Keberuntungan buat Kota Palembang yang berpenduduk 1,5 juta sudah beroperasi LRT, seiring adanya event besar yang harus dilayani yaitu Asian Games 2018. Bayangkan kalau Palembang tak pakai LRT, gimana ribetnya untuk transportasi 2500 atlet, official, dari 32 negara peserta.
Teruntuk LRT Jabodebek, menjawab kebutuhan atas situasi kondisi kemacetan yang harus segera ditemukan solusi. Â Pengamat Tata Kota Universitas Tri Sakti, Nirwono Joga, yang juga menjadi narasumber di acara, memberikan gambaran kondisi kehidupan warga Jakarta dan kota penyangganya.
Perkembangan wilayah Jabodetabek, secara tak sadar kota-kota menjauh dari pusat kota Jakarta. Pada hari biasa (Senin-Jumat) kondisi jalanan macet gampang banget ditemui. Sementara pada Sabtu dan Minggu "mati suri".
Kebutuhan akan papan, rumah yang harganya kian mahal di Jakarta, membuat generasi basis milenial menjauh pemukimannya dari pusat kota. Mereka beralih ke Parung, Tangsel, Sawangan dan sekitarnya. Dampaknya mereka mengorbankan banyak hal. Interaksi keluarga, waktu, biaya, dan kesehatan. Sebagai ilustrasi: jam berangkat kerja sekira 05.30 WIB. Malah habis subuh sudah jalan. Jelas ini kesalahan. Hidup tak berkualitas.
Beralihnya lokasi pemunkiman di luar Jakarta membuat sarana transportasi menjadi kebutuhan utama. Akhirnya kendaraan pribadi semakin menumpuk di jalan. Kemacetan pun menjadi pemandangan yang biasa. "Tua di Jalan" pun mau tak mau harus mereka jalani. Jelas transportasi publik, massal yang cepat dan tepat waktu sangat dibutuhkan.
Patut diketahui sejarah keterlibatan proses pembangunan LRT.  Menurut Iwan Eka  selaku Vice President PMO Operation LRT Jabodebek,  proyek LRT Jabodebek ini terealisasi berkat keberanian politik, Presiden Joko Widodo dengan melakukan percepatan,  Perpres No 98 yang diteken 2015.Â
Terkait pendanaan APBN dengan kontraktor Adhi Karya. Operator akan dilelang. Kemudian Perpres no 65 tahun 2016 dengan operator PT KAI. Berlanjut Perpres No 49 tahun 2017 dengan kontraktor Adhi Karya. Untuk pendanaan dan operator PT KAI. Â
PT KAI berperan sebgai pendanaan pembangunan, penyelenggara pengoperasian sarana dan prasarana, pengusahaan sarana dan prasarana, perawatan sarana prasarana dan AFC System. Â Â
Lalu layakkah LRT dipilih?Â
Narasumber lainnya, Pak Pundjung Setya Brata selaku Direktur Operasi II PT Adhi Karya (Persero) Tbk, menjelaskan bahwa  LRT layak secara  ekonomis, karena selama ini kerugian terbilang mencapai Rp. 65 trilyun dengan tanpa adanya transportasi publik yang memadai.