Disebutkan bahwa Kerajaan Sindreng yang mayoritas bersuku Bugis menyerang ke Toraja yang bertujuan untuk  mengalihkan distribusi kopi Toraja yang dikendalikan pedagang Palopo ke pelabuhan Pare-Pare yang mereka kuasai.
Di Bogor atau orang Belanda menyebutnya Buitenzorg, perkembangan kopi dimulai tahun 1886. Pada masa Hindia Belanda itu, banyak menjamur para pengusaha kopi yang menjual kopi dari tingkat lokal hingga ekspor.
Salah satu penjual kopi eceran di Kota Bogor, yang bertahan hingga saat ini adalah Kopi Bubuk Cap Kacamata. Kopi yang dirintis oleh Yoe Hong Keng  atau yang dijuluki Bah Sipit oleh warga kampung Arab, Empang Bogor, tempat tinggalnya.
Beliau adalah seorang cina totok, kelahiran tahun 1902.
Produksi Kopi Bubuk Hampir Satu Abad
Yoe Hong Keng, adalah perintis usaha produksi kopi bubuk sejak tahun 1925 silam. Kalau dihitung hingga tahun ini, berarti sudah bertahan selama 98 tahun. Luar biasa bukan?
Produksi kopi dari biji kopi pilihan, robusta dan arabika.
Sejak wafatnya  Bah Sipit pada tahun  1985, usaha produksi kopi bubuk diteruskan keluarga peranakan itu yakni generasi ketiga marga Yoe.
"Ini kopinya..."
Aku tersentak, dan mengangguk. Secangkir kopi pesananku sudah jadi. Kopi tubruk robusta.
Ini kopi hasil produksi kelarga marga Yoe. Rasa nikmat pada kopi pekat hitam tanpa gula itu, membawa kembali lamunanku yang sempat terpotong.