermain dan bertemu orang-orang sesama pecinta alam. Bahkan dia terlibat dalam kelompok pendaki gunung yang beken, Wanadri.
Berlanjut sampai pada pekerjaan  di Pusat Studi Satwa Primata. Di pulau seluas 600ha itu dia Bersama 9 orang dan 500an monyet ekor Panjang, menetap. Wah ini tentu luar biasa.Â
Hobi travelingnya tetap tersalurkan dengan menyesuaikan jadwal pekerjaannya. Jadwal 2 minggu kerja 1 minggu libur, dimaksimalkan untuk tetap bisa jalan-jalan.
Bukan itu saja,  pengalaman yang saya pikir amazing adalah tinggal  di tempat terpencil selama kurang lebih 4 tahun. Buah dari  program kerjasama dengan University of Washington, Seattle, dimana mahasiswa Indonesia serta mahasiswa asing berbaur mengikuti kursus  Ekologi dan Perilaku Primata.  Â
Pengalaman kerja bersinggungan dengan primata orangutan nampaknya banyak dimiliki Bu Rondang, Seperti bekerjasama dengan Pusat Reintroduksi Orangutan di Wanariset Kalimantan Timur.
Pengalaman travelingya pun bukan hanya soal hutan dan gunung, namun juga destinasi kota seperti  melihat museum, tempat-tempat ibadah, perpustakaan, universitas-universitas setempat, kota tua dan ikon-ikon kota atau negara.
Menyimak penglaman Bu Rondang ini, saya bayangin betapa kaya pengalaman traveling sosok perempuan ini. Memiliki pekerjaan sebagai peneliti yang harus bekerja di tempat terpencil, mungkin bagi banyak orang tidaklah menarik. Bahkan  sebisa mungkin dihindari.
Tapi tidak bagi Bu Rondang. Kesesuaian hobi travelingnya memberi semcam factor yang berbeda dalam menjalani pekerjaannya. Malah "berkah" bisa bekerja sambil jalan-jalan. Kebahagiaan seperti apa lagi yang bisa didustakan? Hehehe
Belajar Peduli Menjaga LingkunganÂ
Buah dari perjalanan pekerjaaan Bu Rondang sebagai peneliti satwa primata, sepertinya mengasah kepekaan terhadap lingkungan. Bukan saja terhadap satwa namun juga hutan dan lingkungan hidup.
Bertemu dengan "Romeo" Orangutan berusia 5 tahun di rehabilitasi Kalimantan yang terkena hepatitis B. Â Gajah usia 19 bln di Sumatra dan hewan-hewan lain yang dipulihkan di hutan rehabilitasi semakin megasah kepekaan kecintaan pada hewan-hewan liar itu.
Sementara "jelajah" perjalanannnya menyusuri alam seperti travelingnya di salah satu dari 10 geopark di Indonesia yakni  Geopark Merangin yang terdapat di Provinsi Jambi, membuatnya semakin mencintai lingkungan alam.  Perjalanan menempuh sungai, arung Jeram, bertemu fosil pohon berusia 300an ribu tahun, memberi kesan tersendiri terhadap rasa cinta alam.
Perjalanan yang bagi Bu Rondang penuh kesenangan dan keindahan yang memberi banyak pelajaran.
Memperlakukan alam dengan baik, tidak membuang sampah sembarangan di gunung, tidak berkata kotor "misuh", tidak buang air kecil menghadap pohon dan masih banyak lagi. Semua mengasah kepekaan terhadap lingkungan.
Sepakat. Saya juga kadang bingung sendiri, banyak orang mengaku pecinta alam, namun "nyampah" saat melakukan perjalanan naik gunung hadeeh.
Dari sekian cerita Bu Rondang patut dicatat, refleksi dari setiap akhir dari perjalanannya.
Bahwa explorasi, 'me time', belajar, mendapat pengalaman baru dan evaluasi diri adalah  motivasi dalam melakukan kegiatan-kegiatan perjalanan. Merasa lebih kenal dan mengerti diri sendiri serta lingkungan.
Catettt!!!
@rachmatpy
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H