4 anak (termasuk aku) merantau. Hanya kakak sulungku yang tinggal di kampung bersama keluarganya. Pisah rumah dengan orangtua dan masih satu desa. Â
Aku merasakan hubungan batin yang kuat khususnya dengan Ibu. Aku dekat dengan Ibu. Sebenarnya kalau mengulik kisah lama, aku sebenarnya pernah ada di titik balik. Dari anak yang kurang perhatian ke orangtua, menjadi anak yang sebisa mungkin memperhatikan orangtua. Terutama ke Ibu.
Ada sebuah kesalahan yang pernah kulakukan terhadap Ibu, dan membuatku menyesalinya. Lalu aku berusaha membenahinya. Aku tak akan ceritakan masalah apa.
Nyala Hidup Itu, Ketika Ibu BerceritaÂ
Seperti kebanyakan ibu-ibu lainnya, yang suka bercerita kepada anaknya. Ibuku pun demikian.
Pada dasarnya ibuku memang karakternya suka "ngomong". Berceloteh. Bercerita. Susah diam. Justru kalau Ibu diam, kami (anak-anaknya) cemas. Pasti ada sesuatu.
Kebahagiaan ibu salah satunya bisa bercerita dengan anak-anaknya. Suka didengarkan. Itu mungkin yang menyebabkan bapak dan ibu cocok. Bapak cenderung pendiam. Ibu sebaliknya.
 Jadi ibu memiliki pendengar setia di rumah saat kami tidak ada. Secara mereka tinggal berdua di kampung. Ditemani anak-anak sekolah yang kost di rumah.
Cerita ibu komplit tentang banyak hal. Terkhusus kejadian-kejadian yang dimulai saat terkahir bertemu. Dari cerita remeh temeh sampai yang seiurs.
Dari cerita tanaman sayuran di halaman sampai cerita tentang ketidakharmonisan kerabat "trah" keluarga.
Dari kabar para tetangga, sampai soal warisan keluarga. Semua. Semua diceritakan.