MENGUSUNGÂ sesuatu yang berbeda dalam kemasan, kisah plus nama-nama yang menjadi punggawa, adalah sebuah upaya membuat film berdaya tarik. Apalagi era konsumen penikmat film terus bergeser, seperti dominasi kaum milenial saat ini yang membawa selera tersendiri.Â
Itu dipahami benar oleh para sosok di balik layar produksi film "Stadhuis Schandaal"Â yang telah tayang serentak Kamis 26 Juli 2018.
"Stadhuis Schandaal" dari katanya saja ketahuan itu bahasa Belanda. Pengucapannya gimana yaa? Hmmm kira-kira lisannya jadi begini " Setadhes skandal."Â
Itu yang saya tangkap dari Adisurya Abdi, sang sutradara yang dipercaya oleh Xela Pictures, sesaat sebelum dimulainya Gala Premiere film ini di Metropole XXI Jakarta Pusat, Jumat, 20 Juli 2018.
Nyatanya tak melulu cinta-cintaan yang terpampang namun berbungkus sejarah Batavia, era kekuasaan JP Koen yang 'melegenda' di kepala saat aku SD dulu. Hehee.
Lokasi Museum Fatahillah Kota Tua, menjadi pilihan. Museum yang kalau kita kunjungi ramai oleh pengunjung dan memupus nuansa suram, disulap bernuansa mistis. Tembok yang nampak tua, hembusan angin mengibarkan helai rambut Fei (diperankan Amanda Rigbi) dan arwah Sara (Tara Adia), membuat kental nuansa zaman itu.Â
Ditambah lagi penggarapan lokasi seting Batavia, serius dilakukan di atas tanah seluas 1.500 m2 di kawasan Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.untuk memperkuat nuansa abad 17.
Fei, seorang mahasiswi Ilmu Budaya Universitas Indonesia yang sedang mengerjakan tugas kampus mengenai The Old Batavia. Ia bertemu dengan Sara seorang gadis cantik keturunan Belanda - Jepang.
Sara membawa Fei masuk ke lorong waktu menuju abad 17. Ia membutuhkan Fei untuk menyampaikan tentang fakta masa lalunya. Fakta untuk membuktikan cinta murninya yang dituduhkan sebagai perselingkuhan yang telah merenggut nyawa kekasihnya.