Bahkan abelum lama ada area yang longsor. Curug pun sempat ditutup untuk umum. Untung saja, saat kami di sana, sudah kelar diperbaiki dengan membangun jembatan besi. Jadi bolehlah dilintasi menuju curug.
Menggunakan tongat kayu ada bagusnya. Soalnya jalanan agak licin. Apalagi trek setelah pos 3. Wah ini trek paling heroik seeh menurutku. Tikungan, tanjakan tajam. Batu-batu pijakan yang licin serta melintasi rimbunan semak-semak.
Aku sempat terpeleset saat balek dari curug. Batu sekepal yang kuinjak, bergerak. Jatuh deh. Untung jatuhnya  di atas tanah, agak miring.
Waspada juga terhadap pacet atau lintah. Aku termasuk salah satu dari koteker yang dicium maut pacet haha. 4 ekor pulak. Ketahuan saat di pos 2. Ukurannya sekitar 1,2 cm. Kubiarin aja, dengan niat kubersihkan saat tiba di curug.
"Gapapa, ntar lepas sendiri," kata Kang Mamat.
Iya lepas sendiri, tapi sudah kenyang darah dia hahaa. Ternyata saat tiba di curug, si makhluk vampire itu belum lepas. Tambah gendut pulak. Akhirnya kusentil, lepas. Kubasuh air.
Beberapa saat darah masih keluar. Kang Mamat menempelkan tembakau rokoknya. Menempel dengan potongan salonpas, yang dibagi 4 buah. Biar darah berhenti ngalir. Makasih akang yang ternyata sigap dan siap sedia dengan persediaan penawar darurat ala P3K.Â
Kata teman Kang Mamat ditetesin hand sanitizer juga bisa lepas sendiri. Yang jelas jangan panik aja yaa. Ga apa-apa.Â
Aku seeh ngrasain, gak terasa apa-apa. Nyeri juga enggak. Gatal dikit aja. Namun gak kuhirau. Konsentrasiku lebih fokus mendokumentasikan keindahan Curug Cibeureum. Jadi lupa deh ama bekas gigitan ayang pacet.
Tinggi Curug Cibeureum sekitar mencapai 60 meter. Diyakini merupakan air terjun tertinggi yang dapat dikunjungi para wisatawan di dalam kawasan konservasi TNGGP.
Airnya jernih. Mengalir cukup deras. Untung gak deras banget. Jadi masih aman mendekat. Hawanya lumayan dingin, maklum saja di ketinggian 1.300 meter mdpl.