Padahal perilaku membuang sampah sembarangan berpotensi besar mengakibatkan kerusakan lingkungan.
Dari Kang Mamat, aku tahu bahwa fakta sampah masih berserakan di jalur trekking menuju Curug Cibeureum itu benar adanya.
Meski himbauan, anjuran sudah diinformasikan sebelum perjalanan dimulai menuju curug.
Ceritaku di atas, aku yakin hanya sekelumit potret buram dari "miskinnya" kesadaran dalam membuang sampah di antara para pejalan lintas alam. Fakta memprihatinkan yang sama, kutemukan di curug lainnya seperti di Sentul, Bogor, serta beberapa curug di Sukabumi lainnya.
Miskinnya kesadaran kita soal sampah, Â rasanya bukan hal mengada-ada. Bukti paling memprihatinkan adalaha kasus bejibunnya sampah di Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat, yang sempat viral di media social beberapa tahun lalu.
Gunung yang merupakan gunung berapi kedua tertinggi di Indonesia dengan ketinggian 3.726 mdpl itu  dibelit persoalan sampah dari para pendakinya.
Hasil aksi bersih-bersih sampah Rinjani pada 2021 silam, berhasil mengumpulkan sampah hingga 1,6 ton. Sampah didominasi sampah plastik.
Bayangin, pada tataran apa kualitas kesadaran kita tentang budaya buang sampah.
Persoalan Sampah dan Upaya Menertibkannya
Persoalan sampah di lokasi wisata alam seperti tak berkesudahan. Upaya-upaya dari pihak pengelola, sudah pasti sudah dilakukan. Dari pemberiani larangan, melalui papan tulisan peringatan lengkap dengan paying hukumnya, sampai penyediaan sarana dan prasarana tempat sampah di banyak titik.
Seperti halnya saat pengalamanku ke hiking ke Curug cibeureum, Sukabumi yang kuceritain di atas.