Kalau dihitung-hitung, dagangan bakso Pak Mento sudah mencapai setengah abad.
Kalau sudah bel istirahat sekolah  berbunyi, gerobak warna biru Pak Mento sudah setia menanti, nongkrong di depan pintu sekolah.
Setelahnya asap mengepul, saat wadah masakan bakso dibuka. Aromanya menjalar kemana-mana. Mulailah Pak Mento meracik pesanan.
Satu nampan isi 4 mangkok lalu diantarkan ke ruang guru.
Ada yang khas dari bakso Pak Mento yang kuingat. Tetelan dan gajihnya. Jadi isian utamanya adalah bakso daging. Dilengkapi bihun, bakmi kuning, sawi, lalu kuah daging.
Toping bonusnya adalah gajih atau tetelan daging. Ini sesuai request seeh. Kalau tidak menginginkannya, juga boleh.
Dengan isian seperti itu, satu mangkok bisa "full". Â Penuh. Kuahnya boleh nambah sesuai selera.
Pantas saja, bakso Pak Mento terkenal di kampungku dengan embel-embel tetelannya.
Langganannya, sekolah-sekolah dan instansi pemerintahan. Seperti kantor bapakku tempat dulu bekerja sebelum pension, kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Wonogiri, menjadi salah satu langganannya.
Yang pastut dicatet adalah, nuansa kesegaran bakso yang muncul dari kuah daging plus panasnya kuah. Â
Dengan gerobak legendaris baksonya, Pak Mento mampu membiayai keuarganya. Salah satu anaknya adalah teman sekolahku.